Presiden Joko Widodo berencana menaikkan gaji Pegawai Negeri Sipil atau PNS, Aparatur Sipil Negara, serta TNI, Polri dan pensiunan. Ekonom menilai kenaikan gaji PNS ini akan berdampak terbatas pada kenaikan inflasi atau kenaikan harga barang.
Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Teuku Riefky menyebut secara historis kenaikan gaji ini akan mengerek konsumsi masyarakat. Kenaikan gaji berarti pendapatan PNS meningkat, sehingga daya beli untuk berbelanja ikut terkerek.
Selanjutnya, kenaikan daya beli tersebut bisa memicu kenaikan harga-harga barang alias terjadi inflasi. "Namun tekanan ke inflasi mungkin tidak akan semasif saat terjadi kenaikan harga energi (BBM/LPG), sehingga tidak akan terlalu terefleksikan di angka inflasi secara umum," kata Riefky, Rabu (31/5).
Senada, Ekonom yang juga Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyebut kenaikan gaji yang memicu kenaikan konsumsi pegawai bisa mengerek inflasi. Namun, kenaikannya kemungkinan tidak terlalu besar jika gaji PNS naik sama dengan sebelum-sebelumnya di kisaran 5%.
Jenis barang yang berpotensi mengalami kenaikan harga karena momentum kenaikan gaji seperti kebutuhan anak sekolah serta sandang dan pangan. Namun dampaknya pun, kata Tauhid, kemungkinan hanya terasa 1-2 bulan pertama kenaikan, setelah itu akan kembali normal.
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga melihat dampaknya ke inflasi tak akan signifikan dengan asumsi kenaikan gaji sekitar 5%. Hal ini sejalan dampaknya ke pertumbuhan ekonomi yang juga diperkirakan tak signifikan.
"Dampak ke pertumbuhan ekonomi juga bisa dibilang belum tentu signifikan. Faktornya tidak semua tambahan kenaikan gaji akan langsung dibelanjakan, bahkan di eselon yang tinggi cenderung di tabung," kata Bhima.
Ia juga mengingatkan kenaikan yang terlalu besar bisa membebani keuangan negara. Alokasi yang makin besar untuk gaji pegawai berpeluang menggerus alokasi belanja penting lainnya seperti stimulus bagi UMKM dan industri. Hal ini justru bisa menjadi preseden buruk bagi ekonom jika alokasi APBN untuk dukungan ekonomi berkurang.