BPK Ungkap 8.000 Hektare Jalan Tol Belum Punya Sertifikat Tanah

ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/rwa.
Ilustrasi. BPK mengungkap terdapat proses pengadaan tanah atau pembebasan lahan jalan tol yang belum optimal di delapan ruas jalan tol.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
20/6/2023, 12.54 WIB

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap terdapat masalah pada manajemen aset konsesi jalan tol yang belum memadai. Sekitar 8.790 hektare lahan di 33 ruas jalan tol tersebut diketahui belum bersertifikat.

Jalan tol yang belum bersertifikat tersebut, mencakup:

  1. Sebanyak 13 ruas jalan tol seluas 2.341 hektar yang dibebaskan pada saat PT Jasa Marga masih menjadi regulator atau sebelum dialihkan kepada pemerintah
  2. Sebanyak 20 ruas jalan tol seluas 6.449 hektar yang dibebaskan saat pemerintah telah menjadi regulator

"Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan pemerintah agar melakukan pendataan, inventarisasi ulang, dan menyelesaikan proses sertifikasi tanah pada ruas jalan tol tersebut," kata Ketua BPK Isma Yatun dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa (20/6). 

BPK juga mengungkap terdapat proses pengadaan tanah atau pembebasan lahan jalan tol yang belum optimal di delapan ruas jalan tol. Ini mencakup pengadaan tanah terhambat masalah pendanaan atau ketersediaan anggaran, lahan dari fasilitas umum hingga wakaf masih terkendala perizinan, pengadaan tanah tidak selaras kebijakan Pemda, serta pengadaan tanah terhambat penetapan lokasi yang belum optimal.

Temuan tersebut termuat dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2022. Selain permasalah jalan tol, laporan itu juga mengungkap beberapa temuan masalah pada infrastruktur ekonomi lainnya: 

  1. Temuan permasalahan pada pekerjaan Patimban Port Development Project (I) Package 2: Breakwater, Seawall, and Channel Dredging Works. Temuannya antara lain penentuan harga satuan yang masih memperhitungkan biaya overhead 10% sebesar Rp 550,85 juta. Selain itu, adanya pekerjaan pemecah ombak tidak sesuai dengan spesifikasi sehingga konstruksi mengalami penurunan dan pergeseran sepanjang 218 meter atau sebesar Rp 2,3 miliar dan 724,44 juta yen Jepang.
  2. Temuan permasalah pada sektor perkeretaapian. Sebanyak tiga stasiun kereta PT KAI belum didukung fasilitas park and ride dan enam stasiun belum didukung jalan akses memadai.
  3. Temuan pada PT Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI). Upaya peningkatan load factor yang oleh PT PELNI terkait dengan pelayanan peti kemas belum optimal. Ini antara lain belum menyusun kajian dalam rangka peningkatan load factor, belum sepenuhnya melaksanakan upaya kerja sama dengan BUMN/BUMD/pihak swasta, dan belum sepenuhnya melakukan monitoring atas pencapaian langkah peningkatan load factor. 

Selain itu, BPK juga menyebut PT PELNI (Persero) dan PT Sarana Bandar Nasional (SBN) belum memiliki peti kemas dengan jumlah yang memadai dan memenuhi standar kelaikan, belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan peti kemas shipper. Peti kemas milik PT SBN belum seluruhnya memiliki pelat persetujuan kelaikan yang terbaru.

Reporter: Abdul Azis Said