Sri Mulyani Perkirakan Penerimaan Pajak 2023 Capai Rp 1.818 Triliun

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/nym.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) bersama Wakil Menmteri Keuangan Suahasil Nazara (kiri) mengikuti rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/6/2023).
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Yuliawati
10/7/2023, 16.34 WIB

Kementerian Keuangan memperkirakan penerimaan pajak tahun ini mencapai Rp 1.818,2 triliun. Realisasinya akan kembali melampaui target tetapi pertumbuhannya tidak setinggi tahun lalu.

Jika perkiraan tersebut tak meleset, penerimaan pajak sampai akhir tahun akan mencapai 105,8% dari target dalam APBN dan naik 5,9% dibandingkan tahun lalu. Meski demikian pertumbuhannya tidak setinggi tahun lalu yang naik 34,3%.

"Ini di satu sisi kombinasi antara kewaspadaan bahwa trennya mulai berbalik, tetapi kita juga masih mempertahankan penerimaan kita bisa mencapai target," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Senin (10/7).

Dalam paparannya, Sri Mulyani menyebut beberapa faktor yang membantu penerimaan pajak masih tumbuh tahun ini antara lain perekonomian yang tetap solid dan efektivitas implementasi kebijakan dan pengawasan kepatuhan.

Penerimaan pajak terutama akan melandai di semester kedua ini. Sepanjang semester pertama, penerimaan pajak tumbuh 9.9% sedangkan di paruh kedua kemungkinan hanya naik 1,7%. Hal ini dipengaruhi kecenderungan moderasi pada harga komoditas.

Sumber pendapatan lainnya yang juga melampaui target yakni Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 116,9% dari target. Realisasi PNBP sampai akhir tahun diperkirakan sebesar Rp 515,8 triliun.

Meski demikian, penerimaan PNBP tahun ini diperkirakan turun 13,4% dari tahun lalu. Penurunan tersebut dipengaruhi moderasi harga komoditas yang terlihat dari penerimaan PNBP sumber daya alam (SDA) non migas yang lesu di paruh kedua ini. Selain itu, setoran PNBP dari migas juga akan lebih rendah dari target karena penurunan harga minyak.

Di sisi lain, penerimaan negara dari kepabeanan dan cukai tak akan mencapai target, hanya 99%. Setoran kepabeanan dan cukai sampai akhir tahun diperkirakan Rp 300,1 triliun.

Beberapa faktor yang mempengaruhi penerimaan bea dan cukai tahun ini yakni dampak penurunan produksi hasil tembakau, turunnya harga komoditas ekspor utama seperti CPO serta turunnya tarif bea keluar produk mineral karena progres hilirisasi.

"Ini masih cukup baik karena bea dan cukai selama pandemi tiga tahun berturut-turut tidak pernah mengalami kontraksi penerimaan, kontraksi tahun ini karena adanya normalisasi harga komoditas," kata Sri Mulyani.

Secara total, pendapatan negara sampai akhir tahun yang merupakan akumulasi dari pajak, bea cukai dan PNBP, sebesar Rp 2.637,2 triliun atau 107,1% dari target. Realisasi itu naik tipis 0,1% dari tahun lalu.

"Meski levelnya masih cukup tinggi baik pada penerimaan pajak, PNBP serta bea dan cukai tapi tren pertumbuhan negatif harus diwaspadai terutama nanti pada saat kita penyusunan APBN 2024," kata Sri Mulyani.

Reporter: Abdul Azis Said