Penerimaan Cukai Rokok Anjlok Jadi Rp 102 T, Apa Penyebabnya?

ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA
Ilustrasi. Penerimaan cukai rokok atau hasil tembakau mencapai Rp 102,38 triliun pada semester pertama 2023, turun 12,61% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Penulis: Agustiyanti
24/7/2023, 16.34 WIB

Kementerian Keuangan mencatat penerimaan negara dari cukai rokok atau hasil tembakau pada semester I 2023 mencapai Rp 102,38 triliun, turun 12,61% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penerimaan turun meski pemerintah telah menaikkan tarif cukai rokok naik 10% pada tahun ini. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, penurunan penerimaan cukai terutama disebabkan oleh penurunan hasil produksi tembakau golongan 1 dan 2 yang turun karena kenaikan tarif cukai. Selain itu, penerimana juga dipengaruhi oleh tarif rata-rata tertimbang yang hanya naik 3,28%, lebih rendah dari kenaikan normatif 10%. 

"Ini menyebabkan produk, terutama golongan yang lebih rendah yakni golongan 3 lebih diuntungkan. Jadi, kami melihat memang perbedaan kenaikan tarif memengaruhi produksi hasil tembakau," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (24/7). 

Oleh karena itu, menurut Sri Mulyani, pihaknya akan meneliti secara detail fenomena tersebut. Ini agar tujuan kenaikan cukai untuk mengurangi konsumsi hasil tembakau atau rokok yang dianggap memengaruhi kesehatan masyarakat tercapai. 

"Jadi cukai memang merupakan kebijakan untuk mengendalikan konsumsi hasil tembakau yang dianggap merugikan kesehatan," kata Sri Mulyani. 

Di sisi lain, Sri Mulyani mencatat, penerimaan bea keluar yang juga dihimpun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai anjlok 76,97% pada semester pertama tahun ini dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ini terutama disebabkan oleh harga minyak kelapa sawit mental atau crude palm oil (CPO) yang lebih rendah, turunnya volume ekspor mineral, dan turunnya tarif bea keluar tembaga.

“Bea keluar produk sawit turun dipengaruhi turunnya harga CPO dan kebijakan flushout di Juni 2022,” kata dia.

Adapun bea keluar tembaga dan bauksit yang turun, menurut Sri Mulyani, dipengaruhi turunnya volume ekspor dan larangan ekspor mineral mentah mulai 11 Juni 2023.

Sementara itu, kenaikan terjadi pada kinerja bea masuk yang mencapai 4,65% pada semester I 2023 dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 24,2 triliun. Bea masuk naik męski kinerja impor turun 6,42% pada periode yang sama.

Sri Mulyani menjelaskan, kinerja bea masuk tetap tumbuh dipengaruhi oleh kurs dolar AS dan kenaikan impor kendaraan roda empa, suku cadang kendaraan roda empat, mesin penambangan, serta besi dan baja dasar.