BI Pertahankan Suku Bunga di Tengah Potensi Kenaikan Bunga The Fed
Bank Indonesia kembali mempertahankan suku bunga acuannya di level 5,75%. Langkah ini ditempuh meski pasar meramal Bank Sentral AS, The Federal Reserve akan menaikkan suku bunga pada pertemuan pekan ini.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 24-25 Juli 2023 memutuskan untuk mempertahankan BI seven days reverse repo rate sebesar 5,75%," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur, Kamis (22/6).
BI memutuskan mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75%, suku bunga deposit facility sebesar 5% dan suku bunga lending facility sebesar 6,5%.
Perry mengatakan keputusan mempertahankan suku bunga tersebut sebagai upaya untuk mengejar target inflasi inti dan inflasi secara umum tetap di bawah 4% pada tahun ini dan tahun depan. Adapun fokus kebijakan moneter diarahkan pada penguatan stabilisasi nilai tukar rupiah untuk mengendalikan imported inflation dan memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global.
Menurut dia, inflasi telah kembali ke target sasaran lebih cepat dari perkiraan, yakni di level 3,52% secara tahunan pada Juni 2023. Penurunan inflasi terjadi di semua kelompok. Adapun inflasi inti yang menjadi acuan bank sentral dalam memutuskan kebijakan suku bunga juga tercatat turun pada bulan lalu menjadi 2,58% secara tahunan.
Di sisi lain, BI melihat ketidakpastian ekonomi global tetap tinggi. Pertumbuhan ekonomi global 2023 diprakirakan tetap sebesar 2,7%, tetapi disertai dengan pergeseran sumber pertumbuhan. Pertumbuhan Amerika Serikat dan beberapa negara maju di Eropa diprakirakan lebih baik, sedangkan pertumbuhan Cina diramal lebih rendah sejalan dengan tertahannya konsumsi dan investasi.
Ia juga melihat tekanan inflasi di negara maju masih relatif tinggi dipengaruhi oleh perekonomian yang lebih kuat dan pasar tenaga kerja yang ketat. Hal ini diprakirakan akan mendorong kenaikan lebih lanjut suku bunga kebijakan moneter di negara maju, termasuk Federal Funds Rate (FFR).
"Perkembangan tersebut mendorong aliran modal ke negara berkembang lebih selektif dan meningkatkan tekanan nilai tukar di negara berkembang, termasuk Indonesia, sehingga memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi risiko rambatan global," kata Perry.
Namun demikian, Perry masih memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini tetap baik didukung oleh permintaan domestik. Perekonomian domestik pada kuartal II 2023 diprakirakan tumbuh lebih baik dari proyeksi, ditopang oleh peningkatan konsumsi rumah tangga dan investasi.
"Pertumbuhan ekonomi 2023 diprakirakan dapat mencapai kisaran 4,5%-5,3%," kata dia.