Pengamat ekonomi menilai meningkatnya polusi udara di Jakarta dan sekitarnya belakangan ini merupakan salah satu konsekuensi pemulihan ekonomi yang semakin cepat. Hal ini mirip dengan peringatan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada awal tahun lalu terhadap kenaikan emisi setelah ekonomi mulai bangkit setelah Pandemi Covid-19 terlewati.
Sri Mulyani dalam sebuah acara awal tahun lalu mengatakan, upaya negara-negara dunia memulihkan ekonomi setelah Pandemi Covid-19 menimbulkan konsekuensi pada kenaikan emisi karbon. Ia mengutip laporan United Nations Environment Programme (UNEP) mencatat lonjakan emisi karbon pada awal 2021 yang melampaui level sebelum pandemi meski ekonomi sebetulnya baru pulih. Lonjakan tersebut terutama emisi yang dihasilkan sektor energi, industri, dan residensial.
"Kita semua tentu berupaya memulihkan perekonomian sesudah mengalami pukulan sangat tajam akibat pandemi Covid-19 pada tahun lalu. Namun, pemulihan ini juga berkonsekuensi pada kenaikan jumlah emisi karbon yang bahkan sudah melebihi periode 2019," kata Sri Mulyani dalam sebuah webinar, Selasa (22/2/2022).
Pernyataan Sri Mulyani itu tidak dipungkiri mulai terbukti. Polusi udara meningkat di Jakarta dan sekitarnya beberapa waktu terakhir serta. Jakarta kini menjadi salah satu kawasan dengan kualitas udara paling buruk.
Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Teuku Riefky menyebut, pulihnya aktivitas transportasi dan produksi di pabrik-pabrik telah mendorong meningkatnya polusi udara. Meski demikian, pemulihan tersebut memang memberi konsekuensi positif yang menunjukkan ekonomi Indonesia semakin pulih.
"Sehingga, kalau dilihat, memang pertumbuhan ekonomi setelah Covid-19 berkontribusi terhadap polusi yang terjadi sejauh ini," kata dia, Selasa (15/8).
Senada, ekonom sekaligus Kepala Pusat Pangan, Energi dan Pembangunan Berkelanjutan INDEF, Abra Talattov menyebut, sejumlah data menjadi bukti kuat bahwa pemulihan ekonomi yang makin cepat berkonsekuensi terhadap peningkatan polusi udara di ibu kota.
Pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta pada kuartal kedua sebesar 5,13%. Dari semua lapangan usaha, sektor transportasi mencatat pertumbuhan paling tinggi mencapai 18,05%. Pertumbuhan kuat di sektor tersebut menunjukkan bahwa mobilitas masyarakat semakin longgar dan lalu lalang kendaraan meningkat.
Pertumbuhan sektor transportasi konsisten dua digit selama empat bulan terakhir. BPS DKI Jakarta mencatat kenaikan ini ditopang meningkatnya jumlah penumpang angkutan rel, darat, laut dan udara. Faktor lainnya juga karena mobilitas masyarakat meningkat saat momen liburan.
"Jadi pertumbuhan sektor transportasi di DKI Jakarta ini sudah menjadi bukti kuat bahwa memang memburuknya kualitas udara sangat dipengaruhi mobilitas masyarakat dalam konteks ini penggunaan kendaraan," kata Abra.
Hal ini makin diperkuat dengan jumlah kendaraan di ibu kota yang terus naik. Jumlah sepeda motor di Jakarta mencapai 17,3 juta unit pada tahun lalu, naik 15% dalam empat tahun terakhir. Sementara jumlah mobil penumpang pada periode yang sama naik 22%. Kenaikan jumlah kendaraan berimplikasi terhadap peningkatan konsumsi bahan bakar yang berujung peningkatan emisi karbon.
Oleh karena itu, Abra menyebut kenaikan polusi udara ibu kota akhir-akhir ini menjadi alarm untuk mempercepat transisi energi. Selain itu, pemerintah menurutnya perlu mempercepat transformasi sektor transportasi menuju ekosistem kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan.