Pemerintah dan Badan Anggaran DPR RI menyepakati postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2024. Belanja negara disepakati Rp 3.325 triliun dengan pendapatan negara Rp 2.802,2 triliun, sedangkan defisit anggaran disepakati Rp 522,82 triliun.
Besaran pendapatan dan belanja negara yang disepakati antara pemerintah dengan Badan Anggaran DPR RI ini berubah dibandingkan usulan awal dalam Nota Keuangan RAPBN 2024 yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada 16 Agustus 2023. Belanja negara dan pendapatan negara masing-masing naik Rp 20,98 triliun dibandingkan usulan awal RAPBN 2024 sebesar Rp 3.325,1 dan Rp 2.781,3 triliun.
Berdasarkan laporan yang dibacakan Anggota Badan Anggaran RI Nurul Arifin dalam Rapat Kerja Badan Anggaran DPR RI, kenaikan target pendapatan negara terutama didukung oleh kenaikan target pada penerimaan negara bukan pajak atau PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara yang dipisahkan atau dividen BUMN.
Target PBNB SDA naik dari Rp 198,81 triliun menjadi Rp 207,67 triliun, yang terutama akan didorong oleh kenaikan target PNBP dari minyak bumi dan pertambangan minerba. Target PNBP dari kekayaan negara yang dipisahkan atau dividen BUMN juga naik dari Rp 80,84 triliun menjadi Rp 85,84 triliun.
Pemerintah dan DPR juga sepakat untuk mengerek target penerimaan perpajakan sebesar Rp 2 triliun dari Rp 2.307,8 triliun menjadi Rp 2.309,8 triliun. Adapun kenaikan target tersebut hanya dibebankan pada penerimaan perpajakan dari Rp 1.986 triliun menjadi Rp 1.988 triliun. Sementara target penerimaan bea dan cukai tetap sebesar Rp 320 triliun.
Peningkatan target penerimaan perpajakan terutama dibebankan pada penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). Target penerimaan dari PBB naik dari Rp 26,1 triliun menjadi Rp 27,1 triliun, sedangkan dari PPN dan PPnBM ditargetkan naik dari Rp 810,3 triliun menjadi Rp 811,3 triliun menjadi Rp 811,3 triliun
Sementara itu, penerimaan cukai tetap disepakati Rp 246 triliun, bea masuk Rp 57,3 triliun, dan bea keluar Rp 17,5 triliun.
Di sisi lain, kenaikan belanja negara dialokasikan pada belanja pemerintah pusat yang naik dari Rp 2.447,5 triliun menjadi 2.467,5 triliun, sedangkan alokasi transfer ke daerah tetap Rp 857,5 triliun.
Adapun pada alokasi belanja pemerintah pusat, pemerintah dan Banggar DPR antara lain menyepakati kenaikan belanja subsidi energi dari Rp 185,87 triliun menjadi Rp 189,10 triliun.
“Alokasi subsidi energi tersebut terdiri dari subsidi jenis BBM tertentu dan LPG tabung 3kg sebesar 113.273,1 miliar dan subsidi listrik sebesar 75.831,2 miliar,” ujar Nurul Arifin dalam Rapat Kerja antara Pemerintah dan Banggar, Selasa (19/9).
Nurul menjelaskan, perubahan belanja negara juga mempertimbangkan berbagai program nasional yang akan dilaksanakan pada 2024, seperti pemilu, penyelesaian proyek strategis nasional (PSN), akselerasi transformasi ekonomi, serta kenaikan gaji ASN, TNI, Polri sebesar 8% dan pensiunan sebesar 12%. Selain itu, kenaikan belanja negara juga mempertimbangkan penggunaan produk-produk dalam negeri dalam pelaksanaan belanja K/L, pembayaran subsidi dan kompensasi, cadangan anggaran pendidikan, serta bantuan sosial yang perlu diarahkan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan akan terus meningkatkan efektivitas APBN a agar dapat terus melaksanakan tugas alokasi, distribusi, dan stabilisasi dalam melindungi masyarakat dari berbagai guncangan.
“APBN juga terus diperkuat untuk memastikan pemulihan dan pembangunan ekonomi yang berdasarkan keadilan dan kesejahteraan dapat terus dijalankan,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja Badan Anggaran DPR RI, Selasa (19/9).
Dengan sejumlah penambahan dalam target penerimaan pajak dan belanja negara, defisit anggaran 2024 disepakati tetap Rp 522,8 triliun atau sebesar 2,29% terhadap produk domestik bruto (PDB).