Untung dan Buntung Sektor Usaha karena Pelemahan Rupiah

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.
Petugas menunjukan uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (3/1/2023).
Penulis: Lavinda
10/10/2023, 17.12 WIB

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berada di level 15.738 pada penutupan perdagangan hari ini, Selasa (10/10), melemah hingga 46 poin atau 0,3% dari penutupan sebelumnya 15.692.

Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia hari ini turut melemah ke posisi Rp 15.708 per dolar AS dari sebelumnya Rp 15.675 per dolar AS.

Berdasarkan data investing.com, rupiah Senin (9/10) kemarin sempat menyentuh 15.740, level terlemah sepanjang tahun ini. 

Secara historis, rupiah ambruk hingga 2,7% dalam perhitungan tahunan atau year on year (YoY). Namun, dalam perhitungan tahun berjalan atau year to date (YtD), rupiah tercatat hanya melemah 0,8% sepanjang tahun ini.

Chief Economist PT Bank Central Asia (BCA) David Sumual menjelaskan investor asing menarik dana dari pasar keuangan Indonesia karena faktor global. Beberapa di antaranya karena suku bunga The Fed, fluktuasi harga minyak, dan faktor geopolitik dalam beberapa waktu terakhir.

"Kelihatannya ada perubahan ekspektasi terhadap arah suku bunga The Fed. Tadinya investor mengira selesai September, tapi kelihatannya November suku bunga akan naik lagi dan akan berlangsung lebih lama, jadi dolar menguat ke hampir semua mata uang, termasuk rupiah," ujar David saat dihubungi Katadata.co.id, Senin (9/10).

David Sumual menjelaskan pelemahan rupiah berisiko membuat aliran dana asing keluar semakin banyak dari pasar obligasi. Selain itu, harga minyak berpotensi cenderung meningkat, karena biasanya perusahaan atau pemerintah meningkatkan permintaan barang impor karena khawatir harga barang impor meningkat.

"Selain itu, pemerintah masih banyak menyimpan dana. Jadi kalau dikeluarkan akan dorong impor juga sampai akhir tahun, dan menimbulkan risiko," ujar David.

Dengan demikian, dia memaparkan beberapa sektor usaha terkena dampak negatif pelemahan rupiah. Namun, ada pula sektor usaha yang meraup anugerah dari kondisi Mata Uang Garuda dalam beberapa waktu terakhir.

Berikut sektor usaha yang diuntungkan dari kondisi pelemahan rupiah:

  • Sektor Komoditas Migas dan Pertambangan

Sektor komoditas minyak dan gas bumi serta pertambangan dianggap mendapat berkah dari kondisi pelemahan rupiah. Pasalnya, komoditas ini biasanya memperoleh pendapatan dari hasil ekspor dan mengantongi dolar AS. Jika dolar AS menguat, maka rupiah yang diperoleh sebagai pendapatan akan melonjak nilainya. Komoditas pertambangan yang dimaksud bisa berasal dari batu bara, tembaga, emas, timah, nikel, dan mineral lainnya.

  • Sektor ritel Berbasis Ekspor

Eksportir barang ritel tentu saja diuntungkan dengan penguatan dolar AS terhadap rupiah. Pasalnya, eksportir akan memperoleh rupiah lebih banyak dari hasil penjualan barang ritelnya dalam dolar AS di pasar luar negeri. Alhasil, pendapatan ekspor akan lebih besar, meski volume penjualan setara dengan sebelumnya.

 Berikut sektor usaha yang dirugikan dari kondisi pelemahan rupiah:

  • Manufaktur

Aktivitas sektor manufaktur umumnya membutuhkan bahan baku sebagai penopang produksi. Bahan baku yang diolah tak jarang berasal dari bahan impor. Pelemahan rupiah berpotensi membuat harga bahan baku industri manufaktur meningkat, sehingga biaya produksi pun otomatis melonjak dan menggerus keuntungan perusahaan.    

  • Farmasi

Sebagian besar bahan baku industri farmasi masih harus diperoleh dari luar negeri, sehingga pengusaha terpaksa melakukan impor. Kondisi pelemahan rupiah akan menggerus keuntungan perusahaan. Jika pun perusahaan meningkatkan harga, permintaan berpotensi menyusut di tengah kondisi ekonomi yang melemah. 

  • Barang Konsumsi

Sektor barang konsumsi ada yang mengandalkan barang dari luar negeri, dan diperoleh melalui impor. Posisi dolar AS yang terus menguat memaksa pengusaha harus merogoh kocek lebih dalam untuk membayar impor barang konsumsi. Kondisi ini tentu tak menguntungkan pengusaha yang memperoleh laba dari selisih harga beli dan harga jual barang konsumsi.

  • Jasa Konsultasi dan jasa Teknologi Informasi

Perusahaan jasa konsultasi ekonomi dan teknologi informasi, terutama yang menggunakan tenaga ahli dari luar negeri, harus membayar lebih sumber daya manusianya. Pasalnya, tenaga ahli tersebut sepatutnya diupah dengan dolar AS. Pelemahan rupiah terhadap dolar AS membuat perusahaan harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk membayar jasa tenaga ahli asing tersebut.