Pemerintah telah menyiapkan sejumlah langkah strategis untuk meredakan gejolak pada harga pangan, seperti beras. Harga beras naik hingga 27% pada Oktober 2023 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Direktur Ketersediaan Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Budi Waryanto mengatakan, cadangan pangan merupakan faktor kunci untuk menjaga kestabilan pasokan dan harga pangan di tengah ancaman kekeringan akibat El Nino. "Oleh karena itu, sejumlah langkah strategis pun dilakukan pemerintah, untuk menjaga kestabilan pasokan dan harga pangan" katanya seperti dikutip dari Antara, Rabu (1/11).
Ia menjelaskan, pemerintah telah menyalurkan bantuan beras kepada 21,35 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Langkah ini dinilai efektif menekan inflasi.
"Ketika sebulan diputus inflasi naik lagi sekitar September. Jadi, Presiden meminta dilanjutkan September, Oktober, dan November," katanya.
Menurut dia, program ini kemungkinan akan dilanjutkan hingga Maret 2024 karena mundurnya musim tanam ke akhir 2023. Pemerintah juga harus mengantisipasi Hari Raya Besar Keagamaan Natal dan Tahun Baru, serta Pemilu 2024 yang biasaya mengerek permintaan dan harga.
Budi berharap kondisi produksi pangan, khususnya padi bisa normal kembali pada tahun depan. Untuk itu, pihaknya mendorong Perum Bulog bisa menyerap gabah petani dengan target 2,4 juta ton. Jumlah tersebut harus dipenuhi agar pemerintah bisa menjaga inflasi dengan baik.
"Tidak hanya beras, tapi juga daging dan telur. Sekarang, kita sudah coba terobosan bantuan telur," katanya.
Sementara itu, Direktur Bisnis Perum Bulog Febby Novita menjelaskan pihaknya sudah menggelontorkan beras sebanyak 877.142 ton sampai Oktober 2023 untuk menjaga stabilisasi harga beras.
Bulog menyalurkan 411.000 ton beras dalam satu tahapan penyaluran bantuan. Hingga Desember, penyaluran bantuan pangan akan mencapai 1,2 juta ton beras.
"Dengan adanya bantuan pangan kepada 21 juta KPM akan mengurangi 2,1 juta orang masuk pasar, sehingga mampu meredam harga beras di pasar," katanya.
Direktur Irigasi Pertanian Direktorat Saranan Pertanian Kementerian Pertanian Rahmanto mengataka, ada dua strategi yaitu meningkatkan indeks pertanaman (IP) padi dan perluasan areal tanam dalam rangka meningkatkan produksi beras nasional.
IP lahan sawah irigasi rata-rata baru 1,68. Hanya lahan sawah di Bekasi, Karawang, dan Indramayu yang memiliki IP 2. "Kalau kami tingkatkan IP jadi 1,92 atau penambahan luas tanam 1.076.125 ha akan menyumbang produksi sebanyak 3,2 juta ton. Jadi, target peningkatan produksi bisa dengan mudah tercapai," katanya.
Ia mengatakan, sawah nonirigasi yang luasnya mencapai 3 juta ha saat ini bahkan memiliki rata-rata IP-nya hanya 1. Jika bisa dinaikkan IP menjadi 1,3, maka akan meningkatkan luas tanam menjadi 900 ribu ha atau luas panen 858.711 ha dengan tambahan produksi sebanyak 1,34 juta ton beras.
Langkah lain, menurut Rahmanto, adalah optimalisasi lahan rawa 1 juta ha. Dari lahan tersebut, ada potensi penambahan produksi sebanyak 3,1 juta ton. Selain itu, optimalisasi lahan tadah hujan seperti lahan perkebunan, Perhutani, dan tegalan masyarakat yang luasnya mencapai 7,6 juta ha.
"Jika bisa dioptimalkan 1 juta ha, maka akan menyumbang 2,9 juta ton. Karena itu, harus dioptimalisasi dengan pemanfaatan air tanah," ujarnya.
Direktur Serealia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Rachmat mengatakan pemerintah berupaya menggeser varietas yang memiliki produktivitas rendah dengan menyiapkan varietas unggul untuk meningkatkan produktivitas padi.
Petani saat ini masih banyak menanam varietas Ciherang dengan produktivitas hanya 5-6 ton/ha di sawah irigasi. Adapun pemerintah saat ini menyiapkan varietas Inpari 32 yang produktivitasnya bisa mencapai 7-8 ton/ha.
"Di lahan tadah hujan ada varietas Inpago 8. Di lahan rawa ada Inpara yang produktivitasnya bisa mencapai 4-8 ton/ha. Ini yang kita lakukan untuk meningkatkan produktivitas padi," katanya.