Pemerintah Akan Atur Pajak Bioskop hingga Perizinan Industri Film RI

Erick Thohir
Perintah Akan Atur Pajak hingga Harga Bioskop Sama di Semua Daerah
30/11/2023, 13.46 WIB

Pemerintah tengah menyiapkan kebijakan baru untuk mengembangkan industri film nasional. Salah satunya, dengan menetapkan standarisasi pajak film yang berlaku sama di setiap daerah.

"Pak Presiden akan mengumumkan sebuah kebijakan di mana kita sebagai negara berpihak kepada industri film nasional. Kita sebagai pemerintah menstandardisasi pajak film untuk di seluruh daerah," ujar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) ad interim Erick Thohir melalui akun Instagram resminya, Senin (27/11).

Selain itu, pemerintah juga berencana menaruh seluruh pungutan pajak bioskop pada satu pendanaan (fund) khusus untuk film nasional. Dengan begitu, seluruh pungutan pajak hingga harga karcis bioskop bisa sama di semua daerah.

"Nanti akan ditaruh satu fund untuk khusus film nasional," sambung Erick.

Untuk merealisasikan hal itu, diperlukan payung hukum yang jelas. Erick menyebut, harus ada aturan melalui peraturan presiden (perpres) yang bisa memayungi seluruh ekosistem perfilman tanah air, termasuk dari segi perpajakan, perizinan, hingga pendanaan.

"Sehingga juga kita ada titik akhirnya bagaimana proses dari keuangan itu sendiri mesti clear and clean," kata dia.

Erick merinci tiga masalah utama di industri perfilman, pembiayaan, pemasaran dan perizinan. Oleh sebab itu, peran serta Perusahaan Film Negara (PFN) dibutuhkan untuk membantu para pembuat film mencari investor potensial.

"Sementara untuk perizinan, saya bersama kementerian dan lembaga lain akan berkoordinasi untuk memangkas regulasi agar produksi film bisa lebih efisien," tulis Erick.

Pria yang merangkap sebagai Ketua Umum PSSI ini menilai terobosan dalam perizinan tersebut akan memberikan dampak besar dalam perkembangan industri film nasional.

"Saat ini, jumlah film yang tayang di bioskop didominasi film nasional, yakni 64%. Angka ini harus kita jaga kuantitas dan kualitasnya, agar film nasional tetap menjadi tuan rumah di negeri sendiri," pungkasnya.

Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Pajak (DJP) menyebut, pajak film merupakan salah satu objek pajak hiburan dan kesenian yang dikelola oleh Pemerintah Daerah (Pemda).

"Hal ini berdasarkan ketentuan UU nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD)," terang Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti.

Untuk itu, ia meminta pertanyaan teknis mengenai pengenaan pajak tersebut lebih tepat jika disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK).

"DJPK sebagai unit di Kementerian Keuangan yang memiliki tugas dan fungsi perumusan kebijakan pajak daerah," terangnya.

Sebagai informasi, UU Nomor 1 tahun 2022 mengatur pajak jasa kesenian dan hiburan seperti penyelenggaraan semua jenis tontonan, pertunjukkan dan permainan. Hal ini termuat dalam pasal 8 ayat (49).

Dalam hal ini, bisnis bioskop dikenakan objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), yang merupakan pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir, atau konsumen barang dan jasa.

Pada pasal 58 ayat (1) disebutkan, bahwa tarif PBJT paling tinggi sebesar 10% yang ditetapkan dengan melalui Peraturan Daerah (Perda). Pajak tersebut dihitung saat pembayaran atau konsumsi barang dan jasa dilakukan.

Sementara tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%. Hal ini diatur dalam pasal 58 ayat (2).

Adapun wajib pajak PBJT adalah pemilik atau pihak yang menguasai tempat, yang menyerahkan jasa kepada konsumen akhir, bukan penyedian jasa pemasaran atau pengelolaan melalui platform digital.

Reporter: Ferrika Lukmana Sari, Zahwa Madjid