Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 5,2% pada 2024, dan akan tetap stabil setahun berikutnya.
"Aktivitas perekonomian Indonesia terus berjalan dengan baik, dengan pertumbuhan PDB riil sebesar 4,9% pada 2023, yang akan meningkat menjadi 5,2% pada 2024. Konsumsi rumah tangga, akan tetap menjadi mesin utama perekonomian," tulis OECD dalam laporannya, dikutip Minggu (3/12).
Mengutip OECD Economic Outlook, perekonomian Indonesia tahun depan yang meningkat merupakan buah dari kondisi yang membaik tahun ini. PDB 2023 diprediksi mencapai 4,9%, mendekati tingkat rata-rata tahunan 5% yang dicapai sejak 2000.
Beberapa indikator juga menunjukkan adanya perbaikan permintaan. Sektor manufaktur misalnya, terus bertumbuh pada akhir kuartal III dengan laju yang lambat tetapi solid. Selain itu, tingkat hunian hotel pada Januari-Juli ahun ini telah melampaui tingkat sebelum pandemi Covid-19.
Jumlah pengangguran pun telah turun di bawah 8 juta, dan tingkat pengangguran berada di bawah 6%. Kemudian, terdapat juga tanda-tanda positif bagi investasi keuangan dalam jangka panjang, dimana Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat jumlah pencatatan saham baru terbesar keempat di dunia pada periode Januari-Oktober.
Namun, pembelian semen, serta impor mesin dan peralatan tercatat lebih rendah. Dua indikator ini dipandang OECD sebagai indikator utama investasi tetap, yang menyokong pertumbuhan ekonomi. Tantangan lain, hadir dalam bentuk pembiayaan perbankan kepada dunia usaha yangs sedikit lesu menjelang akhir tahun.
Meski ada penurunan pembelian semen, serta impor mesin dan peralatan, OECD tetap menilai Indonesia dalam jalur yang tepat untuk mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang stabil. Alasannya, koordinasi yang erat antara kebijakan fiskal dan moneter telah mendukung pertumbuhan dan ketahanan ekonomi.
Dampak dari enam langkah kenaikan suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI) sebelumnya semakin terlihat, dengan inflasi kini berada dalam kisaran target. Inflasi yang ditunjukkan dari indikator consumer price index (CPI) diperkirakan berada di level 3,6% tahun ini, dan kemudian akan turun menjadi 2,4% tahun depan.
"Berdasarkan asumsi pasar komoditas saat ini, dan jika ketegangan global tidak meningkat, BI kemungkinan akan melakukan penurunan suku bunga pertama pada pertengahan 2024. Mengingat revisi target inflasi tahun depan lebih ambisius, peralihan ke kebijakan moneter yang lebih akomodatif kemungkinan akan dilakukan secara hati-hati dan bertahap," tulis laporan OECD.
Indonesia diproyeksikan akan mempertahankan pertumbuhan yang cepat dan stabil selama periode proyeksi. Kondisi pasar tenaga kerja yang lebih baik, inflasi yang lebih rendah, dan perbaikan sentimen investor, akan mendukung konsumsi dan investasi. Hal ini akan mengimbangi gambaran perdagangan global yang suram. Selain itu, arus wisatawan yang tinggi, serta pengeluaran rata-rata, diperkirakan juga mendukung prospek ekonomi Indonesia.
Di sisi lain, risiko politik diperkirkan OECD akan terbatas. Sebab, Pemilu pada Februari 2024 mendatang kemungkinan tidak akan mengubah sikap kebijakan ekonomi secara keseluruhan.
Meskipun terdapat kemajuan dalam mendiversifikasi produk dan pasar ekspor, khususnya melalui perjanjian perdagangan preferensial dengan mitra lain yang tumbuh pesat, dan dalam mengembangkan pasar modal dalam negeri, Indonesia masih rentan terhadap risiko eksternal.
Hal ini mencakup ketegangan geopolitik di kawasan lain, perputaran pasar keuangan global yang tidak terduga, dan hambatan non tarif pada ekspor yang timbul dari peraturan mitra mengenai deforestasi dan pungutan penyesuaian batas karbon. OECD memandang beberapa elemen ini harus diwaspadai, karena dapat mengganggu prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Rekomendasi OECD
OECD menilai selama dua dekade di bawah pemerintahan demokratis, tata kelola sektor publik dan infrastruktur Indonesia telah mengalami kemajuan yang signifikan, sementara kerangka kebijakan makroekonomi telah memperoleh kredibilitas. Sumber daya yang cukup besar telah dialokasikan untuk memperbaiki infrastruktur, dan cukup berhasil.
Namun, dalam jangka menengah, tingkat pertumbuhan ekonomi tahunan rata-rata sebesar 5% mungkin tidak cukup untuk mengubah Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi pada tahun 2045, yang merupakan tujuan utama pemerintah Indonesia.
Untuk mencapai visi ini, rencana reformasi struktural baru yang komprehensif harus menghilangkan distorsi dalam bidang kebijakan seperti peraturan bisnis, keuangan, kepemilikan negara, dan persaingan usaha. Kemudian, mengurangi kesenjangan yang berkepanjangan dalam transparansi, dan kejelasan peraturan dibandingkan dengan negara-negara OECD.
Pemerintah Indonesia dinilai telah menunjukkan komitmen yang kuat terhadap disiplin fiskal, dan kini harus mengadopsi strategi fiskal jangka menengah yang konkrit, untuk memperoleh dividen demografi sebelum penuaan mulai menjadi masalah dalam waktu kurang dari satu dekade.
Mobilisasi pendapatan akan mendapat manfaat dari pendalaman reformasi perpajakan pada 2021, terutama dengan meningkatkan kepatuhan wajib pajak berpenghasilan tinggi.
Selain itu, reformasi subsidi energi harus mencakup kembalinya formula penetapan harga semi-otomatis yang diterapkan pada periode 2015-2018, berdasarkan indeks harga minyak internasional, nilai tukar, serta pajak dan biaya distribusi lainnya. Upaya lebih lanjut diperlukan dalam penerapan peraturan, termasuk melalui independensi yang lebih besar pada lembaga pengawas, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).