Hotman Paris Protes Pajak Hiburan Naik 40%-75%, Ini Kata DJP Kemenkeu

ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/foc.
Pengacara Hotman Paris Hutape saat mendatangi lokasi debat ketiga Pilpres 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1/2024). Debat kali ini bertemakan pertahanan, keamanan, hubungan internasional, globalisasi, geopolitik, dan politik luar negeri.
9/1/2024, 11.11 WIB

Pengacara kondang, Hotman Paris, melalui unggahan dalam akun Instagramnya memproteskan pajak pariwisata di Bali yang naik mencapai 40%-75%. Pajak yang dimaksud adalah Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan pada bisnis diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa.

Hotman Paris adalah salah satu pemilik bisnis hiburan seperti diskotek dan Atlas Beach Club di Bali.

“Mulai heboh di Bali! Pajak di bayar customer yang naik 40% sampai 75%! Pajak tertinggi di dunia! Siap-siap PHK dalam bidang bisnis pariwisata,” tulis Hotman Paris dalam unggahan akun pribadi Instagram miliknya @ Hotmanparisofficial, dikutip Selasa (9/1).

Melihat akun Instagram nya, pengacara kondang ini beberapa kali mengunggah postingan terkait protesnya terhadap kebijakan pajak tersebut. Bahkan ia membandingkan dengan negara Thailand yang justru turunkan pajak hiburan hingga 5%.

“Turis Thailand meningkat terus! Jika pariwisata menurun, maka masyarakat yang sengsara! Aduh Bali baru pulih dari corona sekarang ada ancaman pajak yang buat turis pilih negara lain,” ujarnya.

DJP Kemenkeu Buka Suara

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memberikan penjelasan terkait dengan tarif pajak hiburan yang diprotes Hotman Paris tersebut.

Direktur Penyuluhan, Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan, penerapan tarif pajak yang tergolong PBJT untuk jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa itu sudah sepenuhnya menjadi kewenangan daerah.

"Pajak hiburan pemda ya," kata Dwi saat ditemui di Jakarta, Senin (8/1).

Dwi menekankan, kewenangan diserahkan kepada peemrintah daerah karena sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (HKPD).

Dengan demikian, DJP tak ada peran untuk mengevaluasi ataupun mengawasi besarannya sesuai kondisi ekonomi nasional. “Itu sudah mutlak sesuai HKPD, tidak diatur pemerintahan pusat, semua kewenangan pemerintah daerah,” ujarnya.

Sebagai informasi, dalam Pasal 58 ayat 2 UU HKPD, disebutkan bahwa besaran PBJT atas jasa hiburan termasuk di antaranya jasa hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40%, dan paling tinggi 75%.

Reporter: Zahwa Madjid