Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri memperkirakan, jika Prabowo Subianto dan Gibran Rakabumi menang dalam Pilpres 2024, maka utang Indonesia bisa membengkak.
"Teman-teman bisa bayangkan enggak, kalau kebijakan Jokowi dilanjutkan Prabowo - Gibran, maka utang Indonesia bisa Rp 16.000 triliun [dalam] lima tahun," kata Faisal dalam acara bertajuk Political Economic Outlook 2024 di Jakarta, Sabtu (13/1).
Faisal menilai, pasangan Prabowo - Gibran kurang kerja keras dalam membangun negara. Sehingga utang negara bisa terus melonjak, tetapi yang bertanggung jawab justru rakyat itu sendiri.
"Yang bayar [utang] bukan mereka, karena utangnya untuk 20 tahun, 30 tahun dan 10 tahun," kata Faisal.
Tak hanya itu, generasi muda akan menanggung dan mewarisi utang tersebut. Dia meminta generasi muda, seperti generasi z untuk bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah.
"Jangan diem, terutama generasi Z. Karena, utang generasi sekarang, akan dibebankan kepada generasi Z, bukan saya. Praktis, saya nggak bayar pajak, karena pendapatan pensiunan sudah tidak ada," kata Faisal.
Dia bahkan menilai, bahwa kenaikan utang tersebut karena pemerintah membeli alat utama sistem senjata (alutsista) bekas seperti senjata, pesawat dan lainnya.
Strategi Prabowo Tangani Utang
Prabowo Subianto menekankan, bahwa tingkat utang luar negeri Indonesia masih aman, yang tercermin dari tingkat rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 40%. Hal ini diungkapkan Prabowo dalam Debat Capres Ketiga di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1).
Selain itu, rasio utang luar negeri Indonesia terhadap PDB masih menjadi salah satu yang terendah di dunia. "Jadi masih sekitar 40% dan banyak negara jauh di atas kita," ujar Prabowo.
Dengan kondisi tersebut, dia mendorong manajemen utang pemerintah harus prudent dengan pengelolaan yang baik. Hal ini dibarengi dengan strategi ekonomi yang tepat, terutama dalam menyasar sektor hilirisasi.
Melalui hilirisasi, bagi Prabowo, akan memperkuat posisi tawar Indonesia dengan negara lain. Sehingga, dia tidak terlalu khawatir negara lain akan melakukan intervensi akibat utang tersebut.
"[Dengan] hilirisasi, kita bisa mendapatkan keuntungan sebagai bangsa, perkuat posisi tawar kita. Saya, tak terlalu khawatir negara lain intervensi kita soal utang. Kita sangat dihormati tak pernah default dan gagal utang," ujar dia.
Selain itu, Prabowo mengusulkan, agar Indonesia memiliki sistem ketahanan yang kuat sehingga tidak bisa diintervensi negara lain. Sebab, dengan ketahanan tersebut Indonesia juga akan dihormati oleh negara lain.
"Kita amankan kekayaan kita, amankan ekonomi kita, amankan pembangunan kita menuju Indonesia makmur, Indonesia kaya," ujar Prabowo.
Pemerintah Pastikan Utang RI Masih Aman
Utang pemerintah tercatat sudah mencapai Rp 8.041 triliun hingga akhir tahun 2023. Kendati sudah melonjak tinggi, pemerintah menilai angka tersebut masih berada dalam batas aman.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Suminto menekankan agar utang jangan hanya dilihat dari sisi nominal. Namun juga dilihat dari berbagai indikator portofolio utang, termasuk risiko utang.
Indikator lainnya, adalah rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Dengan rasio utang RI terhadap produk PDB berada di level 38,11%, maka masih jauh dari batas rasio utang berdasarkan UU Keuangan Negara yang mengamanatkan tidak boleh lebih dari 60%.
"Per akhir November ada di 38,11%. Turun dari posisi Desember 2022 sebesar 39,7% dan puncaknya saat pandemi pada Desember 2021 yaitu 40,7%," jelas Suminto dalam konferensi pers realisasi APBN 2023 di Jakarta (2/1).
Demikian juga indikator risiko lain mengalami peningkatan. Misalnya dari sisi currency risk, proporsi utang RI dalam bentuk valas juga terus menurun.
Sebelum pandemi Covid-19, outstanding utang pemerintah terhadap mata uang asing atau foreign currency sebesar 37,9% dan mencapai 41% pada 2018. Sementara hingga November 2023, outstanding utang pemerintah terhadap foreign currency hanya 27,5%.
Dengan demikian, dari sisi currency risk dinilai sudah lebih baik. Sementara dari sisi refinancing risk, average time to maturity atau rata-rata tenor dari utang pemerintah juga cukup panjang sekitar 8,1 tahun.
"Dari sisi market risk yang lain, risiko suku bunga di mayoritas utang pemerintah sekitar 82% juga fix rate sehingga tidak terlalu sensitif terhadap gerakan suku bunga yang ada di market,” ujar Suminto.