BI Prediksi Laju Kredit Perbankan Melambat di Awal 2024, Ini Sebabnya

Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Gedung Bank Indonesia (BI), Jalan M. H Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2020).
23/1/2024, 14.30 WIB

Bank Indonesia (BI) memperkirakan penyaluran kredit baru pada awal 2024 akan tumbuh melambat daripada kuartal keempat 2023. Perlambatan terjadi seiring dengan kebijakan kredit yang ketat dari perbankan. 

Dalam survei perbankan yang dilakukan Bank Indonesia, memperkirakan, kebijakan penyaluran kredit pada awal tahun ini sedikit lebih ketat dibandingkan kuartal keempat 2023. Hal ini terindikasi dari Indeks Lending Standard (ILS) kuartal pertama 2024 yang bernilai positif sebesar 0,3%.

“Standar penyaluran kredit yang lebih ketat dibandingkan triwulan sebelumnya diprakirakan terjadi pada hampir seluruh jenis kredit, kecuali KPR/KPA,” tulis riset BI dikutip Selasa (23/1).

BI menyebut, mayoritas aspek kebijakan kredit diprakirakan mengetat dibandingkan triwulan sebelumnya, khususnya perjanjian kredit dan agunan. Sementara itu, kebijakan plafon kredit diperkirakan lebih longgar.

“Adapun kebijakan suku bunga kredit dan biaya persetujuan kredit diperkirakan tetap longgar,” tulis riset BI. 

Dari sisi saldo bersih tertimbang (SBT) penyaluran kredit baru, BI juga memperkirakan ada perlambatan pada kuartal pertama 2024 sebesar 44,6%. Nilai ini lebih rendah dibandingkan SBT 96,1% pada triwulan sebelumnya.

“Prakiraan tersebut sejalan dengan pola historis realisasi pertumbuhan kredit baru,” dalam riset BI. 

Kredit Modal Kerja Menjadi Prioritas

Adapun prioritas utama responden dalam penyaluran kredit baru pada kuartal pertama 2024 adalah kredit modal kerja, diikuti oleh kredit investasi dan kredit konsumsi.

Sementara pada jenis kredit konsumsi, penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) atau kredit pemilikan apartemen (KPA) masih menjadi prioritas utama, diikuti oleh kredit multiguna dan KKB.

Berdasarkan sektor, penyaluran kredit baru pada triwulan I 2024 diprioritaskan pada sektor industri pengolahan, sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor perantara keuangan.

Seperti diketahui, pengolahan data ini menggunakan metode SBT yakni jawaban responden dikalikan dengan bobot kredt (total 100%). Selanjutnya, dihitung selisih antara persentase responden yang memberikan jawaban meningkat dan menurun.

Selain itu, sampel dipilih secara tetat kepada 40 bank umum yang mencakup sekitar 80% total aset perbankan nasional. Survei ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kebijakan kredit perbankan, pendanaan, penentuan suku bunga dan permintaan serta penawaran kredit.

Adapun Indeks Lending Standard (ILS) menggunakan STB berdasarkan bobot kredit responden terhadap total kredit responden dan bobot jawaban yakni lebih ketat (1), sedikit lebih ketat (0,5), tidak berubah (0), sedikit lebih longgar (-0,5), lebih longgar (-1). Nilai SBT lebih dari 0 berarti ketat, dan SBT kurang dari 0 berarti lebih longgar.

Reporter: Zahwa Madjid