Prabowo Subianto akan segera merealisasikan program makan siang gratis jika resmi dilantik menjadi presiden pada Oktober 2024 mendatang. Namun sejumlah ekonom memperkirakan program tersebut tidak akan memberikan efek signifikan terhadap ekonomi Indonesia.
Ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai, secara agregat, perekonomian pasti akan terdorong karena ada pengeluaran pemerintah dalam program makan siang tersebut. “Sesuai teorinya, secara agregat akan meningkat nilai Gross Domestic Product (GDP)-nya,” ujar Nailul kepada Katadata.co.id, Jumat (16/2).
Nailul memperkirakan, multiplier effect atau efek gandanya hanya akan bersifat terbatas dan tidak signifikan. Karena, tanpa ada anggaran dari pemerintah, hampir semua orang juga makan siang. “Jadi hanya memindahkan sumber uang untuk makan siang dari kantong pribadi masyarakat, dipindah dari kantong pemerintah,” ujarnya.
Untuk itu, dia menyarankan agar anggaran makan siang gratis bisa difokuskan pada program prioritas lain. Seperti sektor pendidikan atau stimulus ke sektor usaha UMKM secara langsung.
Selain itu, Nailul juga menanggapi terkait rencana Prabowo untuk memangkas subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk mendanai program makan siang gratis tersebut.
“Dampaknya bisa negatif jika subsidi BBM dipangkas [untuk program makan siang gratis]. Akibatnya, inflasi tinggi, masyarakat tidak bisa konsumsi barang lagi. Akhirnya mereduksi konsumsi rumah tangga,” ujarnya.
Program Makan Siang Perlu Ditinjau Ulang
Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy justru menyarankan, agar program tersebut perlu ditinjau ulang. Apakah skema pembagian makan siang gratis ini akan melibatkan banyak UMKM atau justru tersentralisasi, yang kemudian diarahkan dari pusat dan dikoordinasikan ke masing-masing daerah.
“Karena sekali lagi, desain dari kebijakan ini juga tentu akan menentukan besar dampak yang diberikan,” ujar Yusuf kepada Katadata.co.id, Jumat (16/2).
Selain itu, yang tak kalah penting terkait tujuan yang disasar pemerintah dari program ini. Dengan desain yang jelas, maka program ini bisa diukur dan dievaluasi terkait dampaknya ke depan.
Desain program ini juga menentukan anggaran yang akan dikeluarkan pemerintah. Pada 9 November 2023 lalu, Yusuf sempat menyebut, adanya perbedaan harga produk antara wilayah di Indonesia sehingga akan memengaruhi anggaran yang dikeluarkna.
“Kalau kita bicara konteks, tentu akan ada perbedaan harga karena tidak semua daerah di Indonesia punya sentra produksi yang sama untuk komoditas atau bahan pangan tertentu dan selisih inilah yang tentu akan ditanggung pemerintah dalam menjalankan program ini,” katanya.
Dari segi anggaran, menurut Yusuf, Prabowo harus mempertimbangkan bagaimana kapasitas fiskal dalam menampung beban anggaran pada program makan siang ini. "Apakah tambahan belanja ini juga bisa ditutupi oleh penerimaan yang cukup sehingga kondisi APBN tidak melenceng dari target pengelolaan APBN dalam jangka menengah," kata Yusuf.
Diminta Prioritaskan Program Pendidikan
Direktur Celios Bhima Yudhistira menilai makan siang gratis bukan program yang memiliki urgensi tinggi. Masih banyak kebutuhan yang lebih mendesak, salah satunya percepatan penurunan angka stunting yang masih 21,6%.
Selain itu, Prabowo juga perlu membuat skala prioritas untuk proyek Presiden Joko Widodo yang tidak perlu dilanjutkan. Dengan begitu, efisiensi dan efektivitas belanja pendidikan bisa lebih baik.
Menurutnya, masalah belanja pendidikan yang mencapai 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai sesuatu yang nyata, namun masih banyak pengeluaran untuk rapat dan perjalanan dinas.
"Mohon pak Prabowo bisa memangkas belanja belanja yang tidak jelas dan tidak langsung ke sasaran. Jangan bicara makan siang gratis dulu, banyak ibu dan bayi yang lebih butuh bantuan,” kata Bhima Kamis (9/11/23).
Tak hanya itu, terdapat program sekolah gratis yang justru lebih mendesak. Bahkan Bhima menyarankan untuk menggratiskan uang kuliah tunggal atau UKT untuk perguruan tinggi negeri di seluruh Indonesia.
“Negara Chili saja sudah mulai progresif menggratiskan perguruan tinggi, Indonesia masih tertinggal. Tapi saran buat pak Prabowo perlu dicari dari mana uangnya. Program bapak Prabowo sangat banyak,” kata Bhima.