Gara-gara Inflasi, Harga Properti Residensial RI Makin Mahal

ANTARA FOTO/Hana Dewi Kinarina/Ak/YU
Pekerja merapikan tanah dengan alat berat di salah satu proyek apartemen di daerah Sudirman, Jakarta, Senin (20/11/2023). Berdasarkan survei BI, Indeks Harga Properti Residensial triwulan III 2023 meningkat sebesar 1,96 persen dibandingkan tahun lalu dengan modal utama pengembang berasal dari pembiayaan nonperbankan, yaitu dana internal sebesar 73,46 persen.
19/2/2024, 15.06 WIB

Harga properti residensial di Indonesia makin mahal seiring dengan meningkatnya laju inflasi pada triwulan IV 2023. Hal ini tercermin dari Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI). Adapun residensial merupakan properti yang digunakan sebagai tempat tinggal atau hunian. 

Bank Indonesia melaporkan, bahwa Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) meningkat 1,74% secara tahunan (yoy) pada triwulan IV 2023, walaupun kenaikannya lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,96% yoy.

Selain itu, peningkatan IHPR juga tertahan oleh kenaikan harga properti tipe kecil yang naik 2,15%. Lalu tertahan oleh kenaikan harga rumah tipe menengah dari 2,44% pada triwulan III 2023 menjadi 1,87% pada akhir tahun 2023. 

“Kemudian harga rumah tipe besar tumbuh 1,58% yoy, lebih rendah dibandingkan kenaikan triwulan sebelumnya 1,70%, yoy,” tulis survei BI dikutip Senin (19/2).

Berdasarkan 18 kota yang diamati, sepuluh kota mengalami peningkatan IHPR sementara delapan lainnya mengalami perlambatan. Kenaikan harga properti terutama terjadi di di Kota Pontianak (3,57% yoy), Banjarmasin (0,70% yoy), dan Manado (0,32%, yoy).

Sebaliknya, perlambatan pertumbuhan harga properti terutama terlihat signifikan di tiga kota lain. Di antaranya Kota Balikpapan (0,78%, yoy), Yogyakarta (0,77%, yoy), dan Bandung (0,73%, yoy).

Naik Terbatas Karena Tekanan Inflasi

Secara triwulanan, harga properti residensial primer pada triwulan IV 2023 juga terindikasi meningkat terbatas sebesar 0,25% secara kuartal, atau lebih rendah dibandingkan perkembangan harga pada kuartal sebelumnya 0,48%.

Hal tersebut disebabkan oleh kenaikan harga yang lebih rendah di seluruh tipe rumah pada triwulan IV 2023 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kenaikan harga rumah tipe kecil 0,36%, tipe menengah 0,17%, dan tipe besar 0,25%.

Dalam survei tersebut, dijelaskan bahwa perkembangan harga properti residensial pada triwulan IV 2023 sejalan dengan tekanan inflasi pada Indeks Harga Konsumen (IHK) kelompok bahan bangunan yang terindikasi melemah.

"Hal ini tercermin dari inflasi tahunan untuk IHK Subkelompok Pemeliharaan, Perbaikan, dan Keamanan Tempat Tinggal/Perumahan pada Desember 2023 sebesar 0,73% yoy, lebih rendah dari 1,56% yoy pada triwulan III 2023," tulis survei tersebut.

Penjualan Properti Residensial Laris Manis di 2023

Meski harga makin mahal, tapi penjualan properti residensial di pasar primer justru meningkat 3,37% yoy pada triwulan IV 2023. Nilai ini membaik signifikan dari triwulan sebelumnya yang terkontraksi 6,59% yoy.

Peningkatan penjualan properti terjadi pada seluruh tipe rumah, terutama tipe menengah naik 6,29% yoy dan tipe besar naik 19,93% mtm. Sementara untuk rumah tipe kecil lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya meski masih berada dalam zona kontraksi 1,60% yoy.

Sejumlah faktor yang menghambat penjualan properti residensial primer antara lain karena masalah perizinan/birokrasi (33,62%), suku bunga KPR (28,07%), proporsi uang muka yang tinggi dalam pengajuan KPR (22,83%) dan perpajakan (15,47%).

Adapun sumber pembiayaan pembangunan properti residensial mayoritas berasal dari nonperbankan, khususnya dana internal perusahaan dengan pangsa sebesar 72,82%. Sumber pembiayaan lain yang menjadi preferensi pengembang seperti pinjaman perbankan (16,07%) dan pembayaran dari konsumen (7,14%).

Sementara dari sisi konsumen, skema pembiayaan utama dalam pembelian rumah primer adalah Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dengan pangsa sebesar 75,89% dari total pembiayaan, diikuti oleh pembayaran tunai bertahap (17,24%) dan tunai (6,73%).

Metode Survei Properti Residensial

SHPR merupakan survei triwulanan yang dilakukan terhadap sampel pengembang proyek perumahan di 16 kota yaitu Jabodebek dan Banten, Bandung, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Manado, Makasar, Denpasar, Pontianak, Banjarmasin, Bandar Lampung, Palembang, Padang, Medan, Batam dan Balikpapan.

Pada pelaksanaan SHPR triwulan I 2018 terdapat tambahan dua kota yaitu kota Pekanbaru dan Samarinda sehingga total cakupan kota pelaksana SHPR menjadi 18 kota. Pengumpulan data dilakukan secara langsung mencakup data harga jual rumah, jumlah unit rumah yang dibangun dan dijual pada tiap triwulan serta perkiraan harga jual rumah pada triwulan berikutnya.

Mulai triwulan I 2018, metode penghitungan penjualan properti residensial dilakukan perubahan dari akumulasi penjualan menjadi penjualan pada triwulan survei. Lalu pada triwulan III 2022 terdapat penyesuaian metodologi pada tahun dasar dari 2002=100 menjadi 2018=100. Selain itu, terdapat penyesuaian metode perhitungan bobot berdasarkan nilai agunan KPR pada bank.

Reporter: Zahwa Madjid