Kementerian Keuangan akan merevisi skema insentif pembebasan pajak atau tax holiday. Revisi aturan ini seiring rencana penerapan pajak minimum global atau global minimum tax pada 2025.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu menjelaskan, pemerintah akan menerapkan pajak minimum global dengan tarif efektif 15%, Dengan demikian, ketentuan tax holiday yang diatur dalam Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130 Tahun 2020 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan (PPH) Badan perlu diubah.
“Kalau untuk konteks Indonesia berarti kalau pajak penghasilan atau PPh Badan kita adalah 22% maka tax holiday-nya maksimum sampai 15%. Jadi kita bisa berikan insentif 7%, 22% dikurangi 15%,” kata Febrio di Kantor Kemenkeu, Jumat (4/10).
Febrio menjelaskan tax holiday berupa pembebasan PPh Badan bagi perusahaan yang berinvestasi di Indonesia tak akan lagi sampai 100% dengan penerapan pajak minimum global sebesar 15%. Namun, menurut dia, Kemenkeu akan menyiapkan insentif alternatif lainnya untuk mengkompensasi tarif tersebut.
Menurut dia, detail kebijakan tax holiday yang baru masih terus dibahas bersama Kementerian Investasi, dan pelaku usaha. Dia menekankan insentif alternatif tax holiday masih berupa insentif pajak bukan nonfiskal.
"Majority fiscal masih tetap akan ada, tapi bentuknya bukan tax holiday lagi yang sampai nol. Tax holiday-nya sampai yang 7% itu kalau untuk Indonesia," ujarnya.
Apa Itu Pajak Minimum Global?
Pajak minimum global 15% merupakan hasil kesepakatan Pilar 2: Global Anti Base Erosion dengan negara-negara sepakat menerapkan tarif minimum pajak untuk perusahaan multinasional. Hal ini bertujuan untuk mengurangi praktik perusahaan yang memindahkan keuntungan ke negara-negara dengan pajak rendah.
Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono mengatakan negara-negara yang tergabung dalam inclusive framework on BEPS menyepakati solusi Pilar 2. Solusi tersebut terdiri dari ketentuan pajak minimum global dan subject to tax rules atau STTR.
Thomas mengatakan, pajak minimum global saat ini diterapkan di lebih dari 40 negara di dunia, termasuk Vietnam, Australia, Jepang. Korea, dan Uni Eropa. Indonesia juga akan menerapkan ketentuan pajak minimum global dalam ketentuan domestik.
“Penerapan Pilar 2 bukan lagi merupakan pilihan bagi Indonesia. Bila Indonesia tidak menerapkan pilar 2, maka potensi pajak akan diambil negara lain. Ini sama saja mensubsidi negara lain,” kata Thomas.
Thomas menyebutkan penerapan pajak minimum global di Indonesia berpotensi menambah penerimaan pajak bagi negara sekitar Rp 3,8 triliun hingga Rp 8,8 triliun. Potensi pajak tersebut akan berasal dari pengenaan top-up tax dari peraturan pajak minimum global 15%.
Keponakan presiden terpilih Prabowo Subianto itu menjelaskan penyelarasan kebijakan pajak domestik dengan kerangka kerja perpajakan internasional sangat berperan dalam menciptakan iklim bisnis serta investasi yang lebih adil dan transparan dalam kerja sama ekonomi global. Iklim investasi yang baik serta fiskal yang sehat menurutnya berperan penting penting dalam mendukung agenda pembangunan nasional yang berkelanjutan.