Indef Ragukan Ekonomi RI Tumbuh 5,12%, Nilai Data BPS Tak Sesuai Realita

ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/YU
Pedagang melayani warga yang berbelanja ikan kering di pasar tradisional di Denpasar, Bali, Selasa (5/8/2025). Badan Pusat Statistik Provinsi Bali mendata ekonomi Bali pada triwulan II-2025 tumbuh sebesar 5,95 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2024, pertumbuhan tertinggi tercatat pada lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 13,93 persen.
6/8/2025, 13.55 WIB

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mempertanyakan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025. Meski Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan mencapai 5,12% secara tahunan atau year on year (yoy), Indef menilai angka tersebut tidak mencerminkan kondisi ekonomi yang sebenarnya.

“Ini menjadi salah satu pertanyaan padahal tidak ada momentum ramadan, tetapi kenapa ada kenaikan yang cukup tinggi,” kata Ekonom Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho dalam Diskusi Indef, Rabu (6/8).

Menurut Andry, angka pertumbuhan tersebut berbeda jauh dari proyeksi banyak ekonom dan analis perbankan yang memperkirakan ekonomi hanya tumbuh di bawah 5%. Ia bahkan mempertanyakan kemungkinan adanya anomali data atau bahkan intervensi dalam penghitungan.

Kinerja Industri Dipertanyakan

Indef bahkan mencoba mengkonfirmasi soal industri pengolahan yang memberikan banyak kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) kuartal II 2025. Berdasarkan data BPS, pertumbuhan industri pengolahan mampu mencapai 5,68% dengan kontribusinya terhadap PDB hingga 18,67%.

Begitu juga pertumbuhan sektor pertanian 1,65% dengan kontribusi 13,83% terhadap PDB 13,83%, perdagangan dengan pertumbuhan 5,37% dan kontribusi 13,02% terhadap PDB, konstruksi dengan pertumbuhan 4,98% dan kontribusi 9,48% terhadap PDB, dan industri pertambangan tumbuh 2,03% dengan kontribusi 8,59% terhadap PDB.  

“Tapi ketika kami coba untuk konfirmasi pengusaha, justru triwulan II tidak terlihat begitu tinggi,” kata Andry.

Bahkan, Andry menyebut fenomena “rombongan jarang beli” alias Rojali dan "rombongan hanya nanya" atau Rohana, menjadi salah satu yang dorong kinerja dari perdagangan atau industri retail menurun. Bahkan tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.

Alarm Bahaya dari Indikator Ekonomi

Ekonom Senior Indef, M Fadhil Hasan juga mempertanyakan hasil penghitungan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2025. Ia meminta pemerintah bisa lebih terbuka menjelaskan kondisi ekonomi RI yang sebenarnya.

Menurut Fadhil, banyak sekali alarm bahaya yang muncul dari sejumlah indikator ekonomi. Beberapa indikator yang disorot:

  • PHK meningkat: Data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan jumlah pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) pada semester I 2025 mencapai 42.385 orang, naik 32% dibandingkan periode sebelumnya.
  • Penerimaan PPN dan PPnBM turun: Kementerian Keuangan mencatat penerimaan dari dua jenis pajak ini hanya mencapai Rp 267,3 triliun, atau 28,3% dari target APBN 2025, dan terkontraksi 19,7% dibandingkan tahun lalu.

Untuk itu, Fadhil mendesak pemerintah bisa lebih transparan dan akuntabel dalam hal pendataan tentang pertumbuhan ekonomi tersebut.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Rahayu Subekti