IMF Proyeksikan Defisit APBN 2025–2026 Melebar, Lampaui Target Pemerintah
Dana Moneter Internasional atau IMF memproyeksikan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) Indonesia melebar pada 2025 dan 2026. Bahkan proyeksi ini lebih besar dari target defisit yang sudah ditetapkan pemerintah.
Berdasarkan pernyataan resminya, tim IMF yang dipimpin oleh Maria Gonzales mengatakan defisit fiskal RI akan melebar menjadi sekitar 2,8% dari produk domestik bruto pada 2025. Pada 2026 akan bertambah menjadi 2,9% dari PDB.
Proyeksi ini lebih besar dibandingkan target defisit APBN yang sudah ditetapkan pemerintah pada 2025 sebesar 2,78% dari PDB. Untuk 2026, pemerintah membidik defisit APBN turun menjadi 2,68% dari PDB.
Rekomendasi IMF
Dengan adanya proyeksi ini, IMF menyarankan pemerintah Indonesia untuk mengelola anggaran lebih cermat. Khususnya dalam mengamankan target anggaran pemerintah untuk memberikan dukungan fiskal bagi perekonomian.
“Ini sekaligus menjaga ruang fiskal untuk digunakan jika risiko negatif terjadi,” kata Gonzales dalam laman resmi IMF dikutip Rabu (19/11).
Badan itu juga berpendapat untuk menjaga risiko fiskal tetap terkendali akan membutuhkan pengelolaan fiskal yang berkelanjutan dan cermat. Begitu juga dengan pengawasan yang ketat terhadap operasi kuasi fiskal.
Langkah memaksimalkan pendapatan negara juga bisa mendukung kondisi fiskal. Namun hal ini perlu dilakukan dengan fokus mewujudkan belanja pemerintah yang berkualitas serta efisiensi.
“Belanja berkualitas tinggi dan efisiensi akan semakin meningkatkan efektivitas kebijakan fiskal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi,” kata Gonzales.
Janji Jaga Defisit di Bawah 3%
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan pemerintah akan menjaga kondisi fiskal tetap sehat. Ia menegaskan komitmen untuk mempertahankan defisit APBN di bawah 3% terhadap PDB.
Pemerintah akan terus mengelola keuangan negara secara hati-hati agar tetap berada dalam batas aman. Menurut Purbaya, lembaga pemeringkat utang umumnya menilai kemampuan fiskal sebuah negara berdasarkan dua hal utama, yakni kemauan dan kemampuan untuk membayar utang.
“(Bayar utang) mau atau mampu? Dia akan memakai berbagai macam indikator, tapi sebenarnya hanya dua itu,” katanya, Selasa (28/10).
Menurut Purbaya, dua indikator utama dalam menilai kesehatan fiskal adalah rasio defisit terhadap PDB dan rasio utang terhadap PDB. Lembaga pemeringkat internasional biasanya menetapkan batas defisit terhadap PDB sebesar 3% dan rasio utang terhadap PDB sebesar 60% sebagai ambang aman.
Purbaya memastikan posisi Indonesia masih berada di bawah batas tersebut, dengan defisit di bawah 3% dan rasio utang di bawah 40%. Kondisi ini menunjukkan kebijakan fiskal Indonesia masih tergolong hati-hati dan sesuai standar internasional yang ketat.