Tawaran Jalan Keluar Kemelut Bumiputera

Arief Kamaludin (Katadata)
Penulis: Irvan Rahardjo
11/2/2018, 09.00 WIB

Skema restrukturisasi Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 akhirnya batal. Kerja sama dengan PT Bumiputera Investasi Indonesia Tbk alias PT Evergreen Invesco Tbk sudah diakhiri. AJB Bumiputera yang  setahun dalam kondisi  run off (berhenti menerima pemegang polis baru, hanya menerima premi lanjutan  dan membayar penebusan polis lama), bakal kembali beroperasi normal.

AJB Bumiputera telah menandatangani akte pembatalan perjanjian dengan Evergreen pada 10 Januari 2018. Kabar tersebut disambut positif oleh banyak pihak yang selama ini menyangsikan skema yang ada.

Dengan pembatalan tersebut, AJB Bumiputera akan mengembalikan uang investor terkait pengambilalihan perusahaan asuransi baru PT Asuransi Jiwa Bumiputera yang berada di bawah payung Evergreen. Total uang yang sudah diterima yaitu Rp 537 miliar dengan sebagian aset Bumiputera menjadi agunan bank, Rp 100 miliar digunakan untuk  pembentukan PT  Bumiputera, dan Rp 297 miliar untuk membayar pesangon karyawan yang dipindahkan ke PT Bumiputera.

Di sisi lain, Evergreen akan mengembalikan hak-hak yang sebelumnya diberikan AJB Bumiputera, di antaranya penggunaan infrastruktur dan sumber daya Bumiputera. Saat ini, PT Asuransi Jiwa Bumiputera telah bersalin nama menjadi PT Asuransi Jiwa Bhinneka.

AJB Bumiputera mendapatkan lagi warisan historisnya tapi kerusakan akibat skema restrukturisasi sudah terjadi. Butuh waktu lama untuk memulihkan.

Hari ini eskalasi konflik horizontal terjadi di banyak kantor cabang antara karyawan yang semula bermigrasi ke PT Asuransi  Bumiputera dan yang memilih bertahan memperebutkan warisan sejarah Bumiputera. Pihak PT Asuransi Bumiputera mencoba menghalangi para agen kembali ke AJB Bumiputera.

Para agen diperingatkan untuk tidak pindah dengan ancaman kehilangan hak-hak normatif keagenan yang selama ini diperoleh. Agen-agen yang ingin hengkang dari PT Bumiputera kembali ke AJB Bumiputera diancam dengan sejumlah aturan terkait ketenagakerjaan dan kode etik keagenan. 

Restrukturisasi menyebabkan berakhirnya keberadaan badan usaha mutual. Padahal, bentuk badan usaha  terbukti telah bertahan lebih dari seratus  tahun. Studi Sigma SwissRe 2016 menunjukkan bahwa bentuk usaha mutual terbukti lebih tahan menghadapi krisis.

Bagaimana memperbaiki kerusakan yang terjadi agar tidak berkelanjutan dan memberikan sentimen negatif kepada pasar?

Pertama, OJK mengakhiri Pengelola Statuter (PS) yang terbukti tidak menunjukkan perbaikan kinerja sejak ditugaskan mengambil alih pengelolaan AJB Bumiputera pada 21 Oktober 2016.

Berdasarkan Pasal 9 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK, Pasal 62 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, dan Peraturan OJK Nomor 41/POJK.05/2015 tentang Tata Cara Penetapan Pengelola Statuter Pada Lembaga Jasa Keuangan, PS telah melaksanakan beberapa inisiatif, di antaranya rencana penerbitan saham baru (rights issue) senilai Rp 40 triliun melalui PT Evergreen Invesco Tbk. Prospektus lengkapnya diterbitkan dan dipublikasikan pada 31 Oktober 2016 untuk dilaksanakan sebelum akhir 2016, namun tidak berwujud.

Jumlah dana yang ditargetkan dari rights issue terus berubah-ubah dari semula Rp 40 triliun turun menjadi Rp30 triliun, lalu Rp 10 triliun, dan terakhir Rp 4 triliun sebelum dinyatakan batal. Setelah melalui proses trial and error, PS mengambil langkah berupa private placement (penempatan langsung) yang dilakukan oleh investor lokal yang kemudian hanya isapan jempol.

Kompetensi dan integritas beberapa anggota PS tidak sesuai dengan POJK nomor: 4/POJK.05/2013  tentang penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama perusahaan perasuransian. Selain gagal mendatangkan investor, PS juga gagal membangkitkan bisnis Bumiputera, tercermin dari pendapatan premi selama di bawah kendali PS.

[Artikela-artikel terkait: 1. Pertaruhan “Akrobat” Penyelamatan Bumiputera; 2. Pengelola Statuter Bumiputera Kaji Ulang Skema Penyelamatan; 3. Setahun Restrukturisasi AJB Bumiputera Masih Jalan di Tempat; 4. Batal Lanjutkan Restrukturisasi, AJB Bumiputera Beroperasi Lagi]

Pendapatan premi Bumiputera setelah diambil alih oleh OJK dengan membentuk PS sepanjang 2017 ternyata hanya Rp 269 miliar, atau rata-rata per bulan hanya Rp 22,42 miliar. Sama sekali jauh dari target minimal pendapatan premi yang ditetapkan manajemen baru Rp 3 triliun. Apalagi jika dibandingkan dengan pendapatan premi rata-rata Bumiputera sebelum restrukturisasi ala OJK yang mencapai Rp 6 triliun per tahun atau Rp 500 miliar per bulan.

OJK tidak dapat berpangku tangan dengan dalih PS diangkat oleh OJK rezim sebelumnya dan membiarkan bola panas ditangan PS. Bongkar-pasang restrukturisasi AJB Bumiputera yang tak berkesudahan tanpa prospek jelas hanya menimbulkan ketidakpastian bagi pemegang polis.

Pengalaman demutualisasi MetLife USA yang memunculkan gugatan class action dari para pemegang polis senilai US$ 50 juta pada 2009 patut menjadi pelajaran bagi OJK agar ekstra hati-hati  dalam menangani restrukturisasi. Penggugat menyatakan telah terjadi kecurangan pada saat melakukan pengalihan dari mutual ke bentuk perseroan dengan pernyataan menyesatkan kepada pemegang polis agar menyetujui pengalihan bentuk usaha.

Terlebih, kini OJK tengah menuai gugatan yang dilayangkan PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya (dalam proses pailit) atas tindakan pencabutan izin usaha dan dipailitkan senilai Rp 5,4 triliun. Gugatan terdaftar dengan No.6 43/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kuasa hukum PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya mengatakan OJK telah bertindak sewenang-wenang. Penggugat tidak dapat menerima tindakan OJK mencabut izin usaha dan mempailitkan penggugat.

Kedua, mengembalikan fungsi BPA  (Badan Perwakilan Anggota) yang merupakan organ tertinggi dalam badan usaha mutual. Sebab, tindakan hukum pada badan usaha yang belum diatur oleh undang-undang bukan dengan membuat penetapan pengambilalihan melalui PS.

Pembentukan PS yang berlandaskan peraturan OJK dan tindakan yang dilakukan PS tidak sesuai dengan UU yang secara hirarki berada di atasnya. Pengalihan aset terlebih dahulu harus mendapat persetujuan dari BPA sebagai wakil pemegang polis sesuai ketentuan anggaran dasar.

Ketiga, menyelenggarakan referendum terhadap seluruh anggota usaha bersama mengacu pada ketentuan anggaran dasar untuk menentukan kelanjutan dari usaha bersama dengan mengingat kondisi perusahaan saat ini dan tantangan ke depan. Referendum harus dilakukan dengan sangat hati-hati didahului dengan sosialisasi dan edukasi kepada  semua pemegang polis agar menyadari kedudukan mereka sebagai pemilik perusahaan dan konsekuensinya.

Sebagai perbandingan, MetLife USA menyelenggarakan pemungutan suara demutualisasi kepada 11 juta pemegang polis pada tahun 2000. Hasilnya, 2,76 juta menggunakan hak pilih, 2,57 juta di antaranya menyetujui demutualisasi.

Keempat, membentuk payung hukum usaha bersama. Putusan Mahkamah Konstitusi RI perkara Nomor 32/PUU-XI/2013 perihal uji materi Pasal 7 Ayat 3 UU Nomor 2/1992 tentang Perasuransian 3 April 2014, memerintahkan agar mutual diatur dalam bentuk UU tersendiri yang hingga kini belum kunjung terwujud.

Menurut UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, pengaturan mutual adalah domain pemerintah, bukan domain OJK. Bumiputera dilahirkan dengan dasar hukum Staatsblaad 1870 pemerintah Hindia Belanda.

Beberapa hal yang perlu diatur di antaranya keanggotaan BPA yang lebih representatif dan akuntabel dengan jumlah pemegang polis. Salah satu penyebab mismanagement AJB Bumputera adalah tidak berjalannya check and balances lantaran terjadi praktek incest yaitu BPA diangkat oleh direksi dan sebaliknya direksi diangkat oleh BPA.

Kelima, pemerintah tidak mengulangi kesalahan yang sama dengan abai terhadap program penjaminan polis amanat UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian yang belum terbentuk setelah lewat batas waktu tiga tahun yang ditentukan. Program penjaminan polis dapat dilakukan dengan amandemen UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai undang undang untuk penjaminan simpanan nasabah bank sekaligus perlindungan pemegang polis asuransi. 

Penangangan AJB Bumiputera merupakan pertaruhan bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo, apakah tetap konsisten dengan Nawacita untuk menghadirkan negara dan memperkuat kemandirian ekonomi dengan kebijakan afirmatif kepada bentuk usaha mutual. Sebab, bentuk usaha mutual merupakan wujud nyata ekonomi konstitusi bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.

Presiden Jokowi perlu melindungi kepentingan empat juta pemegang polis berpenghasilan rendah seperti guru, PNS, buruh, nelayan, seperti dilakukan pendahulunya, Presiden Soeharto dan BJ Habibie, yang juga pemegang polis AJB Bumiputera 1912.

Irvan Rahardjo
Pendiri Komunitas Penulis Asuransi Indonesia ( KUPASI )

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.