Sejak Permendag Nomor 31 tahun 2023 terbit, yang melarang platform media sosial (medsos) sebagai tempat jualan online, kita semua tahu bahwa TikTok Shop pasti berupaya keras untuk kembali lagi. Anak usaha ByteDance itu pasti akan menyesuaikan diri dan bersedia menaati aturan untuk menjaga eksistensi bisnis mereka di negeri ini.
TikTok bersedia beradaptasi karena Indonesia terlalu penting untuk ditinggalkan begitu saja. Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk 275,77 juta jiwa pada 2022, terbesar di ASEAN dan menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi di kawasan. Produk Domestik Bruto (PDB)-nya mencapai Rp 5.296 triliun per akhir September 2023 dengan konsumsi rumah tangga menyumbang porsi 52,62% dari total PDB.
Potensi ekonomi digitalnya juga tidak main-main, menurut laporan terbaru Google, Bain & Company, dan Temasek, nilainya ditaksir US$ 82 miliar atau setara Rp 1.271 triliun. Dari jumlah itu, e-commerce bisa menyumbang US$ 62 miliar atau 76%. Dengan fakta tersebut, Indonesia menjadi salah satu pasar terbesar bagi TikTok.
Sebaliknya, TikTok Shop juga sangat penting perannya bagi para pelaku usaha UMKM di Tanah Air. Platform ini menginspirasi para pelaku UMKM untuk lebih kreatif dalam menjual barang dan jasa. Akses UMKM ke pasar pun menjadi lebih mudah dan menciptakan hubungan erat antara penjual dan para konsumennya.
Bagi sejumlah pedagang di beberapa pusat perdagangan yang sepi pengunjung, TikTok Shop bahkan dianggap juru selamat dalam menggairahkan kembali perniagaan. Dari pertokoan mati suri, pedagang bisa “menyapa” dan “mendatangi” pembeli melalui TikTok live shopping.
Dengan berbagai daya pikatnya itu, selama setahun terakhir, TikTok Shop telah membuktikan diri bahwa mereka mampu memberi warna baru dalam industri e-commerce. Menurut riset Momentum Works, nilai transaksi TikTok Shop Indonesia pada 2022 tembus US$ 2,5 miliar atau sekitar Rp 39 triliun. Padahal di tahun 2021, nilai transaksi TikTok Shop baru hanya US$ 600 juta, yang berarti terjadi lonjakan lebih empat kali dalam setahun.
Berkat experience live shopping, TikTok Shop juga menjadi disruptor bagi para kompetitor. Dia pendatang baru yang menggebrak dan sukses mengubah konstelasi. Setidaknya, pemain lain seperti Shopee dan Lazada, juga Tokopedia, dipaksa kembali ‘bakar uang’ untuk mempertahankan market share.
Jadi, ketika TikTok Shop memutuskan “pamit”, kita merasakan ada sesuatu yang hilang. Bagaimanapun, UMKM butuh platform TikTok Shop karena terbukti menjadi tempat dagang online yang efektif. Konsumen kepalang jatuh hati dengan konsep live shopping karena menawarkan pengalaman baru yang memposisikan pembeli sebagai raja. Sementara pemerintah tidak mau dianggap wasit yang tidak adil. Pemerintah harus menegakkan aturan demi kemaslahatan bersama melalui Permendag Nomor 31 itu.
Tokopedia sebagai Strategi Come Back
Pertanyaannya, bagaimana cara TikTok Shop come back? Pilihan strategi ini tentu memiliki konsekuensi pada timing dan berapa lama waktu yang dibutuhkan.
Ada dua pilihan. Pertama, TikTok membangun platform e-commerce sendiri, seperti Tokopedia, Blibli, Lazada, Bukalapak dan seterusnya. Kedua, TikTok memilih satu dari sekian banyak pemain e-commerce itu sebagai mitra strategisnya.
Idealnya TikTok memilih opsi pertama, tapi tantangan utamanya adalah waktu. Untuk membangun platform e-commerce, butuh waktu yang tidak sebentar. Belum lagi persoalan rekrutmen talenta dan perizinan.
Jadi, ketika TikTok memilih jalan kedua, kita tidak perlu heran. Inilah opsi paling realistis, paling cepat dan paling efektif. Tidak hanya itu, kolaborasi juga menjanjikan peluang bagi TikTok dan mitra strategisnya, untuk langsung lari lebih kencang.
Pada Senin pagi (11/12), terungkap pilihan strategi TikTok dan siapa mitra strategis yang dirangkul. Melalui keterbukaan informasi PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), publik mendapatkan penjelasan bahwa bisnis Tokopedia dan TikTok Shop Indonesia akan dikombinasikan di bawah PT Tokopedia: TikTok akan menjadi pemegang saham pengendali. Fitur layanan belanja dalam aplikasi TikTok di Indonesia akan dioperasikan dan dikelola oleh PT Tokopedia.
Bahasa sederhananya, bisnis TikTok Shop Indonesia dibeli Tokopedia dan di saat yang sama TikTok mengambil alih Tokopedia melalui skema penerbitan saham baru. Pascatransaksi ini, komposisi kepemilikan tentu ikut berubah. TikTok menjadi pemegang saham terbesar Tokopedia dengan porsi 75%, sedangkan GOTO tetap sebagai pemegang saham dengan porsi kepemilikan 25% tanpa adanya dilusi saham lebih lanjut di masa mendatang.
Langkah ini merupakan pilihan terbaik bagi semua pihak. Dalam sudut pandang yang berbeda, kita bahkan bisa menyebut TikTok berhasil di-Indonesia-kan melalui wajah Tokopedia. Karena, seperti kita tahu, Tokopedia adalah entitas nasional karya anak bangsa dan menjalankan bisnis dengan menjunjung tinggi kearifan lokal.
Beda halnya apabila TikTok memilih Lazada yang menjadi bagian dari Grup Alibaba. Kolaborasi dua entitas itu hanya mempertebal dominasi asing di pasar e-commerce Tanah Air.
Sementara opsi masuk ke Blibli akan menimbulkan kerumitan baru dalam proses transaksi karena status Blibli sebagai perusahaan terbuka (PT Global Digital Niaga Tbk). Selain itu, bisnis modelnya agak berbeda.
Adapun Bukalapak sudah tidak sepenuhnya lagi di bisnis e-commerce dan menempuh strategi bisnis lain.
Penulis tidak ingin mengulik skema detail yang terjadi. Tapi yang penting disorot adalah dampak besar kolaborasi ini bagi ekonomi Indonesia, terutama manfaat yang lebih luas bagi para pelaku UMKM di Indonesia melalui e-commerce.
Menyelamatkan Pelaku Usaha UMKM
Tak bisa dipungkiri, peran UMKM sangat besar demi mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia, dengan jumlahnya mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha. Kontribusi UMKM terhadap PDB umumnya mencapai 60,5%, dan terhadap penyerapan tenaga kerja adalah 96,9% dari total penyerapan tenaga kerja nasional. Dengan kian banyaknya keterlibatan tenaga kerja pada UMKM, otomatis akan membantu mengurangi jumlah pengangguran.
Tentu lebih dari 90% merchant Tokopedia-TikTok adalah UMKM yang akan mendapatkan dukungan melalui berbagai program pengembangan digital demi mendorong akses pasar. Persoalan akses pasar dan pemanfaatan teknologi digital memang menjadi satu dari sekian kendala yang membuat UMKM kita stagnan, padahal produktivitas tinggi.
Sederhananya, UMKM kita bisa naik kelas lebih cepat. Tahun lalu saja, total ada 65,4 juta UMKM Indonesia dan mampu mempekerjakan 114,7 juta orang di Indonesia. Pemerintah tentu tidak sanggup jika memikul tanggung jawab sendirian.
Dampak berikutnya, kolaborasi ini tentu membuka pintu bagi para pelaku usaha baru, UMKM, dan usaha lokal untuk bisa mempromosikan produknya di pasar internasional.
Komitmen yang menarik ditunggu dan patut kita tagih adalah bagaimana janji keduanya untuk mendorong penciptaan jutaan lapangan kerja baru, peningkatan kapasitas dan kompetensi pelaku UMKM, dukungan pemasaran, branding dan praktik bisnis berkelanjutan, serta pusat pengembangan talenta digital di berbagai tempat di Indonesia. Satu lagi: memastikan bisnis e-commerce di Indonesia bersaing secara wajar.
Bagi GoTo, perusahaan tidak perlu lagi mengalokasikan biaya investasi di bisnis e-commerce karena semuanya akan ditopang TikTok yang memang saat ini memiliki likuiditas paling moncer. Selain itu, induk Gojek itu juga mendapatkan consultation fee dari transaksi dalam platform Tokopedia. Artinya, GOTO akan rutin menerima pendapatan tanpa mencatatkan “biaya pendapatan”.
Sekali lagi, inilah kolaborasi paling realistis yang akan menguntungkan semua pihak: GoTo, Tokopedia, TikTok, konsumen, UMKM, dan pemerintah. Di atas semua itu, kolaborasi dua raksasa ini akan membawa ekonomi digital Tanah Air ke level lebih tinggi. Digitalisasi UMKM akan menemukan kembali momentumnya dan menjadi peluang terbaik untuk memperluas akses pasar, termasuk pasar global.
Jadi, selamat TikTok Shop dan Tokopedia atas kerja samanya. Kami tunggu gebrakanmu untuk UMKM Indonesia.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.