Presiden Prabowo Subianto telah mengumumkan jajaran menteri, wakil menteri, dan kepala badan setingkat menteri pada 20 Oktober 2024 dengan total 109 orang yang akan mengisi kabinetnya, Kabinet Merah Putih.
Menurut perhitungan Center of Economic and Law Studies (Celios), kabinet sebesar ini berpotensi meningkatkan anggaran negara antara Rp91,52 hingga Rp390 miliar per tahun untuk membiayai gaji, tunjangan, dan operasional menteri serta wakilnya. Jika tidak ada perubahan dalam kebijakan pengupahan, beban anggaran dalam lima tahun bisa melonjak mencapai Rp457,6 miliar hingga Rp1,95 triliun hanya untuk membiayai mereka.
Kenaikan biaya ini bisa memberi tekanan serius pada keuangan negara, terutama jika tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan. Selain itu, perlu diingat bahwa gaji menteri dan wakilnya dibiayai oleh pajak rakyat sehingga isu ini layak menjadi perhatian publik. Lantas, berapakah sebenarnya gaji menteri dan wakil menteri di pemerintahan Prabowo-Gibran?
Berapa Gaji Menteri dan Wakil Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran?
Perkiraan pembengkakan anggaran di atas dihitung melalui dua metode. Pertama, tambahan anggaran sebesar Rp91,52 per tahun didapatkan dengan merujuk pada beberapa regulasi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2000, gaji pokok menteri adalah Rp5.040.000 per bulan dan tunjangan sebesar Rp13.608.000 per bulan. Dengan demikian, total gaji menteri adalah Rp18.648.000 per bulan.
Sementara itu, pengupahan wakil menteri diatur dalam peraturan yang relatif lebih baru, tetapi lebih rendah dalam sistem tata peraturan perundang-undangan, yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176 Tahun 2015. Dalam regulasi ini, wakil menteri setidaknya menerima dua hak keuangan sebesar: (1) 85 persen dari tunjangan jabatan menteri, dan (2) 135 persen dari tunjangan kinerja pejabat struktural eselon I-a. Artinya, wakil menteri menerima hak keuangan sebesar Rp11.566.800 dan Rp7.425.000 apabila tunjangan pejabat eselon I-a diasumsikan sebesar Rp5.500.000. Dengan begitu, total gaji wakil menteri adalah Rp18.991.900 per bulan.
Selain gaji dan tunjangan, menteri dan wakilnya menerima dana operasional yang berbeda-beda. Menurut sejumlah sumber, dana operasional ini berkisar antara Rp100 hingga Rp150 juta per bulan. Apabila disamaratakan, berarti setiap menteri dan wakilnya menerima rata-rata dana operasional sebesar Rp125 juta per bulan. Sayangnya, sejauh tulisan ini dibuat, belum ditemukan peraturan pasti perihal besaran dana operasional kementerian yang dapat diakses oleh publik.
Dengan data dan informasi tersebut, maka setiap bulan seorang menteri sedikitnya menerima anggaran sebesar Rp143,6 juta dan wakil menteri sebesar Rp143,9 juta. Dalam setahun, berarti menteri dan wakilnya menerima anggaran sebesar Rp1,72 miliar dan Rp1,73 miliar.
Berdasarkan metode ini, dapat diketahui bahwa upah untuk 34 menteri dan 17 wakil menteri dalam Kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin adalah Rp87,98 miliar per tahun. Sementara itu, terdapat 48 menteri dan 56 wakil menteri di kabinet saat ini, maka negara membutuhkan sedikitnya Rp179,5 miliar per tahun.
Ini artinya ada penambahan anggaran negara sebesar Rp91,52 miliar per tahun untuk mengupah menteri dan wakilnya pada Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran.
Meskipun metode perhitungan di atas mengandalkan informasi dalam peraturan, terdapat kejanggalan utama. Salah satunya adalah total gaji wakil menteri lebih tinggi daripada menteri. Ini disebabkan oleh keterbatasan transparansi informasi terkait data-data tersebut. Oleh karena itu, sebagai pembanding, Celios menerapkan metode penghitungan kedua.
Kedua, estimasi sebesar Rp390 miliar per tahun diperoleh dengan menerapkan sistem penghitungan yang sama dengan metode pertama, tetapi dengan asumsi yang berbeda. Pada metode kedua, gaji dan tunjangan menteri diasumsikan sebesar Rp150 juta per bulan, sedangkan wakil menteri sebesar Rp100 juta per bulan. Anggaran operasional disamaratakan dan diasumsikan sebesar Rp500 juta per bulan untuk biaya perjalanan dinas, staf, dan sebagainya.
Asumsi-asumsi tersebut dipilih karena perhitungan pertama belum mempertimbangkan hak keuangan lain, seperti jaminan kesehatan, kendaraan dinas, hingga tunjangan rumah. Dengan kata lain, angka-angka yang digunakan tidak terlalu berlebihan dan sangat beralasan untuk memperkirakan pembengkakan anggaran negara dari pengupahan menteri dan wakil menteri yang bertambah.
Berdasarkan metode kedua ini, beban negara untuk menggaji menteri dan wakilnya pada Kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin adalah Rp387,6 miliar per tahun, sedangkan pada kabinet Prabowo-Gibran sebesar Rp777,6 miliar atau dua kali lipat lebih banyak. Ini menunjukkan ada peningkatan beban anggaran sebesar Rp390 miliar dibandingkan pemerintahan sebelumnya.
Dengan mengabaikan kemungkinan perubahan peraturan, beban anggaran negara untuk mengupah gaji dan tunjangan menteri dan wakil menteri di Kabinet Merah Putih Prabowo mencapai Rp1,95 triliun.
Ketimpangan Kekayaan Menteri dengan Rakyat
Ironisnya, peningkatan beban negara karena harus mengupah lebih banyak menteri dan wakilnya tidak selaras dengan kondisi perekonomian masyarakat saat ini. Celios menghitung kekayaan 34 menteri di kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin sejak 2019 hingga 2024 berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara yang diberikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Sedikitnya terdapat tiga fakta menyedihkan untuk menggambarkan ketimpangan antara pejabat publik dan rakyatnya.
Pertama, total kekayaan para menteri Jokowi pada Februari 2024 mencapai Rp24,52 triliun. Separuh dari total ini, sekitar Rp13,36 triliun, berasal dari empat menteri yang terafiliasi dengan industri tambang. Kedua, setelah memimpin Indonesia selama sepuluh tahun, total kekayaan Jokowi meningkat sebesar 186,24 persen dari Rp33,47 miliar pada 2014 menjadi Rp95,82 miliar pada 2023. Ketiga, dengan total kekayaan mencapai Rp25,58 miliar pada 2023, rakyat setidaknya harus bekerja selama 142 tahun untuk menyamai kekayaan Wakil Presiden Gibran Rakabuming dengan asumsi gaji konstan sebesar Rp15 juta per bulan.
Statistik ini seharusnya membawa masyarakat pada dua kesadaran kritis: pertama, kabinet yang semakin gemuk sudah pasti akan membebani anggaran negara yang bersumber dari pajak masyarakat, dan kedua, kondisi ini berpotensi semakin memperlebar ketimpangan di Indonesia, terkhusus ketimpangan kekayaan para pejabat publik dengan rakyatnya sendiri.
Dengan begitu, karena gaji menteri dan wakilnya berasal dari pajak rakyat, maka sudah seharusnya rakyat terlibat aktif untuk menjaga pemerintahan Prabowo-Gibran agar berjalan secara akuntabel dan bermoral, serta dapat memberikan pelayan publik terbaik dan memenuhi kebutuhan seluruh rakyat, bukan cuman segelintir orang.
Artikel ini bagian kedua dari dua tulisan.
Baca bagian pertama di sini: Kabinet Gemuk Prabowo, Dampaknya terhadap Kesehatan Fiskal
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.