Berdasarkan data yang dihimpun Debtwire, Bank Muamalat memberikan revolving line facility sebesar Rp 125 miliar kepada Delta Merlin Dunia Textile (DMDT), anak usaha Duniatex. Fasilitas tersebut jatuh tempo pada 19 April 2019 lalu.
(Baca: Menimbang Prospek Bisnis Duniatex di Tengah Belitan Utang)
Katadata.co.id telah mencoba untuk menghubungi Direktur Utama Bank Mumalat Achmad K. Permana untuk memperoleh informasi tentang pembiayaan tersebut. Namun, hingga saat berita ini ditulis, belum ada jawaban. Adapun fasilitas tersebut dijamin dengan agunan berupa tanah yang tidak digunakan.
Selain Muamalat, ada sejumlah bank lainnya yang diketahui memberikan fasilitas pembiayaan untuk grup Duniatex, termasuk bank pelat merah Bank Mandiri. Belakangan, beberapa kreditur nonbank Duniatex mengajukan gugatan pailit atas beberapa anak usaha Duniatex.
(Baca: Kredit Mulai Bermasalah, Bank Mandiri Ingin Jual Jaminan Aset Duniatex)
Analis Nilai Bank Muamalat Salah Strategi
Senior Vice President Royal Investium Sekuritas Janson Nasrial menilai permasalahan NPF Bank Muamalat terjadi karena salah strategi sejak awal. “Mereka terlalu besar exposure-nya ke corporate loan,” kata dia kepada katadata.co.id, beberapa waktu lalu.
Ia menjelaskan, kompetisi di sektor pembiayaan korporasi alias corporate loan sangat berat. Sebab, ini artinya, Bank Muamalat harus berhadapan dengan bank-bank bermodal besar yang sudah kuat di segmen tersebut, seperti Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, Bank Central Asia.
Semestinya, menurut dia, dengan demografi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, Bank Muamalat fokus ke segmen retail/UMKM seperti yang dijalankan oleh Bank Tabungan Pensiunan Syariah (BTPS). Sebab, kompetisi di segmen tersebut dinilai masih kurang.
Ia menambahkan, risiko di pembiayaan segmen retail/UMKM pun dinilai lebih rendah dibandingkan segmen korporasi. Sebab, debitur UMKM lebih disiplin dalam pembayaran. “Corporate loan itu harus punya prudent risk management team karena memang corporate loan lebih berisiko daripada UMKM loan,” ujarnya.
Atas dasar itu, ke depan, ia menyarankan agar Bank Muamalat mereformulasi startegi bisnisnya. Reformulasi bisa dilakukan setelah Bank Mumalat membereskan pembiayaan-pembiayaan bermasalahnya, di antaranya dengan melelang aset yang diagunkan debitur. “Muamalat harus memformulasi ulang strategi mereka. Jangan ke corporate loan lagi,” kata dia.
Bank Muamalat memang tercatat banyak mengalirkan pembiayaan ke segmen korporasi. Dalam laporan pengungkapan rasio kuantitatif per Juni 2019, perusahaan mencatat dari total tagihan yang sebesar Rp 54,46 triliun, nyaris setengahnya Rp 26,22 triliun merupakan tagihan ke korporasi. Sedangkan dari total tagihan ke korporasi, bagian yang dijamin dengan agunan hanya Rp 8,74 triliun.
Eksposur Neraca Bank Mumalat
Eksposur Neraca per Juni 2019 | Besaran Tagihan | Bagian yang Dijamin dengan Agunan | Bagian yang Dijamin dengan Garansi/ Asuransi Kredit/Lainnya | Bagian yang Tidak Dijamin |
Tagihan Kepada Pemerintah | Rp 8,25 triliun | - | - | Rp 8,25 triliun |
Tagihan kepada entitas sektor publik | Rp 211,36 miliar | Rp 5,1 miliar | - | Rp 206,26 miliar |
Tagihan kepada bank | Rp 877,93 miliar | Rp 33,2 miliar | - | Rp 844,73 miliar |
Pembiayaan Beragun Rumah Tinggal | Rp 6,48 triliun | Rp 27,48 miliar | - | Rp 6,45 triliun |
Pembiayaan Beragun Properti Komersial | Rp 70,86 miliar | Rp 513 juta | - | Rp 70,34 miliar |
Pembiayaan Pegawai/Pensiunan | Rp 36,18 miliar | Rp 4,85 miliar | - | Rp 31,3 miliar |
Tagihan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Portofolio Ritel | Rp 6,54 triliun | Rp 389,64 miliar | - | Rp 6,16 triliun |
Tagihan kepada korporasi | Rp 26,22 triliun | Rp 8,74 triliun | - | Rp 17,48 triliun |
Tagihan yang telah jatuh tempo | Rp 3 juta | - | - | Rp 3 juta |
Total | Rp 39,49 triliun |
Sumber: laporan pengungkapan rasio kuantitatif Bank Muamalat