Efek Berantai Tingginya Kenaikan Cukai Rokok

123RF.com/Gina Sanders
Pemerintah menetapkan kenaikan cukai rokok pada 2020 sebesar 23%, ini merupakan kenaikan tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir.
Penulis: Sorta Tobing
17/9/2019, 05.00 WIB

Jika pemerintah bermaksud memberlakukan kebijakan cukai yang tetap mendukung kelangsungan penyerapan tenaga kerja, Troy menilai, sebaiknya segera menutup celah cukai pada sigaret buatan mesin sesegera mungkin. Caranya, dengan menggabungkan volume produksi sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek mesin (SKM) menjadi tiga miliar batang per tahun.

Lalu, pemerintah juga harus memastikan dua cukai dari jenis rokok itu lebih tinggi secara signifikan daripada tarif cukai sigaret kretek tangan (SKT). Lalu, batasan produksi dari SKT golongan dua sebesar maksimal dua miliar batang per tahun. Dengan demikian, Troy menilai pemerintah bisa menciptakan persaingan yang adil bagi para pelaku industri.

Pemerintah memang berencana menggabungkan SKM dan SPM untuk menutup celah pembayaran cukai lebih murah yang kerap dimanfaatkan pabrikan rokok. Dengan penggabungan batasan produksi SPM dan SKM, maka produk-produk rokok mesin, khususnya dari pabrikan besar, tidak bersaing langsung dengan rokok tangan SKT.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi memastikan kenaikan tarif cukai rokok sebesar 23% pada 2020 akan melindungi industri hasil tembakau yang berbasis padat karya dan melibatkan banyak pekerja.

Untuk melindungi industri padat karya tersebut maka kenaikan tarif cukai dan harga jual eceran rata-rata SKT akan lebih rendah daripada SKM dan SPM. "Padat karya yang lebih utama karena menyangkut ratusan ribu tenaga kerja dan turunannya," kata Heru.

Soal potensi akan masuknya rokok ilegal, Heru memastikan hal itu tidak terjadi. "Kalau bicara mitigasi dari rokok ilegal, kami bekerja sama dengan aparat penegak hukum, agar yang ilegal ini tidak naik," ujarnya.

Rencana kenaikan cukai rokok. (ANTARA FOTO/AJI STYAWAN)

Saham Emiten Rokok Turun

Gara-gara keputusan kenaikan cukai rokok ini, harga saham dua produsen rokok terbesar di Indonesia, HM Sampoerna dan PT Gudang Garam Tbk langsung anjlok pada perdagangan kemarin.

Harga saham HM Sampoerna dengan kode emiten HMSP langsung turun 21,07% menjadi Rp 2.210 per lembar pada pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia. Saham ini ditutup di level Rp 2.290 per lembar atau turun 18,21%.

Lalu, saham Gudang Garam atau GGRM turun 19,37% ke Rp 55.475 per lembar. Sampai penutupan kemarin sore, harganya terus melemah ke level Rp 54.600 per lembar.

Keduanya masih mencatat kinerja positif pada semester pertama 2019. HM Sampoerna meraih pertumbuhan laba 10,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Laba bersihnya mencapai Rp 6,77 triliun.

Sementara, Gudang Garam meraih laba bersih Rp 4,28 triliun pada semester lalu. Laba ini naik 20,5% dibandingkan semester pertama 2018.

Direktur Gudang Garam Heru Budiman sebelumnya mengatakan perusahaan mempertimbangkan menaikkan harga jual produknya jika tarif cukai rokok naik. "Pass on (kepada harga jual) ini, tentunya dilakukan secara bertahap. Sayangnya, lebih banyak bergantung kepada perkembangan yang terjadi terkait daya beli masyarakat, khususnya level bawah," kata Heru.

Emiten rokok lainnya, yaitu PT Wismilak Inti Makmur Tbk juga tertekan pada perdagangan kemarin. Namun, penurunannya hanya 5,29% ke level Rp 197 per lembar saham.

Kinerja perusahaan berkode efek WIIM ini tak tampak bagus pada semester lalu. Laba bersihnya turun masing-masing 53,74% menjadi Rp 8,56 miliar.

 (Baca: Pemerintah Harap Cukai Rokok Tinggi Tak Picu PHK Industri Padat Karya)

Yang berbeda adalah pergerakan saham PT Bentoel International Investama Tbk. Sahamnya justru naik 0,59% menjadi Rp 342 per lembar saham. Selama seminggu terakhir pergerakannya memang stagnan cenderung melemah.

Perusahaan baru saja diterpa kabar buruk dari induk usahanya, British American Tobacco (BAT). BAT berencana melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 2.300 karyawan secara global pada Januari 2020.

Kinerja perusahaan berkode efek RMBA itu pada semester pertama 2019 juga tak tampak bagus. Perusahaan menderita rugi bersih Rp 312,32 miliar, meski turun 42% dibandingkan kerugian periode yang sama tahun sebelumnya.

Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Christine Natasya menilai kebijakan kenaikan cukai rokok tahun depan bakal memberi dampak negatif ke pasar saham. Apalagi, selama 10 tahun terakhir cukai itu tak pernah naik sampai di atas 20%.

“Kami mengambil posisi netral untuk sektor ini tapi kami akan melakukan kajian ulang terhadap industri rokok,” katanya. Ia merekomendasikan saham HM Sampoerna dan Gudang Garam.

Halaman:
Reporter: Antara