Peluang Emas Menjaring Dana Turis Asing dari Kode Pemindai

Stanisic Vladimir/123rf
Penulis: Desy Setyowati
13/5/2019, 06.31 WIB

Hampir setiap negara berlomba-lomba mempromosikan tujuan wisata negerinya, tak terkecuali Indonesia. Dana asing dari turis asing memang penting dalam menggenjot cadangan devisa. Aneka regulasi pun dibuat semudah mungkin untuk menarik mereka, termasuk dalam sistem pembayaran secara elektronik.

Untuk itu, Bank Indonesia akan bekerja sama dengan bank sentral Singapura dan Thailand dalam sistem pembayaran digital dengan menerapkan standardisasi kode pemindaian secara cepat atau Quick Respons Code. Pelaksanaan kode QR ini diharapkan mulai terlaksana pada semester kedua 2019.

Kode QR adalah evolusi kode batang dari satu menjadi dua dimensi. Kemampuan kode ini dalam menyimpan data lebih besar daripada kode batang. BI dan sejumlah peneliti memperkirakan kerja sama ini bakal meningkatkan kunjungan para pelancong mancanagera ke Indonesia karena membuat nyaman mereka dalam bertaransaksi tanpa harus mengunduh aplikasi pembayaran baru.

Langkah ini penting. Apalagi bila melihat laporan Bank Indonesia Jumat kemarin (10/5) terkait defisit neraca transaksi berjalan. Sebenarnya, defisit pada triwulan pertama tahun ini US$ 7 miliar, lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar US$ 9,2 miliar.

(Baca: Defisit Transaksi Berjalan Kuartal I Rekor Terburuk, NPI Bisa Surplus)

Namun defisit neraca jasa –salah satu komponennya- meningkat dipicu penurunan surplus jasa perjalanan. Hal ini seiring menurunnya jumlah kunjungan turis asing yang mengikuti pola musimannya.

Karena itu, kerja sama ketiga bank sentral tadi bisa menjadi amunis baru untuk menjaring turis asing makin berbondong-bondong ke Indonesia. Sebab, Singapura merupakan hub bagi para pelancong dari negara lain. “Transit wisatawan salah satunya lewat Singapura, karena banyak direct flight ke destinasi wisata,” kata Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (IndefBhimaYudhistira kepada Katadata.co.id, Rabu (8/5).

Jumat pagi kemarin, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi bertemu Menteri Pariwisata Arief Yahya untuk membahas upaya meningkatkan turis ke Indonesia. “Bagaimana memindahkan penumpang-penumpang yang ada di Thailand, Malaysia dan Singapura bisa diangkut ke Indonesia. Kita akan meng-create dan mendorong penerbangan untuk menangkap itu,” kata Menhub.

(Baca: Kementerian Pariwisata Gandeng Booking.com, Incar Turis Asing)

Sejauh ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kunjungan wisatawan dari Singapura ke Indonesia merupakan yang tertinggi kedua di ASEAN. Sepanjang 2018, wisatawan Singapura yang singgah ke Indonesia mencapai 1,77 juta. Adapun turis dari Thailand hingga 122,3 ribu pada 2018.

Berkaca dari data tersebut, Bhima optimistis kerja sama BI dengan bank sentral Singapura dan Thailand bisa meningkatkan kunjungan wisatawan ke Indonesia. “Jika akses pembayaran digital dipermudah tentunya wisatawan mancanegara tidak perlu repot mengunduh aplikasi pembayaran,” ujarnya.

Hanya ia mencatat, wisatawan asal Singapura terkonsentrasi di beberapa titik di Indonesia, seperti Batam, DKI Jakarta, dan Bali. Untuk itu, pelaku usaha teknologi finansial alias financial technology (fintech) pembayaran perlu memperbanyak layanan di ketiga wilayah tersebut, terutama di pusat perbelanjaan.

Meski begitu, ia belum bisa memperkirakan peningkatan kunjungan wisatawan atas kerja sama ini. Namun, berdasarkan survei PricewaterhouseCoopers (PwC) pada awal 2019, 24 % dari 21.480 responden di 27 negara berbelanja melalui ponsel pintar setiap pekan.

Bukan hanya untuk berbelanja online, layanan pembayaran lewat smartphone di toko fisik juga berkembang pesat di ASEAN. Pertumbuhan layanan pembayaran melalui smartphone paling tinggi terjadi di Vietnam, yakni naik 24 % menjadi 61 % pada awal tahun ini.

Pembayaran lewat smartphone ini bukan hanya untuk berbelanja, juga membayar parkir, sedekah, transportasi, hingga membayar tagihan. Meski begitu, Kepala BPS Suhariyanto tidak menjelaskan secara rinci apakah langkah BI menggandeng Singapura dan Thailand dalam rangka standardisasi kode QR bisa meningkatkan kunjungan wisatawan. “Tapi patut dicoba,” ujarnya.

Kendati belum ada kajian mendalam mengenai hal ini, penerapan di Thailand bisa jadi rujukan. Negeri Gajah Putih itu berhasil menggaet banyak wisatawan asal Tiongkok setelah menyediakan fasilitas pembayaran melalui smartphone.

The ASEAN Post melaporkan, untuk pertama kalinya kunjungan wisatawan asal Tiongkok mencapai 10 juta dalam setahun pada 2018. Alhasil, pedagang di Thailand ramai-ramai menyediakan layanan pembayaran WeChat Pay dan Alipay. Kedua layanan pembayaran ini digunakan oleh mayoritas masyarakat Tiongkok.

Sebelumnya, masalah sempat muncul seiring menjamurnya dompet digital (e-wallet) yang berbeda. Wisatawan harus mengunduh banyak aplikasi tergantung dompet digital mana yang paling populer di negara tujuan. Untuk itu, bank sentral Thailand merilis standardisasi kode QR bernama ThaiQR Payments yang diuji coba sejak akhir 2017.

Thailand mengacu pada Europay Mastercard Visa (EMV). EMV merupakan standar pembayaran menggunakan chip, Near Field Communication (NFC) maupun kode QR sebagai penghubung (interface) ke dompet digital.

BI pun menyusul langkah Thailand dengan mengembangkan standardisasi kode QR. BI bersama 19 perusahaan atau anggota working group menyelesaikan proyek percontohan pertama standardisasi kode Quick Response pada September-November 2018.

Saat ini, BI dan anggota working group juga menjalani proyek percontohan tahap kedua. BI menargetkan standardisasi kode QR yang bakal disebut dengan QR Code Indonesia Standard (QRIS)  ini bisa dirilis semester kedua 2019. Dalam menerapkan standardisasi kode QR, BI mengacu pada EMV.

(Baca: BI Bakal Uji Coba Standardisasi Kode QR dengan Singapura dan Thailand)

BI akan bekerja sama dengan bank sentral Singapura dan Thailand. Alasannya, turis yang datang dari kedua negara tersebut cukup banyak. “Kami ingin menjadikan Singapura sebagai hub pariwisata Indonesia,” kata Asisten Gubernur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendarta, pada awal Maret lalu. 

Kerja sama ini diharapkan membantu pemerintah mencapai target kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) hingga 20 juta pada tahun ini. Target tersebut tumbuh 26,53 % dibanding capaian tahun lalu, yang sebanyak 15,8 juta kunjungan.

EMVCoTiongkokSingapuraThailandIndiaIndonesia**
Nama standarEMV QR Coden.aSG QRThaiQR PaymentBharat QR *QRIS
BasisEMVCo *n.aEMVCoEMVCoEMV
Pembuat standarVisa, Mastercard, Unionpay, JCB, Amex, DiscoverPBOCMAS & Infocomm media dev authorityBOT, Industri SP & Thai Bankers’ Association (TBA)NPCI, RuPay, Visa, MasterCard, AmexBI dan 19 perusahaanyang terdiri dari bank, penerbit uang elektronik, switching
MetodeMerchant dan costumer presented modeMerchant dan costumer presented modeMerchant presented modeMerchant dan costumer presented modeMerchant presented modeMerchant presented mode
Penerbitan RegulasiJuli 2017Desember 2017November 2017Agustus 2017Februari 2017-
Trial/Roll Outn/aApril 20182018Kuartal IV-2017Februari 2017Semester II-2019
ImplementasiOpen source (bebas biaya)Transaksi terbatas untuk kode QR statis dan dinamisTerdapat 1 lembaga sebagai repository merchant IDPara pelaku masuk ke dalam Sandbox sebelum implementasiMerchant dapat menggunakan aplikasi NPCI untuk generate QR-
Sumber: Bank Indonesia. *) EMVCo mengadopsi format BharatQR  **) Masih kajian


Alasan BI menggunakan EMV karena negara yang masyarakatnya sering berkunjung ke Indonesia mengacu pada standar ini. Negara tersebut seperti Singapura, Thailand, dan India. Harapannya, langkah BI mengacu pada EMV untuk standardisasi kode QR ini membuat biaya sistem pembayaran menjadi lebih efisien.

Nantinya, setelah standardisasi kode QR ini diterapkan, BI bakal menerapkan masa transisi. “Kami tanya ke pelaku, at least butuh empat bulan masa transisi karena harus mengganti semua kode QR yang ada,” ujar Deputi Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Ricky Satria.

Keamanan Kode QR

Jenis kode QR yang bakal digunakan adalah yang berbasis mitra atau merchant presented mode. Caranya, pengguna memindai kode QR mitra untuk melakukan pembayaran. Skema pembayaran dengan kode QR seperti ini sudah banyak digunakan di Indonesia.

Ada pula skema costumer presented mode. Skema ini sudah digunakan oleh fintech besutan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (Emtek) dan Ant Financial (Alipay), DANA. Dengan skema ini, pengguna hanya perlu menempatkan kode QR miliknya di atas mesin pemindai. Mesin secara otomatis akan mengambil saldo yang ada pada dompet digital pengguna.

Alasan BI memilih skema merchant presented mode karena biayanya lebih murah. Sebab, mitra tak perlu menyewa atau membeli mesin pemindai. Akan tetapi, skema ini punya kelemahan di sisi keamanan. Contohnya Tiongkok, total pencurian lewat kode QR mencapai US$ 13 juta atau setara Rp 172,9 miliar pada 2017. 

(Baca: OVO, Go-Pay, dan DANA Siap Adopsi Standardisasi Kode QR dari BI)

Tindak kejahatan itu terjadi karena kode QR yang digunakan bersifat statis, sehingga bisa diganti oleh orang lain. Alhasil, uang yang dibayarkan konsumen masuk ke akun pengguna lain, bukan mitra.

Untuk mengantisipasi kejahatan seperti ini, BI fokus mengedukasi mitra. “Kami buat aturan mainnya, bagaimana mitra bisa menjaga kode QR itu,” kata Ricky. Misalnya, mitra harus memastikan notifikasi sudah masuk sebelum menyelesaikan transaksi.

Selain itu, BI menetapkan spesifikasi kode QR yang bakal dipasang mitra. Salah satunya dengan menetapkan standar kertas yang digunakan untuk mencetak kode QR. Hal ini dilakukan supaya kode QR tidak mudah ditukar oleh oknum tertentu.