Persaingan Ketat Gojek dan Grab Menjadi SuperApp

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Penulis: Desy Setyowati
16/4/2019, 06.00 WIB

Dua penyedia layanan on-demand Gojek dan Grab bersaing ketat supaya aplikasinya menjadi yang paling banyak digunakan. Caranya, dengan menyediakan beragam layanan sehari-hari di aplikasinya (SuperApp). Hanya keduanya menerapkan strategi yang berbeda untuk menjadi SuperApp.

CEO Gojek Nadiem Makarim mengklaim, aplikasi yang dibuatnya merupakan SuperApp pertama di dunia. Alasannya, layanan yang tersedia di aplikasi Gojek disediakan langsung oleh perusahaan. (Baca: Nadiem Makarim Ungkap Rahasia Sukses SuperApp Gojek)

Akan tetapi, South China Morning Post melaporkan bahwa aplikasi perpesanan milik Tencent Holdings, WeChat lebih dulu menjadi SuperApp. “Kami berbeda dengan WeChat, karena layanannya kami miliki sediri. Strategi SuperApp ini akan kami dalami,” kata Nadiem saat konferensi pers di Restoran Segarra, Ancol, Jakarta, Kamis (11/4).

Untuk bisa menjadi SuperApp, Gojek mengacu pada tiga pilar layanan. “Tidak menyebar dan lebar, tapi kami dalami,” kata dia. Pilar yang dimaksud adalah transportasi, pesan-antar makanan dan minuman, serta pembayaran.

Ayam Parape (Katadata/Desy Setyowati)

Berbasis hal itu, aplikasinya memiliki tiga konsep SuperApp. Pertama, aplikasi untuk konsumsi alias consumer app dengan menghadirkan layanan terkait kebutuhan sehari-hari. (Baca: Grab Berencana Ekspansi Senilai Rp 91 Triliun Demi Gulingkan Gojek)

Kedua, aplikasi untuk bisnis. Caranya, Gojek menyediakan analisis data dan keperluan bisnis lainnya supaya lebih berkembang. Ketiga, aplikasi untuk meningkatkan pendapatan mitra.

Ketiga konsep inilah yang akan didalami oleh Gojek sehingga bisa memantapkan diri sebagai SuperApp. “Untuk menjadi SuperApp, sangat penting bagi kami menjadi seperti segitiga,” kata Nadiem.

Setidaknya Gojek memiliki 21 layanan di aplikasinya, mulai dari berbagi tumpangan (ride-hailing), pesan-antar makanan dan minuman, membeli bensin, hingga layanan pembayaran. Gojek juga bermitra dengan perusahaan lain guna menambah layanan, seperti berita, komik hingga e-commerce.

Nadiem mengklaim layanan Go-Food minimal empat kali lebih besar dibanding pesaing terdekatnya di Indonesia. Dia mengklaim Go-Food merupakan layanan pesan-antar makanan terbesar di Asia Tenggara dan ketiga di dunia.

(Baca: Di Daftar Go-Food, Orins Kalahkan Martabak Anak Jokowi)

Total transaksi alias gross transaction value (GTV) Gojek mencapai US$ 9 miliar atau sekitar Rp 126 triliun pada 2018. Menurutnya, total transaksi ini melebihi pesaingnya. Transaksi tersebut naik 13,5 kali dibanding 2016. Sementara volume transaksinya mencapai 2 miliar.

Jumlah Unduh AplikasiLayanan pesan-antar makananRide-hailing (motor dan mobil)Layanan pembayaranCakupan
Gojek142 juta400 ribu mitra di 370 kota di Indonesia2 juta mitra di IndonesiaGo-Pay bermitra dengan 28 insitusi keuangan dan ratusan ribu mitra di 370 kota204 kota di empat negara
Grab144 jutaDi 178 kota di Indonesia9 juta (plus agen) di Asia TenggaraGrab menggandeng OVO di Indonesia336 kota di delapan negara

Sumber: Katadata, diolah

Chief Commercial Expansion Gojek Catherine Hindra Sutjahyo menambahkan, rerata omzet mitra Go-Food naik 3,5 kali setelah bergabung dengan perusahannya. Jumlah order Go-Food mencapai 30 juta per bulan di Asia Tenggara pada 2018. Angka ini tumbuh tujuh kali dibanding 2016.

Layanan Go-Food juga sudah merangkul lebih dari 400 ribu penjual makanan dan minuman, yang 80 % di antaranya merupakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Selain itu, 60 ribu penyedia layanan masuk ekosistem Gojek.

Untuk layanan pembayaran, separuh transaksi lewat aplikasi Gojek menggunakan Go-Pay. CEO Go-Pay Aldi Haryopratomo menyebutkan, transaksi di luar ekosistem Gojek tumbuh 25 kali sejak diperkenalkan. “Semangat kami adalah kolaborasi,” ujar Aldi.

Layanan lainnya adalah Go-BlueBird, Go-Mart, Go-Send, Go-Box, Go-Tix, dan Go-Med. Untuk kategori Go-Life, tersedia layanan Go-Massage, Go-Clean, Go-Glam, Go-Auto, dan Go-Daily. Lalu, ada Go-Points, Go-Pulsa, dan Go-Bills.

Gojek juga masuk bisnis konten melalui aplikasi baru yang diberi nama Go-Play. Seperti Netflix yang memproduksi sendiri beberapa tayangannya. Beberapa konten yang tayang melalui Go-Play nantinya akan diproduksi secara internal melalui Go-Studios.

Perusahaan ini juga mengakuisisi agen tiket online yaitu Loket.com dan tiga perusahaan financial technology (fintech), yakni Kartuku, Mapan, dan Midtrans. Aksi itu dilakukan setelah Gojek mendapatkan dana segar pada putaran investasi lanjutan dari Tencent sebesar US$ 1,2 miliar atau sekitar Rp 16 triliun pada awal 2018.

Grab Venue (Cindy Mutia Annur/Katadata)

Berbeda dengan Gojek yang fokus menghadirkan layanan sendiri, Grab memilih untuk bermitra. Saat ini, Grab mencari pendanaan baru senilai US$ 2 miliar atau sekitar Rp 28 triliun. CEO Grab Anthony Tan mengatakan bahwa tambahan modal ini akan dipakai untuk menjadikan Grab sebagai aplikasi yang digunakan sehari-hari atau everyday superapp.

Grab berkolaborasi dengan Hooq untuk menyediakan layanan video streaming pada awal 2019. Perusahaan ini juga berencana menggandeng Booking Holdings untuk menghadirkan fitur pemesanan hotel di aplikasinya. Selain itu, mereka bakal berkolaborasi dengan startup di bidang kesehatan asal Tiongkok, Ping An Good Doctor.

(Baca: Saingi Go-Food Festival, GrabKitchen Bangun Dua Dapur Baru di Jakarta)

President of Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengatakan, kerja sama seperti ini dilakukan untuk mengukuhkan diri sebagai everyday superapp di Asia Tenggara. “Fokusnya lebih ke sana, dan kami bisa menyediakan kebutuhan masyarakat,” ujar Ridzki pada awal Maret lalu.

Di tingkat regional, Grab memperkuat layanan keuangannya lewat Grab Financial Group. TechCruch melaporkan, Alipay memang ingin memperluas pasar ke Asia Tenggara. Apalagi, pembayaran secara digital di wilayah ini diperkirakan naik tiga kali pada 2025. “Spin-out bakal dilakukan dalam beberapa bulan ke depan,” ujar salah seorang sumber yang dikutip TechCrunch, akhir Maret lalu.

Kontribusi Grab dan Gojek terhadap Ekonomi Indonesia

Selain fokus menjadi SuperApp, keduanya sama-sama mengumumkan kontribusinya terhadap perekonomian Indonesia. Data-data itu dikaji oleh lembaga survei. Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) mengkaji kontribusi Gojek. Sementara Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Tenggara Strategics menganalisis layanan Grab.

(Baca: Gojek Jadi Decacorn, Grab Cari Pendanaan Baru Rp 28 Triliun)

LD FEB UI menyebutkan kontribusi mitra empat layanan terbesar Gojek, yakni Go-Ride, Go-Car, Go-Food, dan GoLife mencapai Rp 44,2 triliun pada 2018. Sementara CSIS dan Tenggara menyampaikan bahwa mitra Grab menyumbang Rp 48,9 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Kontribusi Penghasilan Mitra
Survei LD FEB UISurvei CSIS dan Tenggara
Go-RideRp 16,5 triliunGrabBikeRp 15,7 triliun
Go-CarRp 8,5 triliunGrabCarRp 9,7 triliun
Go-FoodRp 18 triliunGrabFoodRp 20,8 triliun
Go-LifeRp 1,2 triliunKudoRp 2,7 triliun
Total kontribusi mitra GojekRp 44,2 triliunTotal kontribusi mitra GrabRp 48,9 triliun

LD FEB UI melakukan survei terhadap 6.732 responden selama November 2018 sampai Januari 2019. Responden merupakan mitra Gojek yang aktif dalam tiga bulan terakhir di sembilan kota, yakni Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Medan, Balikpapan, Makassar, dan Palembang. Tingkat kesalahan alias margin of error survei ini di bawah 3,5 %.

Sementara survei CSIS dan Tenggara dilakukan terhadap 3.418 responden selama November hingga Desember 2018. Responden merupakan mitra terdaftar dan aktif selama tiga bulan terakhir di Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan Makassar. Tingkat kesalahan survei ini juga di bawah 3,5 %.