Hasil survei sejumlah lembaga mencatat elektabilitas pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo dan Ma’ruf Amin masih unggul dari rivalnya pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Namun, trennya semakin menurun dibandingkan hasil survei sebelumnya. Hal ini akan berpengaruh pada potensi kemenangan Jokowi sebagai petahana.

Indikator Politik Indonesia mencatat tren elektabilitas Jokowi-Ma'ruf mengalami penurunan berdasarkan hasil survei Februari hingga September 2018. Pada Februari 2018, elektabilitas Jokowi mencapai 61,8%. Sebulan kemudian, angkanya turun menjadi 60,6%. Elektabilitas Jokowi kembali melemah pada Juli 2018 sebesar 59,9% dan turun lagi menjadi 57% pada survei September lalu.

Meski turun, perolehan suara Jokowi-Ma’ruf masih unggul dibandingkan lawannya dalam Pilpres 2019, Prabowo-Sandi. Hasil survei September, suara Jokowi-Ma'ruf masih lebih tinggi 25,4% dari perolehan Prabowo-Sandiaga yang hanya 32,3%. Sementara, responden yang mengaku tidak akan memilih dan tidak menjawab sebesar 10%.

(Baca juga: Survei Indikator: Belum Aman, Tren Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf Turun)

"Elektabilitas Jokowi-Ma’ruf tinggi, tapi masih termasuk kategori belum aman mengingat pilpres masih tujuh bulan lagi," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi di kantornya, Jakarta, Rabu (26/9). 

Menurutnya, ada kemungkinan pemilih yang beralih dukungan menjelang pilpres. Hingga saat ini, masih ada 4,6% responden yang sangat besar kemungkinannya untuk mengubah pilihan kandidat Pilpres 2019. Sebanyak 20,4% responden menyatakan cukup besar kemungkinannya untuk bisa mengubah pilihan.

Di sisi lain, tren elektabilitas Prabowo cenderung naik dan turun selama periode yang sama. Survei Indikator pada Februari 2018 menunjukkan bahwa elektabilitas Prabowo sebesar 29,4%. Perolehan suara Prabowo pada Maret 2018 turun menjadi 29% dan meningkat pada Juli 2018 menjadi 32,1%. Namun kemudian turun sebesar 0,8% pada survei September ini.

(Baca: Survei: #2019GantiPresiden Genjot Elektabilitas Prabowo-Sandi)

Lembaga lain, Media Survei Nasional (Median) yang baru merilis hasil surveinya 16 November lalu, menunjukkan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf sebesar 47,7%. Selisihnya hanya 12,2% dibandingkan suara pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebesar 35,5%. Dari survei ini, sebanyak 16,8% responden menyatakan belum menentukan pilihan.

Elektabilitas petahana yang tidak terlalu jauh selisihnya dengan Prabowo-Sandi ini perlu menjadi bahan evaluasi bagi pasangan Jokowi-Ma'ruf. "Artinya, keunggulan ini masih bisa disamakan Prabowo kalau mereka ingin mengejar," kata Rico dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (27/11).

Jika dirinci, masalah yang menjadi perhatian responden dalam survei Median adalah ekonomi dan kemiskinan 26,2%, lapangan pekerjaan 9,4%, harga sembako 7,7%, dan utang negara 1,6%. Lalu, tenaga kerja asing 1,2%, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) 1%, stabilitas rupiah 0,7%, subsidi listrik 0,5%, bantuan tidak tepat sasaran 0,3%, dan Upah Minimum Regional 0,2%.

(Baca: Rebutan Ulama Demi Gaet Suara Muslim di Pilpres 2019)

Hasil survei ini juga memperlihatkan lebih banyak responden yang menyebutkan kekurangan Jokowi, yakni sebanyak 58,5%. Lima besar kekurangan petahana adalah buruknya ekonomi dan mahalnya harga sembako, BBM, dan listrik. Kemudian pembangunan belum merata 3%, ulama banyak kasus hukum 2,4%, serta bantuan tidak tepat sasaran 2,2%.

Adapun responden yang menyebutkan keberhasilan Jokowi lebih rendah, hanya 47,6%. Lima besar keberhasilan tersebut mencakup pembangunan infrastruktur, bantuan tepat sasaran, kesehatan, pendidikan, dan ekonomi yang cenderung stabil.

Terkait persoalan ekonomi, survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA berbeda. Dalam survei ini, 70,3% responden LSI menilai kondisi perekonomian Indonesia saat ini masih dalam kategori baik dan sedang. Hanya 24,7% responden yang menilai kondisi ekonomi Indonesia buruk dan 5% lainnya tidak tahu atau tidak menjawab.

LSI mencatat elektabilitas pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebesar 53,2%, unggul dibandingkan dengan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dengan elektabilitas 31,2%. Jokowi-Ma'ruf unggul karena mayoritas pemilih menganggap kondisi ekonomi stabil.

"Dua bulan masa kampanye, Jokowi-Ma'ruf stabil unggul di atas 20% terhadap Prabowo-Sandi," ujar Peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa di Jakarta, Selasa (27/11). Dalam survei ini, responden yang belum menentukan pilihannya sebanyak 15,6%. (Baca: Survei LSI: Ma'ruf Gerus Elektabilitas Jokowi, Sandi Naikkan Prabowo)

Beberapa kebijakan yang akan dikeluarkan Jokowi juga berpotensi menambah penurunan elektabilitasnya dalam Pilpres 2019, salah satunya relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI). Dalam kebijakan ini, pemerintah akan membuka 54 sektor usaha untuk asing. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo mengaku banyak mendapatkan keluhan dari masyarakat.

Kebijakan DNI yang masuk dalam Paket Kebijakan Ekonomi 16 ini dinilai dapat merugikan dunia usaha. Terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), yang selama ini bermain dalam sektor-sektor usaha yang akan dibuka untuk asing. "Ini (bisa) men-downgrade elektabilitas Presiden yang sedang mencalonkan kembali pada Pilpres 2019," kata Bambang.

Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin menyadari isu ekonomi dan kesejahteraan menjadi salah satu penyebab merosotnya elektabilitas. Mereka pun menyiapkan strategi dengan mengoptimalkan penyampaian data capaian hasil pembangunan yang dilakukan pemerintah selama empat tahun terakhir.

(Baca: Jarak Elektabilitas Jokowi vs Prabowo Menipis 12,2% karena Isu Ekonomi)

Juru bicara TKN Jokowi-Ma'ruf, Ahmad Basarah mengatakan kondisi ekonomi Indonesia selama pemerintahan Jokowi memang dinamis dan fluktuatif. Namun, fundamental ekonomi Indonesia saat ini cukup kuat. Dia mengklaim figur pemerintahan yang direpresentasikan Jokowi tidak korupsi dan mementingkan kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan. Berbeda dengan Indonesia di era Orde Baru di bawah Presiden kedua RI Soeharto.

Menurutnya, fundamental ekonomi zaman Orde baru terpusat pada kroni-kroni Soeharto. "Kalau semangat penyelenggara negaranya dalam hal ini presiden adalah figur yang korup, ingin memperkaya diri sendiri, dan menguntungkan golongannya sendiri, saya yakin fundamental ekonomi demikian akan hancur," kata Basarah di Megawati Institute, Jakarta, Rabu (28/11).

Dengan modal dasar tersebut, Basarah menilai banyak capaian pembangunan ekonomi Indonesia yang sudah jauh lebih baik. Namun, informasi terkait capaian ekonomi tersebut belum tersampaikan kepada publik dengan baik, karena belum optimalnya kerja humas dari berbagai kementerian dan lembaga pemerintah.

(Baca: Tawaran Stabilitas Politik dan Ekonomi dari Jokowi vs Prabowo)

Tim sukses Prabowo-Sandi pun tidak mau kalah. Hasil survei sejumlah lembaga ini menjadi referensi bagi tim sukses Prabowo-Sandi untuk bekerja keras demi memenangkan Pilpres 2019. Berbagai survei akan dijadikan bahan evaluasi oleh tim sukses. Hasil evaluasi akan diberikan kepada masing-masing direktorat dalam Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi untuk dikaji.

BPN Prabowo-Sandiaga menyatakan akan meningkatkan kinerja hingga dua kali lipat. Direktur Eksekutif BPN Prabowo-Sandiaga Musa Bangun mengatakan peningkatan kerja BPN Prabowo-Sandiaga dalam pemenangan pemilu akan dilakukan dari berbagai aspek. "Karena ini kan masih berjalan waktunya dan itu semua bagian dari evaluasi kerja tim pemenangan," ujarnya.

Dalam kampanyenya, BPN Prabowo-Sandi akan terus fokus pada isu ekonomi. Sandiaga Uno mengatakan tim kampanyenya telah berhasil mengangkat isu harga, melalui kunjungan ke pasar-pasar. "Sekarang kami akan fokus di lapangan pekerjaan," ujarnya usai bertemu Prabowo di Jakarta, Jumat (30/11).

(Baca: Prabowo Janjikan Pemerintahan yang Bersih)

Isu lapangan kerja berasal dari aspirasi masyarakat yang mengeluhkan sulitnya mendapatkan pekerjaan. Prabowo-Sandi akan menawarkan solusi penciptaan lapangan kerja yang luas. Sandiaga akan mengunjungi daerah yang memiliki sentra-sentra usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sektor usaha ini dinilai mampu menyerap 97% lapangan pekerjaan dan menyumbang 60% Produk Domestik Bruto (PDB).

Hasil survei tiga lembaga terlihat mengkhawatirkan bagi pasangan Jokowi-Ma’ruf. Meskipun pasangan calon dengan nomor urut 01 unggul, tapi perolehan suaranya masih rendah sebagai calon petahana. Biasanya, elektabilitas calon petahana sekitar 60-70% untuk dapat mempertahankan kepemimpinannya.

Meski begitu, hawa segar masih dirasakan dari survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dilakukan September lalu. Perolehan suara Jokowi-Ma'ruf dalam survei tersebut mencapai 60,4%. Unggul jauh dibandingkan Prabowo-Sandi yang hanya memperoleh 29,8%.

(Baca juga: Prabowo-Sandiaga Unggul di Kalangan Pengguna Media Sosial)

SMRC menilai peluang Jokowi terpilih kembali semakin besar. Jika dibandingkan dengan elektabilitas Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Pilpres 2009, tren perolehan suara Jokowi saat ini justru lebih kuat sebagai petahana.

Dalam simulasi dua nama, elektabilitas SBY pada survei September 2008 sebesar 48,6%, lebih tinggi dibandingkan pesaingnya, Megawati Soekarnoputri yang memperoleh suara 35,8%. Saat itu, elektabilitas SBY menurun 5,1% dari survei empat bulan sebelumnya yang mencapai 53,7%.

“Tren elektabilitas Jokowi sebagai petahana menjelang 2019 lebih baik dari tren elektabilitas SBY menjelang 2009. SBY menang dan peluang Jokowi untuk menang lebih baik,” kata Direktur Eksekutif SMRC Djayadi Hanan pada 8 Oktober lalu.

(Baca: Dibandingkan SBY, Peluang Jokowi Menang Sebagai Petahana Lebih Besar)