Jurus Enggartiasto Melawan “Samurai” Gula

ANTARA FOTO/Agus Bebeng
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyampaikan pemaparannya dalam kunjungan kerjanya ke Bandung, Jawa Barat, Kamis (4/5).
22/5/2017, 08.00 WIB

Kesepakatan ini sesungguhnya merupakan tindak lanjut dari apa yang telah dicapai pada pertengahan Januari, tiga bulan sebelumnya. Saat itu ada delapan distributor yang turut dalam penandatanganan nota kesepahaman.

Mereka adalah PT Angels Products, PT Citra Gemini Mulia, PT Duta Sumber Internasional, PT Sarana Manis Multi Pangan, PT Manis Rafinasi, PT Sari Agrotama Persada, PT Sentra Utama Jaya, dan PT Mega Sumber Industri. Kedelapan perusahaan itu menguasai sekitar 70 persen distribusi gula nasional.

(Baca: Izin Impor Gula Mentah, Antara Sambutan Investor dan Keresahan Petani)

Menurut Enggar, dengan penguasaan pangsa pasar sebesar itu, telah terjadi kartel penentu harga. Karena itulah, pemerintah melakukan intervensi, agar masyarakat tak dirugikan.

Menurut kalkulasinya, setidaknya bisa diperoleh penghematan belanja konsumen per tahun sekitar Rp 10 triliun! Sebab, dengan harga patokan itu bisa dihemat sekitar Rp 3.000 setiap pembelian gula per kilogram. Sementara, total penjualan gula setahun mencapai 3,3 juta ton.

Lantas, apakah dunia usaha dirugikan dengan langkah ini? Enggar menampiknya. Yang terjadi, kata dia, hanya mengurangi keuntungan yang biasa dinikmati oleh para pengusaha. Dari biasa untung 100, kini menjadi 30.

“Sebagai seorang pengusaha, saya bisa merasakan sakitnya,” kata mantan Ketua Umum Real Estate Indonesia ini. “Tapi, titik keseimbangan baru itu diperlukan untuk kepentingan konsumen dan rakyat.”

(Baca: Bisnis Gula Kurang Menarik Investor, Pemerintah Siapkan Insentif)

Bagi para pengusaha, kebijakan ini tentu terasa amat pahit. Tapi, ruang negosiasi tampaknya sudah tertutup rapat. Enggar memastikan tak akan ada kenaikan harga, ketika ditanya sampai kapan kebijakan ini diberlakukan. “Yang mungkin, turun harga.” Dan kebijakan ini akan bertahan, “Paling tidak, sampai mandat pemerintahan ini berakhir di 2019.”

Akankah kesepakatan ini ditaati di lapangan, atau justru memunculkan perlawanan? Enggar pun mengaku siap menghadapi berbagai serangan yang mungkin menghantamnya, sambil menegaskan bahwa dirinya tak mau asal main kayu. “Kalau setelah ada kesepakatan tetap bandel, barulah kami tangkap.”

(Baca: Masih Ada Supermarket Jual Gula di Atas Harga Acuan Pemerintah)

Lewat jurus itu, ia berharap, urusan stabilisasi harga kebutuhan pokok bisa dikebut dan selesai tahun ini juga. “Kalau tahun depan, sudah berat. Sudah tahun politik.”

Halaman: