Risiko New Normal dan Berdamai dengan Corona ala Jokowi

123rf/lightwise
Ilustrasi. Risiko New Normal dan Berdamai dengan Corona ala Jokowi
Penulis: Pingit Aria
19/5/2020, 10.00 WIB

Menurutnya, meski sinyal pelonggaran sudah muncul, pengusaha tak akan sembarangan memulai aktivitas tanpa memperhatikan penilaian pemerintah. “Masing-masing perusahaan sudah mulai melakukan transformasi untuk membuat cara bekerja yang berbeda. Adaptasi teknologi untuk sektor tertentu sudah ada sehingga tidak perlu semua bekerja dari kantor,” tuturnya.

(Baca: Apindo Sebut 30 Juta Pekerja Properti Terdampak Corona & Terancam PHK )

Menurut Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman, relaksasi PSBB dengan mengizinkan kembali pelaku industri beraktivitas harus dilakukan secara bertahap. Dia menyarankan pemerintah membuat skala prioritas untuk menentukan sektor usaha yang bisa dibuka lebih cepat, seperti produksi makanan, minuman, obat, dan alat-alat kesehatan.

Dicky juga mengingatkan pengusaha untuk menegakkan protokol kesehatan yang ketat. Aturan yang perlu dibuat, misalnya, deteksi suhu tubuh pekerja sebelum memasuki kantor, mewajibkan penggunaan masker, jaga jarak, dan mengatur jumlah karyawan dalam satu ruangan.

Meski demikian, Dicky menyebutkan bahwa hal terpenting yang harus dilakukan saat PSBB dilonggarkan adalah meningkatkan kapasitas pemeriksaan. Sedangkan, rasio tes Covid-19 di Indonesia baru 654 per satu juta penduduk.

Halaman selanjutnya: Risiko Herd Immunity dalam New Normal

Risiko Herd Immunity dalam New Normal

Jika syarat-syarat itu tak dipenuhi, membiarkan masyarakat berkeliaran berarti pemerintah mengandalkan kekebalan kelompok atau herd immunity dalam menghadapi pandemi corona. Herd immunity adalah kondisi ketika mayoritas orang dalam suatu kelompok memiliki imunitas untuk melawan virus dalam tubuh mereka.

Kondisi herd immunity umumnya diciptakan lewat vaksinasi, misalnya campak. “Jika seseorang dengan campak dikelilingi oleh orang-orang yang telah divaksin, penyakit itu tidak mudah ditularkan, lalu akan segera hilang,” demikian menurut Vaccine Knowledge Project Universitas Oxford.

Lalu, bagaimana jika vaksin belum ditemukan seperti pada Covid-19?

Ahli epidemiologi Universitas Edinburgh, Mark Woolhouse mengatakan, herd immunity bisa muncul secara alami. Caranya, dengan membiarkan 60-90 % populasi terinfeksi hingga antibodi mereka tumbuh dengan sendirinya.

Bagaimanapun, skenario herd immunity dinilainya terlalu berisiko karena virus corona belum diteliti dengan baik. “Kami tidak tahu seberapa protektif antibodi manusia menanggapi virus corona untuk jangka panjang, kami tidak tahu berapa lama,” ujarnya.

Inggris sempat menerapkan strategi herd immunity, dan gagal. Pemerintah di sana sempat mendorong munculnya kekebalan alami itu dengan membiarkan tempat-tempat publik terbuka. Dilansir dari The Atlantic, Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson ketika itu berpendapat pembatasan sosial hanya akan menimbulkan keresahan.

Namun, pada 16 Maret lalu Boris menangguhkan kebijakan itu. Ia mulai mengajak masyarakat Inggris untuk secara sukarela menjaga jarak, dan tidak lagi mengunjungi tempat umum. Sekolah dan kantor-kantor kemudian ditutup.

Perubahan kebijakan itu dipicu hasil analisis ahli imunologi dari Imperial College London. Analisis itu menungkapkan 30 % dari pasien positif virus corona di Italia memerlukan perawatan intensif. Jika angka tersebut sampai terjadi di Inggris, fasilitas kesehatan negara itu akan kewalahan.

Health-Corona Virus/Britain. Inggris sempat menerapkan strategi herd immunity, dan gagal. (ANTARA FOTO/REUTERS/Satellite image(c)2020 Maxar Technologies/Handout /hp/cf)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun mengecam setiap negara yang menerapkan kebijakan longgar dan herd immunity. “Bagaimana jika kita kehilangan orang-orang tua dan rentan saat prosesnya berjalan? Ini perhitungan yang berbahaya,” kata Direktur eksekutif WHO, Mike Ryan dalam sebuah konferensi pers virtual, Senin (11/5).

Ia menyatakan bahwa sebuah negara tak boleh menerapkan kebijakan longgar dan berpikir bahwa virus corona bakal hilang begitu saja ketika populasinya mencapai kekebalan. “Konsep herd immunity biasanya digunakan untuk menghitung berapa banyak orang yang perlu divaksinasi dari populasi untuk menghasilkan efek itu,” katanya.

Bagaimana dengan Indonesia? Presiden Jokowi pada Senin (18/5) menyatakan bahwa pemerintah belum melonggarkan pembatasan sosial. “Saya ingin tegaskan bahwa belum ada kebijakan pelonggaran PSBB. Jangan muncul anggapan keliru di masyarakat bahwa pemerintah sudah mulai melonggarkan PSBB,” ujarnya.

Menurutnya, yang sedang dikaji saat ini ialah skenario beberapa tahap yang akan diputuskan apabila pemerintah telah menentukan periode terbaik bagi masyarakat untuk kembali produktif namun tetap aman dari Covid-19.

Penentuan tersebut tentunya harus didasari pada data-data dan fakta di lapangan. Yang pasti, dalam beberapa minggu ke depan, pemerintah masih tetap berfokus pada upaya pengendalian Covid-19 melalui larangan mudik dan mengendalikan arus balik. “Biar semuanya jelas. Karena kita harus hati-hati, jangan keliru kita memutuskan,” kata Jokowi.

Halaman:
Reporter: Antara