Risiko New Normal dan Berdamai dengan Corona ala Jokowi

123rf/lightwise
Ilustrasi. Risiko New Normal dan Berdamai dengan Corona ala Jokowi
Penulis: Pingit Aria
19/5/2020, 10.00 WIB

Seruan Presiden Joko Widodo untuk berdamai dengan virus corona sempat memicu polemik luas di publik. Bahkan sebagian kalangan kedokteran menilai lebih baik bangsa ini bersiap menghadapi perang panjang melawan Covid-19 itu. Sebab, ada sejumlah risiko yang tak ringan bila pemerintah mengambil kebijakan tersebut.

Jokowi pertama kali mengungkapkan berdamai dengan corona pada awal Mei lalu. Menurutnya, penularan virus yang pertama kali merebak di Wuhan, Cina pada Desember 2019 itu akan terus terjadi sebelum vaksin ditemukan sehingga kasusnya begitu fluktuatif.

“Artinya, sampai ditemukan vaksin yang efektif, kita harus hidup berdamai dengan Covid-19 untuk beberapa waktu ke depan,” kata Jokowi seperti dilansir dari laman Sekretariat Presiden.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengulangi pernyataannya melalui Twitter pada 16 Mei 2020. “WHO menyatakan bahwa kita harus hidup berdampingan dengan Covid-19. Mengapa? Karena ada potensi bahwa virus ini tidak akan segera menghilang dan tetap ada di tengah masyarakat. Berdampingan bukan berarti menyerah, tapi menyesuaikan diri.”

Upaya Jokowi untuk menciptakan kondisi new normal sudah terlihat dari kebijakan anak buahnya di kabinet. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, misalnya, mengizinkan transportasi antarwilayah kembali beroperasi dengan syarat ketat, termasuk surat dinas dan hasil tes negatif Covid-19.

(Video: Larangan Mudik Lokal, Cukup Mudik Virtual)

Aksi turunannya, maskapai dari grup Garuda Indonesia dan Lion Air mulai kembali terbang pada awal Mei. Begitu juga PT Kereta Api Indonesia. Selain itu, bus-bus antarkota hingga kapal penyeberangan mulai beroperasi.

Antrean mengurus surat izin naik pesawat.  Maskapai dari grup Garuda Indonesia dan Lion Air mulai kembali terbang pada awal Mei. (ANTARA FOTO/Ahmad Rusdi/Bal/aww.)

Rencana pemerintah memulai fase new normal terlihat dari rancangan pelonggaran pembatasan oleh Kementerian Koordinator Perekonomian. Dalam draf tersebut, pemerintah membagi lima fase pemulihan ekonomi yang akan dimulai 1 Juni. Saat itu, jika kondisi sudah memungkinkan, pemerintah hendak mengizinkan industri dan jasa bisnis ke bisnis untuk beroperasi.

Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir pun berencana memulai aktivitas kantor bagi pegawai perusahaan pelat merah yang berusia kurang dari 45 tahun setelah 25 Mei. Meski, pelaksanaannya masih harus menunggu restu dari Gugus Tugas Covid-19 dan Kementerian Kesehatan.

Skenario new normal akibat pandemi virus corona Covid-19 ini diatur dalam Surat Edaran bernomor S-336/MBU/05/2020. Surat tertanggal 15 Mei 2020 itu ditujukan kepada seluruh direktur utama BUMN. Ada lima fase pemulihan operasional yang disiapkan bagi perusahaan negara.

Dalam fase pertama yang dimulai 25 Mei, karyawan BUMN berusia di bawah 45 tahun mulai bekerja di kantor dengan pengaturan jam masuk, batasan kapasitas, dan sistem shifting. Sedangkan, karyawan BUMN berusia di atas 45 tahun tetap melanjutkan bekerja di rumah sesuai batasan operasi.

(Baca: Jadi Penggerak Ekonomi, Erick Thohir Dorong BUMN Terapkan ‘New Normal’)

Kemudian, mulai 1 Juni BUMN sektor mal dan retail akan beroperasi dengan batasan jumlah pengunjung dan jam buka. Fase ketiga adalah membuka tempat wisata mulai 8 Juni dengan meminimalisasi kontak fisik.

Pada fase keempat, kegiatan ekonomi dibuka untuk seluruh sektor dengan evaluasi pada 29 Juni. Terakhir, pada 13 dan 20 Juli akan dievaluasi semua sektor menuju skala normal. Beberapa BUMN seperti Bank Mandiri, Pertamina, Telkom, PLN, hingga holding industri pertambangan langsung menyatakan siap menjalankan instruksi sang menteri.

Kebutuhan Ekonomi di Tengah Pandemi

Ekonomi adalah alasan utama pemerintah untuk mulai merancang kondisi new normal. Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2020 hanya 2,97 %. Padahal, kasus pertama Covid-19 baru diumumkan pada 2 Maret 2020. Artinya, baru sebulan keberadaan virus corona terkonfirmasi di Indonesia, namun dampaknya terhadap perekonomian begitu dahsyat.

Tak bisa dipungkiri, penutupan pabrik-pabrik akibat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk membendung penularan Covid-19 berimbas pada naiknya angka pengangguran. “Kondisi yang terkena PHK, masyarakat yang menjadi tidak berpenghasilan lagi, ini harus dilihat. Kita ingin masyarakat produktif dan tetap aman dari Covid-19,” kata Jokowi dalam siaran pers, Jumat, 15 Mei 2020 lalu.

Menurutnya, setelah kondisi cukup aman, pemerintah akan berangsur mengizinkan sektor-sektor usaha beroperasi kembali dengan cara-cara yang aman dari penularan virus corona. Misalnya, restoran beroperasi dengan pembatasan pengunjung sekitar 50 %, memberi jarak antarkursi, dan antarmeja pun diperlonggar.

Pada kesempatan itu, Presiden juga menjelaskan bahwa berkurangnya aktivitas masyarakat di luar rumah membuat Pendapatan Asli Daerah (PAD) menyusut drastis. “Ada yang menurun sampai separuh, ada yang menurun 30 %.”

Rencana pemerintah untuk melonggarkan pebatasan aktivitas masyarakat pun disambut oleh kalangan pengusaha. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan pandemi Covid-19 akan lama.

Dalam periode ini, kegiatan ekonomi tak mungkin berhenti. Pemberlakuan PSBB sudah berefek besar. Sedangkan stimulus dari pemerintah sebesar apapun tidak akan sanggup untuk menopang kejatuhan tersebut tanpa aktivitas ekonomi.

Hal senada diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani. Dia bahkan menyebut, pelaku usaha di berbagai sektor tengah menyiapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk berkegiatan di tengah pandemi.

Menurutnya, meski sinyal pelonggaran sudah muncul, pengusaha tak akan sembarangan memulai aktivitas tanpa memperhatikan penilaian pemerintah. “Masing-masing perusahaan sudah mulai melakukan transformasi untuk membuat cara bekerja yang berbeda. Adaptasi teknologi untuk sektor tertentu sudah ada sehingga tidak perlu semua bekerja dari kantor,” tuturnya.

(Baca: Apindo Sebut 30 Juta Pekerja Properti Terdampak Corona & Terancam PHK )

Menurut Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman, relaksasi PSBB dengan mengizinkan kembali pelaku industri beraktivitas harus dilakukan secara bertahap. Dia menyarankan pemerintah membuat skala prioritas untuk menentukan sektor usaha yang bisa dibuka lebih cepat, seperti produksi makanan, minuman, obat, dan alat-alat kesehatan.

Dicky juga mengingatkan pengusaha untuk menegakkan protokol kesehatan yang ketat. Aturan yang perlu dibuat, misalnya, deteksi suhu tubuh pekerja sebelum memasuki kantor, mewajibkan penggunaan masker, jaga jarak, dan mengatur jumlah karyawan dalam satu ruangan.

Meski demikian, Dicky menyebutkan bahwa hal terpenting yang harus dilakukan saat PSBB dilonggarkan adalah meningkatkan kapasitas pemeriksaan. Sedangkan, rasio tes Covid-19 di Indonesia baru 654 per satu juta penduduk.

Halaman selanjutnya: Risiko Herd Immunity dalam New Normal

Halaman:
Reporter: Antara