Kejengkelan Jokowi dan Ancaman Reshuffle Kabinet Buntut Pandemi
Sejatinya sidang kabinet paripurna pada 18 Juni lalu itu bersifat tertutup. Materi pembahasannya bukan untuk konsumsi publik. Namun Ahad kemarin, masyarakat menyaksikan bagaimana Presiden Joko Widodo kesal atas kinerja sejumlah menteri dalam menangani pandemi corona melalui sebuah tayangan di Youtube yang diunggah kantor sekretariat presiden.
Jokowi mengancam akan merombak kabinet atau reshuffle. “Saya harus ngomong apa adanya, tidak ada progres signifikan (dalam penanganan krisis akibat Covid-19),” kata Jokowi ketika membuka rapat di Istana Negara tersebut.
Jauh sebelumnya, pemerintah menetapkan status tanggap darurat bencana Covid-19 sejak 17 Maret 2020. Namun, mantan Gubernur DKI Jakarta itu menilai penanganannya hingga pertengahan bulan ini belum maksimal.
Padahal, tiga bulan lalu dan setidaknya tiga bulan ke depan dalam suasana krisis. Ia merujuk pada proyeksi pertumbuhan ekonomi yang dibuat beberapa lembaga internasional belum lama ini. “OECD bilang pertumbuhan ekonomi (dunia) terkontraksi 6 sampai 7,6 %. Bank Dunia minus 5 %.”
Jokowi pun mendesak para menteri membuat langkah dan kebijakan luar biasa untuk mengatasi krisis saat ini. Jika diperlukan, Presiden siap mendukung dengan membuat peraturan presiden, bahkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).
“Langkah apapun yang extraordinary akan saya lakukan. Untuk 267 juta rakyat kita, untuk negara. Bisa saja membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle,” ujarnya.
(Baca juga: SMRC: 71% Masyarakat Nilai Ekonomi Rumah Tangga Memburuk saat Pandemi)
Begitu sensitif isu ini, Istana perlu waktu hingga 10 hari untuk merilis pernyataan Jokowi. Deputi bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin menjelaskan alasan di balik keterlambatan pengunggahan video tersebut.
Bey menjelaskan sidang kabinet paripurna tersebut awalnya bersifat internal dan bukan untuk konsumsi publik. Materi sidang hanya untuk kalangan terbatas, yakni para menteri dan kepala lembaga. “Namun setelah kami pelajari pernyataan Presiden, banyak hal yang baik dan bagus untuk diketahui publik,” kata Bey dalam keterangan tertulisnya.
Atas dasar itu, Bey meminta izin untuk mengunggah pidato sidang kabinet paripurna kepada Jokowi. Namun, Bey perlu waktu untuk mempelajarinya. Dia harus berulang kali mengkaji isi dari pidato Jokowi. “Makanya baru dipublikasi pada Minggu 28 Juni 2020,” kata Bey.
Beberapa Sektor Disorot Jokowi
Jokowi menyoroti kinerja beberapa sektor yang dianggapnya mengecewakan dalam penanganan pandemi Covid-19. Di antaranya adalah sektor kesehatan, penyaluran bantuan sosial, lambatnya implementasi stimulus ekonomi.
Dalam pidatonya, Jokowi menyebut anggaran kesehatan mencapai Rp 75 triliun, namun baru terealisasi sekitar 1,53%. “Pembayaran dokter, tenaga spesialis keluarkan. Belanja peralatan keluarkan,” katanya.
Sedangkan, dalam laporan harian edisi Senin, 29 Juni 2019, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menyebutkan bahwa insentif untuk tenaga kesehatan di beberapa wilayah belum dibayarkan karena terkendala proses verifikasi di Kementerian Kesehatan. Selain itu, penularan virus corona ke petugas kesehatan yang masih terjadi membuktikan kurangnya Alat Pelindung Diri (APD) di sejumlah rumah sakit rujukan.
Jokowi juga menyoroti bantuan sosial ke masyarakat yang seharusnya sudah 100% tersalurkan. Begitu pula insentif ke sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). “Segera stimulus ekonomi bisa masuk ke usaha kecil mikro, mereka tunggu semuanya. Jangan biarkan mereka mati dulu, baru kita bantu,” kata Jokowi.
(Baca juga: Tepis Isu Jokowi akan Reshuffle Kabinet, Moeldoko: Lagi Kerja Kencang)
Ia menambahkan, stimulus ekonomi juga diberikan kepada sektor manufaktur yang merupakan industri padat karya. Langkah ini diharapkan bisa mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Sebagai gambaran, berikut adalah hasil monitoring Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang disampaikan oleh Menteri Keuangan dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, Senin lalu (29/6):
Sektor | Anggaran | Realisasi | Keterangan |
Kesehatan | Rp 87,55 triliun | 4,68% | Penyerapan anggaran naik dari 1,53% dalam 10 hari sejak teguran Jokowi. |
Perlindungan Sosial | Rp 203,90 triliun | 34,06% | |
Sektoral, Pemda Kementerian/Lembaga, | Rp 106,11 triliun | 4,01% | |
UMKM | Rp 123,46 triliun | 22,74% | |
Pembiayaan Korporasi | Rp 53,57 triliun | 0 | Penyelesaian skema dukungan dan regulasi, serta infrastruktur pendukung. |
Insentif Usaha | Rp 120,61 triliun | 10,14% |
Survei Kepuasan Publik atas Pemerintah Merosot
Jika Jokowi saja kecewa dengan kinerja bawahannya, bagaimana masyarakat menilai kinerja pemerintah dalam penanganan pandemic Covid-19?
Lembaga survei Indikator Politik Indonesia mencatatkan kepuasan publik terhadap pemerintah dalam penanganan pandemi corona anjlok. Buruknya kinerja pemerintah juga berdampak pada kepuasan publik terhadap Presiden Joko Widodo yang juga turun.
Pada Februari 2020, Indikator mencatat 70,8 % responden optimistis terhadap kinerja pemerintah dalam penanganan corona. Untuk diketahui, kasus positif Covid-19 pertama di Indonesia baru dikonfirmasi pada 2 Maret 2020. Setelah beberapa bulan berjalan, dalam survei edisi Mei 2020, angkanya menurun menjadi hanya 56,4 % responden.
Sementara itu, kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi pada Februari 2020 lalu sebesar 69,5 %. Pada bulan lalu, kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi sebesar 66,5 % atau turun 3 %.
Selisih yang tak terlalu signifikan pada kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi, menurut Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanudin Muhtadi, didukung oleh kekuatan partisan. “Partisan punya kontribusi terhadap puas tidaknya kinerja Presiden,” kata Burhanuddin dalam diskusi virtual, Jumat (12/6) lalu.
(Baca: Survei Indikator: Kepuasan Warga Terhadap Kinerja Jokowi Menurun)
Siapa Menteri yang Terancam?
Menelaah pernyataan Presiden dan berbagai data yang ada, sejumlah pengamat menilai ada beberapa menteri yang terancam reshuffle. Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menyebut Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto paling berpotensi kehilangan jabatan.
Apalagi, Terawan sempat disorot Jokowi dalam sidang kabinet paripurna beberapa hari lalu karena lambat mencairkan insentif bagi tenaga kesehatan. “Mungkin Terawan yang rawan akan di-reshuffle,” kata Ujang.
Selain Terawan, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah juga berpotensi terkena reshuffle. Pasalnya, pemutusan hubungan kerja (PHK) kian marak di tengah pandemi corona. Kemudian, program Kartu Prakerja juga menuai banyak kritik, bahkan sekarang disetop sementara untuk review.
Bagaimanapun, Ujang menilai Ida kemungkinan hanya akan digeser ke pos kementerian lain. Hal itu mengingat Ida merupakan politisi dari PKB yang menjadi partai koalisi pendukung Jokowi. “Kalau pun reshuffle, diganti dari kader PKB lagi,” kata Ujang.
(Baca: Moeldoko Jelaskan Makna di Balik Ancaman Jokowi Reshuffle Kabinet )
Dukungan untuk reshuffle juga disampaikan oleh Staf Pengajar Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair) Hari Fitrianto. “Presiden Jokowi sebaiknya melakukan kalibrasi ulang kekuatan kabinetnya. Dalam situasi krisis yang dibutuhkan oleh Presiden adalah para pembantu yang memiliki kualitas kepemimpinan para menteri yang sigap menghadapi krisis,” katanya.
Hal senada disampaikan oleh pengamat kebijakan publik dari Poldata, Fajar Arif Budiman. Menurutnya, ada beberapa sektor di kementerian yang harus menjadi perhatian utama Presiden Jokowi di masa pandemi ini. “Sementara sektor Kesehatan dan sosial menurut saya cukup mengecewakan publik,” ucap alumni Universitas Padjajaran ini.