Peluang Pembatasan Lebih Ketat Usai PPKM Gagal Turunkan Corona

123RF.com/troyzen
Pemerintah sedang memgkaji kelanjutan PPKM usai Presiden Joko Widodo menyebut kebijakan tersebut tak efektif turunkan kasus Covid-19.
1/2/2021, 22.17 WIB
  • Jokowi tak puas kasus Covid-19 masih meningkat di Jawa dan Bali meski PPKM berjalan hampir sebulan
  • Epidemiolog menyarankan lockdown zona merah dilakukan pemerintah
  • Menteri Kesehatan akan memperkuat penelusuran di Puskesmas sebagai pintu pertama deteksi Covid-19

Presiden Joko Widodo menyampaikan ketidakpuasannya atas Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang telah berjalan sejak 11 Januari lalu. Ini lantaran kasus Covid-19 tak juga turun meski kegiatan ekonomi semakin dibatasi.

Teguran Jokowi ini langsung direspons Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Juru Bicara Satgas Wiku Adisasmito mengatakan, pemerintah akan mengkaji ulang kebijakan PPKM. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan pembatasan bakal diperketat.

"Iya tentu (dikaji ulang dan diperketat). Masukan Bapak Presiden adalah input yang baik bagi Satgas juga kementerian/lembaga terkait," kata Wiku saat dihubungi Katadata.co.id, Senin (1/2).

PPKM sedianya memang baru akan berakhir 8 Februari mendatang. Meski demikian suara untuk mengakhiri pembatasan ini telah disampaikan ahli epidemiologi.

Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia Pandu Riono menilai, kebijakan ini sudah tidak berguna untuk diterapkan. Ini lantaran pemerintah terlambat membatasi kegiatan yang sedianya dilakukan akhir 2020. "Kalau diketatkan November lalu, masih ada pengaruhnya," ujar Pandu kepada Katadata.co.id, Senin (1/2).

Apalagi menurut Pandu, PPKM tidak memiliki dasar hukum yang tak sekuat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Aturan PPKM tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 2021. Selanjutnya, instruksi tersebut diimplementasikan dengan peraturan di tingkat daerah, seperti peraturan gubernur, keputusan gubernur, dan surat edaran.

Di sisi lain, Kementerian Kesehatan perlu memacu penguatan testing (pengetesan), tracing (penelusuran), dan treatment (perawatan). Tak hanya itu, Kemenkes juga bertugas untuk mendorong pemerintah daerah dalam melakukan pengetatan.

Atas dasar kondisi yang kompleks tersebut, Pandu berharap Jokowi menangani langsung pembatasan ini. "Usul saya hanya satu, Presiden pimpin langsung penanganan pandemi," kata Pandu.

Kasus corona RI memang belum menunjukkan gejala mereda usai PPKM dilakukan. Bahkan, lonjakan pasien Covid-19 sempat mencetak rekor 14.518 orang pada 30 Januari lalu.

Epidemiolog dari Universitas Airlangga Laura Navika Yamani mengatakan, kebijakan paling ideal ialah lockdown secara menyeluruh. Namun, ini bisa memberikan dampak besar terhadap ekonomi.

Oleh karena itu, ia mengusulkan adanya karantina wilayah untuk wilayah berzona merah. Kebijakan ini dinilai menjadi jalan tengah antara penekanan kasus Covid-19 serta mendukung pemulihan ekonomi.

Namun, kebijakan karantina zona merah ini bukan tanpa risiko. Laura mengatakan langkah ini memerlukan ketersediaan data yang valid. "Kalau pemerintah mampu identifikasi wilayah mana yang lebih kecil (untuk diterapkan karantina wilayah), itu lebih efektif. Seperti karantina RT-RW," ujar dia.

Permasalahannya, Kemenkes belum memiliki data detail hingga tingkat RT-RW. Oleh karena itu perlu pencocokan data dari tingkat pusat hingga daerah.

Selain itu, kebijakan ini perlu pengawasan secara ketat serta diikuti dengan pemberian sanksi tegas kepada masyarakat yang melanggar. Dengan demikian, masyarakat akan memiliki kesadaran untuk mematuhi protokol kesehatan.

Terakhir, pengetesan perlu diperkuat sehingga klaster penyebaran virus corona bisa terdeteksi. "Jadi karantina level rendah harus menggunakan indikator yang jelas," ujar Laura.

Adapun ahli epidemiologi Universitas Andalas Defriman Djafri Ph.D berharap pemerintah memperkuat pencegahan dengan penerapan protokol kesehatan. Apalagi masyarakat mulai jenuh melihat penanganan pandemi yang tak signifikan.

Secara khusus ia meminta pemerintah memperkuat pelacakan kasus kepada suspek Covid-19. Apalagi masalah kesalahan deteksi ini sudah diakui Menkes Budi Gunadi Sadikin.

Budi sejak beberapa waktu lalu mengatakan ada kesalahan dalam metode deteksi corona di Indonesia. Tes yang seharusnya dilakukan pada suspek Covid-19 malah lebih banyak dilakukan kepada orang yang ingin melakukan perjalanan dan keperluan lain.

“Artinya perlu penelusuran kepada orang-orang yang menjadi kontak erat,” kata Defriman Jumat (29/1) dikutip dari Antara.

Edukasi hingga Perkuat Puskesmas

Sedangkan Jokowi dalam rapat terbatas menyoroti mobilitas masyarakat yang masih tinggi saat PPKM. Ini membuat sejumlah provinsi masih mencatatkan kenaikan kasus Covid-19. 

Jokowi sebenarnya tak mempermasalahkan jika geliat ekonomi menurun asalkan hal tersebut bersamaan dengan penurunan kasus Covid-19. “Sebenanya tidak apa-apa asal Covid-nya turun, tapi ini kan tidak," ujarnya. 

Secara khusus, Menteri yang diundang rapat adalah Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas , Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Panglima TNI Hadi Tjahjanto, dan Kapolri Listyo Sigit Prabowo. 

Berdasarkan kondisi tersebut, Jokowi meminta para bawahannya untuk mempersiapkan strategi edukasi masyarakat, terutama di provinsi-provinsi prioritas. Apalagi terkait penerapan protokol kesehatan 3M, yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.

Secara khusus, Jokowi meminta Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyiapkan strategi untuk melibatkan tokoh-tokoh agama dalam membantu pelaksanaan PPKM. Begitu juga dengan TNI dan Polri untuk menyiapkan strategi implementasi PPKM.

PRESIDEN TERIMA DOSIS KEDUA VAKSIN SINOVAC (ANTARA FOTO/HO/Setpres-Lukas/wpa/hp.)

Selain itu, menteri koordinator diminta mengatur sinergi antar-kementerian, TNI, dan Polri dalam implementasi PPKM ke depan. "Saya ingin Menko juga mengajak sebanyak-banyaknya pakar epidemiologi agar mendesain kebijakan yang lebih komprehensif." Kata Presiden.

Adapun, Budi akan meningkatkan kapasitas tes dan pelacakan kasus Covid-19 sejak di puskesmas. Ini lantaran fasilitas tersebut adalah yang berada paling dekat dengan masyarakat. “Kami akan memudahkan dan melengkapi seluruh puskesmas agar bisa melakukan tes dengan baik,” katanya.

Penguatan Puskesmas dilakukan agar tenaga kesehatan yang ada bisa mengarahkan pasien melakukan isolasi secara ketat. “Bagaimana koordinasi isolasi masyarakat yang kontak erat atau konformasi positif tapi kondisi tak berat,” kata mantan Dirut Bank Mandiri itu.

Reporter: Rizky Alika, Antara