Tanda-tanda Pemulihan Ekonomi Indonesia Masih Rapuh

123rf
Ilustrasi. Upaya pemerintah memulihkan kondisi ekonomi di tengah pandemi Covid-19.
Penulis: Sorta Tobing
28/4/2021, 19.06 WIB
Ilustrasi geliat pariwisata untuk dorong perekonomian domestik. (ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/rwa.)

Dorong Konsumsi Domestik 

Bank Indonesia juga telah merevisi ke bawah pertumbuhan ekonomi Tanah Air. Dari 4,3% sampai 5,3% menjadi 4,1% hingga 5,1%. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan perubahan ini berdasarkan konsumsi swasta yang masih terbatas hingga Maret 2021.

Pembatasan mobilitas masyarakat pun masih terjadi guna mencegah penyebaran Covid-19. Di saat yang sama pemerintah sedang mengakselerasi program vaksinasi.

Perry mengatakan sebenarnya konsumsi mengalami peningkatan dengan terlihat dari ekspketasi konsumen dan penjualan ritel. Namun, kenaikannya masih lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.

“Kami melihat pada trwiulan pertama dan kedua, masih ada pembatasan. Ini menyebabkan tingkat konsumsi swasta tidak setinggi yang diperkirakan,” katanya.

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menyarankan pemerintah untuk memperbanyak kebijakan di sisi permintaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Misalnya, insentif pajak mobil dan properti yang pemerintah sudah berikan sejak kuartal I-2021. “Mungkin kebijakannya harus mengarah ke sana,” katanya pada Senin lalu,

Simpanan masyarakat kelas menengah ke bawah dengan nilai di bawah Rp 100 juta justru meningkat di bank. Hal ini menjadi bukti banyak orang masih berjaga-jaga dan bingung untuk membelanjakan uangnya.

Terlebih tahun ini pemerintah mengeluarkan larangan mudik Lebaran. Padahal, Ramadan dan Idul Fitri merupakan momen konsumsi besar-besaran masyarakat. Sudah dua kali berturut-turut, sejak muncul pandemi Covid-19, aktivitas ini tertahan.

Pemerintah perlu memaksimalkan potensi belanja masyarakat dengan memberi insentif di tempat wisata. “Sekarang antusiasme masyarakat bukan sandang, pangan, papan, tapi sandang, pangan, wisata. Banyak lokasinya yang tutup membuat spending terhambat,” ucapnya.    

Pembukaan sektor pariwisata dapat membangkit sepuluh sektor di bawahnya. “Saya rasa itu yang paling dapat mempercepat recovery ekonomi di daerah. Ada beberapa yang telah menerapkan protokol kesehatan yang bagus, ekonominya tumbuh signifikan,” kata Avi.

Laporan PricewaterhouseCoopers (PwC) menyebutkan, terdapat sembilan sektor yang paling terpukul akibat pandemi Covid-19. Industri perhotelan dan hiburan menjadi sektor yang paling terdampak, yakni mencapai 86%, seperti terlihat pada Databoks di bawah ini.

Mayoritas masyarakat memilih kegiatan wisata, hiburan, atau hobi sebagai prioritas ketiga untuk dipenuhi saat pandemi . Hal itu tercermin dari 84% responden pada survei Katadata Insight Center (KIC) dan Cash Pop.

Survei itu juga mencatat, 53,3% responden menyebut kondisi keuangan mereka memburuk sejak pandemi muncul. Pendapatan usaha yang menurun menjadi pemicu utamanya. 

Belum optimalnya konsumsi masyarakat membuat Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memprediksi tahun ini pertumbuhan ekonomi hanya 3% sampai 4%. “Ini masih di bawah target pemerintah," kata Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal.

Sebenarnya pergerakan masyarakat telah meningkat saat ini. Aktivitas perdagangan, ritel, restoran, kafe, dan lainnya telah naik cukup signifikan. Namun, untuk aktivitas dengan kendaraan jarak jauh, seperti kereta api dan pesawat, masih sepertiga dari kondisi awal 2020.

"Dorongan keluar rumah masih jarak dekat. Dan ternyata, mobilitas ini belum banyak mendorong konsumsi rumah tangga," ujar Faisal.

Indikatornya terlihat pada indeks penjualan riil triwulan pertama 2021 yang terkontraksi sekitar 17% secara year-on-year (yoy). Pergerakan inflasi, khususnya inflasi inti belum terdongkrak.

Bahkan pada Maret lalu, untuk pertama kalinya sejak awal 2020 terjadi deflasi 0,03%. “Jadi, belum terlihat indikasi peningkatan konsumsi yang cukup kuat,” katanya. 

Hal serupa juga terlihat pada angka penjualan perumahan atau properti. Pertumbuhan, terutama untuk produk kredit pemilikan rumah (KPR), masih rendah dibandingkan sebelum pandemi. 

Kemudian, peningkatan penjualan kendaraan bermotor karena relaksasi pajak penjualan atas barang mewah atau PPnBM juga tidak berkelanjutan. Pemerintah memperkirakan pertumbuhannya pada April dan Mei ini mencapai 11%.

Faisal menyebut angka itu akan turun di bulan selanjutnya, sejalan dengan penurunan diskonnya. “Kami perkirakan akan kembali ke kondisi semula sebelum diberikan stimulus," jelasnya.

Halaman:
Reporter: Antara, Agatha Olivia Victoria