Profesionalitas dan Reformasi Peradilan

Terlepas dari penantian soal Panglima baru TNI, sejumlah pihak sepakat ada pekerjaan rumah yang mendesak diselesaikan oleh siapapun yang dipilih Presiden Jokowi. Meutya Hafid menyebut profesionalitas harus menjadi agenda prioritas Panglima terpilih. Undang-Undang No.34 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menyebut tentara memiliki dua tugas utama; operasi militer dalam perang dan operasi militer selain perang.

Meutya menyebut saat ini TNI di bawah kepemimpinan Marsekal Hadi Tjahjanto sangat aktif dalam operasi militer selain perang (OMSP). Ini misalnya terlihat dari peran TNI dalam penanganan Covid-19 dalam hal vaksinasi hingga menjaga fasilitas publik.

“Profesionalitas TNI utama. Saya ingin TNI selalu dekat dengan rakyat. Ke depan lebih banyak pekerjaan rumah di bidang OMSP, sehingga profesionalitas SDM menjadi modal nomor satu,” ujar Meutya kepada Katadata, Selasa (14/9).

Hal senada juga ditekankan oleh Direktur Imparsial Gufron Mabruri. Ia menegaskan Panglima baru harus mengevaluasi seluruh peran TNI yang ada di luar tugas, pokok, dan fungsinya (tupoksi). Ia mencontohkan, TNI saat ini berperan aktif di hampir banyak sektor. Mulai dari menjaga aksi unjuk rasa hingga yang paling kontroversial yakni keterlibatan tentara dalam program cetak sawah.

Undang-Undang TNI memang memberi jalan terhadap peran TNI tersebut. Namun, Gufron menekankan ada mekanisme tertentu yang harus diperhatikan dalam penerapannya. Ini misalnya, TNI bisa diperbantukan dalam keadaaan darurat ketika institusi fungsional tidak bisa lagi menangani. “Dalam kasus cetak sawah, menurut kami institusi fungsional yakni Kementerian Pertanian memiliki kapasitas untuk mengerjakannya,” ujarnya kepada Katadata, Selasa (16/9).

Gufron melanjutkan, peran TNI di sektor non-perang juga harus harus ada limitasi waktu. Pengaturan dibuat dalam kebijakan tertulis sehingga prinsip akuntabilitas bisa dipenuhi. “Menurut catatan kami hampir semua prinsip itu tidak terpenuhi,” ia menegaskan.

PELEPASAN PASUKAN YONIF 315/GARUDA KE PAPUA (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/aww.)
 

Imparsial juga mendorong Panglima baru untuk melakukan reformasi Peradilan Militer. Ia menilai selama ini sistem peradilan militer masih tumpang tindih dengan peradilan sipil. Tentara yang melakukan aksi kriminal diadili lewat Pengadilan Militer dan dalam banyak kasus hanya mendapatkan hukuman ringan atau bahkan dibebaskan. “Beberapa oknum yang terlibat pelanggaran HAM misalnya, kita tahu ada yang dihukum di pengadilan tingkat pertama tetapi lantas dibebaskan saat banding,” Gufron mengingatkan.

 

Siapapun Panglima TNI yang dipilih Presiden, ia akan menghadapi tugas-tugas yang tak mudah. Baik Andika Perkasa, Yudo Margono, atau kandidat lain yang terpilih harus bisa mengusung reformasi TNI menjadi lebih baik. 

“Ini sepenuhnya prerogatif Presiden. Bagaimanapun kedua sosok ini [Andika Perkasa dan Yudo Margono] merupakan kader terbaik negeri ini,” kata Pengamat Militer Ade Muhammad. 

Penyumbang Bahan: Akbar Malik

Halaman: