Ekonomi menjadi tema sentral yang diusung Sandiaga Salahuddin Uno dalam kampanyenya sebagai calon wakil presiden Republik Indonesia 2019-2024, sejak Agustus tahun lalu. Dalam lawatannya ke banyak daerah, pengusaha kawakan ini kerap menyuarakan adanya kesusahan masyarakat akibat tingginya harga kebutuhan pokok dan sulitnya lapangan pekerjaan saat ini.
Sandiaga juga sering mengangkat isu mengenai beban utang negara yang semakin besar, kebijakan impor, hingga perlunya swasembada pangan. Meski di sisi lain, isu dan tema kampanye yang diusungnya dianggap sebagian pihak tidak sesuai kenyataan dan sekadar "menjual" ketakutan ke masyarakat.
Pria berusia 50 tahun ini juga menepis kekhawatiran para pengusaha dan investor bahwa kebijakan yang diambilnya jika menjabat nanti akan membuat ketidakpastian di pasar keuangan. “Secara politis akan sangat seksi dan sentimental (penghapusan utang), tapi sekali lagi ini saya (bicara) di Katadata, bukan di tabloid politik,” kata Sandiaga dalam wawancara khusus dengan Tim Katadata.co.id di Jakarta, 24 Januari lalu.
Selama sekitar satu jam --di sela-sela jadwal kampanyenya yang padat dan sambil berpuasa, Sandiaga menguraikan secara rinci aneka masalah ekonomi berikut rencana kebijakan yang akan dijalankannya: di sektor pajak, infrastruktur, utang, energi dan swasembada pangan. Berikut wawancara lengkapnya.
Pajak
Bagaimana cara menaikkan tax ratio 16% dan siapa yang akan dibidik?
Kami melakukan pendekatan sangat holistik. Kami rumuskan ada 5 jurus utama. Pertama, memisahkan Dirjen Pajak dari Kementerian Keuangan. Kami ingin badan penerimaan negara dan reformasi pajak setingkat kementerian yang bertanggung jawab kepada presiden secara langsung dan punya otoritas.
Kedua, membangun infrastruktur perpajakan secara komprehensif dan modern dengan menggunakan teknologi informasi. Kami lihat negara-negara lain yang sukses meningkatkan rasio pajaknya karena penggunaan teknologi secara masif.
Ketiga, mendorong jenis-jenis pajak yang menjadi instrumen untuk mengurangi ketimpangan dan kemiskinan seperti pajak karbon. Penghasil emisi karbon secara luar biasa itu harus diberikan disinsentif. (Sebaliknya) kami akan
memberikan insentif untuk perusahaan-perusahaan besar masuk ke pasar modal.
Apa poin selanjutnya?
Keempat, terkait tren global yang menurunkan pajak. Mana mungkin bisa bersaing bila tidak menurunkan pajak. Paling gampang menurunkan PPh 21 perorangan, meningkatkan pendapatan tidak kena pajak. Dari analisis kami penurunan pajak untuk perorangan akan meningkatkan konsumsi.
Kelima, intensifikasi pajak melalui digitalisasi. Karena, kalau kita lihat infrastruktur IT itu belum dioptimalisasi di perpajakan. Baru 31% potensi seluruh pribadi dan badan usaha yang terpantau.
Apakah lima jurus itu akan mampu menaikkan tax ratio jadi 16%?
Tax ratio untuk lima tahun itu bisa kami naikkan sekitar 5%, berarti 1,2% per tahun. PDB (Produk Domestik Bruto) juga kami harapkan meningkat. PDB yang meningkat itu otomatis akan menggerakkan ekonomi dan memperbesar basis pajak.
Bagaimana caranya menaikkan rasio pajak jadi 16% tapi masih memberikan tax holiday?
Menurut saya nanti tax hioliday itu adalah untuk investasi baru, yang membuka lapangan kerja dan meningkatkan potensi ekspor kita. Tax holiday dan tax amnesty yang kemarin dijalankan menurut saya gagal meningkatkan tax ratio. Tax amnesty mestinya diikuti dengan reformasi pajak.
Bagaimana dengan pajak untuk e-commerce?
Kepentingan nasional tetap harus diutamakan. Saya sepakat pengenaan pajak kepada e-commerce yang tidak menciptakan lapangan kerja, tidak menciptakan investasi dan memudahkan barang-barang impor masuk.
Untuk e-commerce yang mendahulukan kepentingan Indonesia, mendahulukan lapangan kerja, mendahulukan kekuatan ekonomi kita dan ekspor, mensubstitusi impor, saya tidak setuju (pengenaan e-commerce).
Utang dan Infrastruktur
Anda mengatakan akan membangun negara dan membiayai infrastruktur tanpa utang. Apakah berarti pemerintahan Anda tidak akan berutang?
Maksud pernyataan saya itu, kami akan mengutamakan pembangunan infrastruktur tanpa membebani utang atau menambah utang negara dan dilakukan dengan pola public-private partnership atau kemitraan pemerintah dan badan usaha. Hal ini sudah banyak dilakukan. Melalui pola konsesi atau pola availability of payment.
Jadi saya melihat kalau proyek-proyek infrastruktur yang memiliki nilai ekonomis tinggi, maka sudah tidak perlu lagi dilakukan oleh pemerintah. Bisa disampaikan kepada swasta, tugasnya pemerintah mungkin untuk pembebasan lahan.
Pembangunan infrastruktur yang melibatkan swasta akan lebih mendorong percepatan ekonomi. Pemerintah itu hanya perlu sedikit menguasai kue ekonomi. Public private partnership ini juga akan meningkatkan efisiensi dari penggunaan anggaran negara, saya rasa hasilnya akan lebih baik.
Skema kemitraan tersebut telah dijalankan pemerintahan sekarang, namun tidak mudah. Bagaimana investor mau membiayai infrastruktur dasar seperti irigasi dan sanitasi yang tidak menguntungkan?
Kebetulan sudah disoroti pada laporan Bank Dunia yang viral banget, bahwa kelemahan kita di perencanaan dan eksekusi. Saya yakin dengan perencanaan yang baik dan sosialisasi yang baik, swasta itu ingin berinvestasi. Peran pemerintah adalah bagaimana mengatasi risiko pembebasan lahannya, bagaimana tarifnya. Menurut saya kalau perencanaannya matang, swasta mau investasi.