Kami Mau Seluruh Layanan Bank Ada dalam Ponsel

Katadata | Donang Wahyu
Leonardo Koesmanto, Head of Digital Banking DBS Indonesia.
11/9/2017, 17.35 WIB

Bank terbesar di Singapura DBS tengah serius mengembangkan layanan digital. Setelah meluncurkan bank digital bernama Digibank di India pada April tahun lalu, DBS resmi merilis layanan serupa di Indonesia pada Agustus tahun ini.

DBS menyebut, Digibank merupakan bank dalam ponsel pintar (smartphone). Dengan mengunduh aplikasi Digibank dalam ponsel, masyarakat bisa membuat rekening bank hingga melakukan penempatan deposito tanpa perlu menyambangi kantor cabang bank.

Head of Digital Banking PT Bank DBS Indonesia Leonardo Koesmanto memprediksi bank digital bakal semakin berkembang dalam lima tahun ke depan.

“Kalau dulu ‘saya mau ke bank’. Ke depan ‘saya ngebank’. Jadi bukan pergi ke suatu tempat. Bank is not somewhere you go,” kata dia dalam wawancara khusus dengan wartawan Katadata, Martha Ruth Thertina, di sela-sela acara peluncuran Digibank di Museum Bank Indonesia (BI), Jakarta, Selasa (29/8). Berikut petikan wawancaranya.

Bagaimana komitmen DBS mengembangkan layanan digital di Indonesia?

Saya rasa DBS adalah yang paling serius mengembangkan layanan digital karena digital banking itu bukan cuma produk, tapi kami mentransformasi seluruh organisasi menjadi digital. Biasanya kalau dibilang serius dengan digital adalah membuat suatu aplikasi perbankan suatu software saja. Tapi, kalau kami tidak seperti itu. Memang pasti tools-nya (alatnya) digital banking itu aplikasi, tapi kami juga mengubah culture (budaya) dari employee (pegawai) untuk digital minded (pemikiran digital), menjadi digital savvy (menguasai digital).

Biasanya pelatihan program perbankan itu isinya mungkin ada credit risk, traning compliance, training analisa kredit. Pelatihan-pelatihan itu tetap ada, karena kami perbankan. Tapi kami juga ada training tentang scrum, blockcain, API (Application Programming Interface). Jadi di dalam kami sudah melakukan transformasi seperti a tech company (perusahaan teknologi).

Apakah layanan digital yang diluncurkan ini hasil inovasi dari dalam?

Ini adalah salah satu hasil inovasi-inovasi digital di dalam. Karena kami suka melakukan hackathon (berkumpul untuk membangun aplikasi) dengan employee.

Bagaimana perkembangan Digibank di India?

Ini lebih ke franchise branding yang sama. Jadi kami luncurkan di April tahun lalu, sekarang sudah hampir 1,5 juta customer dalam 1,5 tahun.

Apakah di India tidak ada kantor cabang fisik?

Branch (kantor cabang) fisik ada di India, tapi tidak banyak, sekitar 10 kantor. Maksudnya branch fisik ada tapi lebih digunakan untuk kegiatan-kegiatan corporate banking (layanan bank untuk korporasi), ada treasuries customer (nasabah prioritas), ada high end customer (nasabah kelas atas).

Bagaimana dengan layanan digital di Indonesia?

Kami melakukan hal yang sama (dengan di India). Hari ini yang kami luncurkan awalnya saja, tapi sesudah itu pasti akan kami kembangkan seperti aplikasi yang ada. Misalnya Whatsapp, pasti kan ada update (pembaruan). Nantinya kami mau the whole bank shrunk into the phone  (seluruh layanan bank ada dalam ponsel).

Kantor cabang fisik kami tetap masih ada. Tapi kalau nasabah mau deposito atau apa, di rumah saja, tidak perlu datang. Tapi, kalau mereka bilang saya mau ngobrol, mau dapat saran, masih bisa datang ke kantor.

Apakah nasabah bisa melakukan semua layanan bank secara digital?

Bisa lakukan apapun, dan itu sangat terkait dengan ekosistem. Bank tidak sendiri, harus bekerja sama dengan fintech, e-commerce, merchant. Supaya kegiatan sehari-hari (bisa dilayani), orang mau mendapatkan pinjaman, berinvestasi, dan berbelanja.

Ada fintech yang diajak bekerja sama untuk Digibank ini?

Saat ini ada, karena kami start (memulai) dengan base (basis) yang sama. Kami kerja sama bukan ke fintech, lebih ke teknologi yang kami pakai yaitu teknologi artificial intelligence. Di Indonesia kami kerja sama dengan start up untuk logistik.

Apakah DBS berencana mengembangkan modal ventura untuk pendanaan fintech seperti bank-bank besar lainnya?

Kami tidak menutup kemungkinan mengarah seperti itu. Tapi kami rasa kami sendiri punya resource (sumber daya) yang cukup baik dalam hal ini. Kami juga sudah pionir makanya tahun lalu kami dapat The World Best Digital Bank (bank digital terbaik di dunia) dari Euro Money karena sudah tech savvy.

Jadi kami tidak perlu (modal ventura). Bukan tidak perlu, kami tidak terlalu banyak coba sih lihat ada (fintech) apa, ada apa, karena di dalam sendiri aktivitasnya sudah banyak.

Berapa besar investasi untuk layanan digital di Indonesia?

Kalau investasi saya tidak bisa sampaikan. Karena ini bank wide (keseluruhan jaringan bank) tidak cuma di kami saja.

Ada kendala regulasi ketika mengembangkan layanan digital di Indonesia?

Saya lihat sekarang malah regulator sangat suportif untuk digitalisasi. Untuk perbankan maupun fintech, regulator sangat terbuka. Jadi, kami juga menyambut positif.

Perlu ada regulasi tambahan untuk bisa membantu perbankan mendorong layanan digitalnya?

Saya malah berpikir regulasi perbankan yang baru-baru ini keluar sangat paralel dengan apa yang kami lakukan terkait KYC (Know Your Customer/pengenalan nasabah), yaitu biometric (metode untuk mengenali orang melalui ciri-ciri fisik, karakter dan prilaku, misalnya sidik jari, retina, dan lainnya). Jadi untuk menjadi customer, supaya lebih secure (aman) maka menggunakan e-KTP dengan finger print (sidik jari). Tidak bisa orang lain titip bukakan (rekening). Jadi kami tahu persis dia siapa.

Jadi, untuk buka rekening Digibank tetap harus bertemu?

Saat ini kami masih mengikuti ketentuan yang harus bertemu. Padahal dengan peraturan yang terakhir ini, aturan baru, kalau menggunakan biometric kami sudah tidak perlu untuk face to face (secara langsung) lagi. Ke depan, pasti kami akan melihat dampaknya bagaimana karena kami lihat dari segi security (keamanan) juga.

Bagaimana dengan meningkatnya risiko keamanan akibat layanan digital?

Risiko pasti ada, (misalnya) cyber crime,  tapi kebanyakan secara teknis keamanan dari teknologi itu lebih tinggi. Selalu ada virus ada antivirus. Selalu begitu. Kami selalu memperbarui security (keamanan) dengan teknologi yang di-monitor terus.

Cuma biasanya kalau ada kejadian fraud (kejahatan perbankan) itu asalnya dari social engineering, jadi bukan teknologinya. Jadi pengetahuan nasabah untuk memproteksi datanya, password-nya. Kami juga selalu melakukan edukasi terus-menerus tentang security.

Bagaimana Anda melihat tren layanan digital perbankan lima tahun ke depan?

Kalau dari sudut pandang kami, melihatnya perbankan akan semakin tidak kelihatan. Maksudnya begini, kalau dulu saya mau ke bank. Kalau ke depan, saya ngebank, melakukan kegiatan, jadi tidak pergi ke suatu tempat. Bank is not somewhere you go. Seperti nanti saya nge-WA (Whatsapp). Jadi itu bisa dilakukan secara cepat.

Berapa target nasabah Digibank di Indonesia?

Saya harus lihat kesan setelah launching. Nanti baru kami lihat, sebulan baru kami tahu ini seperti apa. Saat ini kami luncurkan di Jabodetabek dulu, ini untuk melihat animo masyarakat dulu. Untuk tahu apa yang mereka sukai dan kami dapat input, baru setelah itu ke luar Jabodetabek.

Apakah kehadiran Digibank akan membuat bank lebih efisien dari segi biaya?

Efisien iya, karena kami tidak perlu orang yang banyak, cabang yang banyak, tidak perlu sales agent yang banyak maka kami passing (menyalurkan) saving cost (biaya yang dihemat) ke customer. Jadi, salah satu penawaran kami (untuk customer Digibank) adalah, bunga 3% dari rupiah pertama.

Biasanya bunga tinggi kalau minimum tabungannya Rp 10 juta, Rp 20 juta, dan ada dendanya kalau di bawah. Kami tidak, taruh Rp 500 ribu atau Rp 100 ribu ya sudah dapat bunga tinggi. Transfer ke mana saja gratis karena cost structure (struktur biaya) bisa ditekan.

Kami juga tidak perlu ATM yang banyak. Daripada kami beli 1.000 ATM, ATM harus bayar di mall, kan semua ada cost, ada orang yang isi uangnya, lebih baik saya gratiskan customer pakai ATM bank mana saja.