Perkara membuat kelihatannya mudah saja. Lihatlah apa yang terjadi di negeri para pembuat. Startup-startup pembuat kendaraan listrik terus bermunculan di luar negeri. Mulai dari electric scooter, bike, motor hingga mobil. Sepertinya terjadi demokratisasi dalam urusan membuat kendaraan listrik. Meski masih startup, tapi bisa membuat langkah raksasa. Baru beberapa tahun berdiri, tapi sudah mendapat kepercayaan untuk menggalang dana publik.
Publik memberikan kepercayaan karena memang ada karya nyata untuk dikomersialkan. Sebut saja, pendatang baru Nio dari Tiongkok. Mengusung desain yang stylish dan teknologi maju di industri otomotif, Nio sudah memasuki fase produksi dalama memenuhi pesanan pertamanya. Nio, hanyalah salah satu saja dari produsen kendaraan (listrik) di Negeri Panda.
Selain Nio di Tiongkok, ada perusahaan rintisan pembuat kendaraan listrik bernama Rivian dari Amerika Serikat. Debut perdananya mengusung kendaraan listrik pick-up truck yang menjadi ancaman serius Tesla yang juga mengembangkan jenis kendaraan yang sama. Berbeda dengan Tesla yang memiliki desain futuristik, Rivian lebih membumi dengan desain yang stylish dan lebih humanis. Pesanan pun mengalir deras ke Rivian.
Menjadi pembuat kendaraan listrik ternyata juga menarik minat para non-produsen, mereka yang bukan berasal dari dunia otomotif. Meski tak pernah membuat mobil, mereka terjun menjadi pemain utama di industri otomotif. Amazon contohnya. Dengan kekuatan finansialnya, mereka mendanai startup di Amerika Serikat bernama Zoox yang diproyeksikan akan menjadi pembuat taksi masa depan, kendaraan self driving untuk penumpang, bukan pengemudi.
Apple juga membuat proyek ambisiusnya, Titan, yang akan meluncurkan jenis autonomous car pada 2024. Jika Apple memutuskan untuk membuat sesuatu, biasanya mereka memperhitungkan segala sesuatunya dengan matang. Masuk ke dunia baru untuk sukses. Ingat ketika mereka memutuskan membuat handphone. Penguasa pasar pernah menganggap enteng. Ketika gadget Apple berkibar, penguasa pasar hilang dari peredaran.
Tentunya jangan lupakan para penguasa pasar di industri otomotif. Toyota di Jepang baru saja menebarkan ‘ancaman’ ke Tesla. Terkenal sebagai pembuat mobil yang lebih baik (terima kasih kepada praktik kaizen), Jepang akan menggunakan teknologi baterai ‘solid state’ untuk mobil listriknya. Janjinya pengisian baterai sampai penuh hanya perlu waktu 10 menit. Hal ini jelas akan menjadikan Toyota sebagai ‘game changer’ di industri mobil listrik.
Pilihan teknologi baterai konvensional litium-ion yang digunakan Tesla dan lainnya akan menjadi inferior. Belum lagi raksasa lainya di industri otomotif, VW di Jerman yang juga serius sekali untuk pindah dari pembuat mobil internal combustion engine ke pembuat mobil listrik. Serial kendaraan listriknya VW.ID sudah ditawarkan ke pasar. Seperti khasnya pabrikan Jerman yang tidak membuat produk seadanya, VW benar-benar menyiapkan kendaraan listriknya untuk menjadi teratas dalam kualitas.
Mengapa Jepang, Tiongkok (dan juga Korea, India, bahkan belakangan Vietnam), Jerman, Amerika Serikat menjadi rumahnya para pembuat? Mengapa selalu bermunculan pembuat-pembuat baru yang hebat di luar sana?
Perspektif dalam Membuat
Mengapa ada perusahaan yang mau membuat produk? Apa yang menjadi maksud (purpose) mereka bersusah payah membuat sesuatu? Sebaik-baiknya maksud dari pembuat adalah membantu masyarakat memenuhi kebutuhannya (need), atau mengatasi segala problem (problem), atau menyelesaikan pekerjaan yang harus dikerjakan (job to be done) dengan lebih baik.
Produk yang ditawarkan pembuat adalah solusi atas kebutuhan/problem/pekerjaan yang ada di masyarakat. Harus ada problem-solution fit agar bisnis membuat bisa sukses. Inilah Perspektif #1: problem-solution fit yang menjelaskan pembuat yang berhasil. Yang menjadi pertanyaan adalah problem/kebutuhan/pekerjaan apa yang harus diselesaikan pembuat? Bukankah begitu banyak pekerjaan yang ada di masyarakat?
Ambil contoh dalam kondisi pandemi Covid-19 sekarang. Pekerjaan apa yang begitu dipentingkan sekarang dan belum terselesaikan dengan baik? Apakah menjaga penampilan diri, sehingga Anda harus tetap membeli pakaian dan sepatu baru? Mungkin itu pekerjaan yang penting sebelum pandemi. Tapi sepertinya tidak sekarang ini.
Bandingkan dengan pekerjaan baru (new job) berupa melindungi diri dari ancaman virus Covid-19. Apakah penting? Sangat penting. Apakah sudah terselesaikan dengan baik? Belum. Belum ada solusi yang efektif yang dapat melindungi kita. Oleh karenanya masyarakat menyambut gembira berita keberhasilan beberapa pembuat vaksin yang mendapatkan persetujuan untuk digunakan publik.
Jika memang efektif, kehadiran vaksin Covid-19 tak ubahnya seperti tsunami dalam artian positif. Ketika diluncurkan, tidak ada masyarakat yang sanggup menolaknya. Vaksin yang sudah memenuhi syarat keamanan dan khasiat adalah solusi atas pekerjaan yang begitu penting (melindungi diri dari virus) di masyarakat dan belum terselesaikan dengan baik.
Tantangan berikutnya bagi pembuat adalah bagaimana merealisasikan dan menyampaikannya ke masyarakat penggunananya? Inilah perspektif berikutnya yang menjelaskan pembuat sukses, Perspektif #2 membuat: Delivery. Masih dalam konteks vaksin Covid-19, ketika vaksin sudah disetujui untuk digunakan, lantas tidak berhenti pekerjaan pembuat. Pembuat vaksin harus memastikan keamanan suplai (security of supply) dari vaksin mereka untuk dapat memenuhi permintaan agregat.
Keamanan suplai mensyaratkan pembuat memiliki kapasitas produksi agregat yang melebihi permintaan agregat per satuan waktu. Keamanan suplai juga mensyaratkan pembuat mendapatkan komitmen para pemasok untuk dapat memenuhi segala kebutuhan input/resources untuk produksi secara tepat waktu dan kualitas.
Di sinilah, sebaik-baiknya pembuat adalah yang dapat mengorkestrasi semua pemasoknya. Ingat kekuatan dari rantai suplai, supply chain is as strong as the weakest link! Kekuatan rantai suplai terletak di titik atau pemain terlemahnya. Orkestrasi yang dilakukan pembuat berupaya memiminalkan ketidakpastian dari sisi suplai.
Adanya kepastian suplai membuat pembuat nyaman memproduksi. Selesai memproduksi, bukan berarti pekerjaan pembuat selesai. Sebaik-baiknya pembuat, khususnya pembuat sesuatu yang begitu penting di masyarakat, seperti vaksin Covid-19 misalnya, harus menyiapkan juga bagaimana vaksin hebat tersebut bisa sampai ke masyarakat tepat waktu, tepat jumlah dan tepat kualitas.
Prinsip lama Just in Time tetap berlaku! Inilah pekerjaan logistik berupa storage dan transportasi yang harus menjamin prinsip just in time tidak dikorbankan. Memang dalam praktiknya, pembuat tidak harus menjadi perusahaan distributor produknya. Tapi pembuat tetap harus menjadi pengorkestrasi, memastikan pendistribusinya adalah yang memiliki kemampuan, bukan yang bermasalah dan akan mendatangkan bencana.
Perspektif membuat #1 dan #2 di atas menjelaskan bagaimana sebaiknya pembuat menjadi pengorkestrasi jejaring suplainya (network orchestrator). Pembuat menjadi anchor, menjadi focal firm. Di industri otomotif, para pabrikan raksasa adalah focal firm, pengorkestrasi jejaring. Toyota, Mercedes, VW di antaranya. Di industri pembuat gadget, Apple adalah juga pengorkestrasi jejaring andal yang mampu memangkas pemborosan dalam rantai suplainya.
Dari Rantai Suplai ke Ekosistem
Namun dalam konteks pandemi Covid-19, pekerjaan delivery untuk memastikan masyarakat mendapatkan vaksinasi tidak lagi menjadi obyektif focal firm dalam rantai atau jejaring suplai. Pekerjaan delivery harus dilihat dalam kacamata ekosistem bisnis (Moore, 1993; Iansiti dan Levien, 2002, 2004).
Ada peran pemerintah yang besar yang menentukan keberhasilan bisnis dalam ekosistem. Dan juga ada lembaga/institusi riset yang berperan besar terhadap pengembangan oportunitas baru dalam berinovasi yang bermanfaat bagi perusahaan.
Problem pandemi Covid-19 adalah problem kemanusiaan yang kesehatannya terancam. Ada ratusan juta di Indonesia dan miliaran di dunia yang terancam kesehatannya oleh Covid-19. Inisiatif memenuhi permintaan dengan suplai tidak lagi menjadi milik para pembuat sebagai focal firm dalam rantai suplai.
Negara mengambilalih inisiatif tersebut dengan memastikan masyarakat tervaksinasi. Setiap negara lewat tim khusus yang dibentuk untuk program vaksinasi massal akan mengorkestrasi setiap aktor dalam ekosistem bisnis vaksin. Negara yang akan mengadakan vaksin dalam jumlah besar untuk mensukseskan program vaksinasi massal.
Ada pendekatan backward planning yang perlu dilakukan dalam menyiapkan program vaksinasi. Dimulai dari kondisi yang diinginkan (desired state) berupa masyarakat dapat divaksinasi secara tepat waktu, kualitas dan jumlah.
Di Indonesia, kita beruntung sudah ada pembuat vaksin yaitu Bio Farma. Jika vaksin Sinovac yang akan dibuat Bio Farma mendapat persetujuan penggunaan di sini, Bio Farma harus tampil sebagai focal firm dalam rantai suplai untuk bisa memenuhi permintaan negara sebagai big buyer. Menjadi focal firm harus mampu membuat rantai suplai jadi kukuh.
Untuk urusan delivery dari vaksin, harus punya kemitraan kuat dengan perusahaan dalam cold chain, storage dan transportasi yang juga kuat. Pembuat hebat tidak bisa hanya menunggu pemain hebat lainnya untuk membuat rantai suplai yang kuat. Pembuat hebat memiliki posisi tawar yang kuat yang mampu menarik mitra-mitranya bekerja sama.
Memang, memenuhi tuntutan permintaan yang begitu besar, negara akan mengupayakan portofolio beberapa vaksin yang akan digunakan. Justru ketika permintaan yang begitu besar inilah harus dijadikan kesempatan terbesar bagi Bio Farma untuk menjadi pembuat vaksin yang hebat.
Apalagi kalau juga membuat vaksin hasil pengembangan sendiri di Tanah Air. Nilai tambah yang lebih tinggi akan terjadi di sini. Justifikasi membuat vaksin bagi Bio Farma menjadi sederhana saja: “membuat vaksin menjadi tepat jika permintaan vaksin tersebut di dalam negeri begitu tinggi dan Bio Farma memiliki kemampuan untuk membuatnya”.
Melahirkan pembuat hebat dari dalam negeri membutuhkan pendekatan ekosistem bisnis yang tepat. Kehadiran pembuat pembuat lokal tidak bisa dilepaskan pada ekosistem yang sudah ada. Di negara maju, bermunculannya startup-startup pembuat baru karena ekosistem bisnis membuatnya kuat. Ada interaksi positif dan kuat diantara aktor-aktor dalam ekosistem yang bersinergi dalam penciptaan nilai baru. Untuk konteks Indonesia, ekosistem bisnis membuat masih belum kuat.
Di sinilah perlu ada keberpihakan negara dalam hal ini pemerintah untuk menyehatkan ekosistem bisnis membuat. Kebijakan-kebijakan yang berpihak pada menguatnya kemampuan para aktor dalam ekosistem bisnis membuat sangat dinantikan. Lembaga riset yang berperan sebagai pemasok invensi akan memainkan peran kunci dalam menguatkan ekosistem membuat. Jangan lupa juga infrastruktur finansial. Di sinilah letaknya perbedaan utama ekosistem bisnis membuat di Indonesia dengan negara seperti Amerika Serikat. Kemudahan dalam mendapat risk capital bagi startup harus diperluas aksesnya. Tidak bisa lagi mengandalkan pada pendanaan tradisional.
Ekosistem bisnis membuat harus disiapkan dan diupayakan tumbuh sehat. Jika ini terjadi, berbanggalah, karena Indonesia akan menjadi rumahnya para pembuat hebat. Sambutlah, our homegrown makers!