Pemerintah Indonesia berencana meningkatkan campuran biodiesel sampai B50. Kajian LPEM FEB UI bekerja sama dengan Greenpeace bertajuk “Risiko Kebijakan Biodiesel dari Sudut Pandang Indikator Makroekonomi dan Lingkungan” menyebutkan peningkatan campuran tersebut bisa menimbulkan risiko di masa depan.
Dalam kajian tersebut, LPEM FEB UI dan Greenpeace membagi risiko dalam tiga skenario. Skenario pertama, campuran B20 yang dimulai pada 2016 mendorong terjadinya defisit crude palm oil (CPO) sebesar 1,3 juta ton CPO hingga 2025.
Skenario kedua, campuran B30 yang dimulai pada 2020 akan menimbulkan akumulasi defisit CPO sebanyak 40 juta ton hingga 2025. Sedangkan skenario ketiga, dengan B50 yang diasumsikan dimulai per 2021, akan menimbulkan defisit CPO sampai 108,6 juta ton pada 2025.
Jika kebijakan mandatori biodiesel hingga 2025 terus dijalankan, akan ada risiko perluasan perkebunan sawit. Masih dalam kajian yang sama, LPEM UI dan Greenpeace membuat tiga permodelan skenario untuk melihat seberapa besar risiko yang ditimbulkan.
Tiga skenario risiko disusun dengan asumsi lahan produktif perkebunan seluas 13,35 juta hektare (ha) pada 2019. Skenario tersebut menunjukkan pada skenario pertama, lahan baru yang dibutuhkan untuk perluasan lahan perkebunan sawit pada 2025 sebesar 338,8 ribu ha. Skenario kedua sebesar 5,25 juta ha, dan skenario tiga sebesar 9,29 juta ha.
Penambahan lahan baru untuk perkebunan monokultur sawit dapat menimbulkan berbagai risiko lingkungan, antara lain peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) akibat alih fungsi lahan. Selain itu, kenaikan emisi juga akan terjadi akibat limbah Palm Oil Mill Effluent (POME) yang dihasilkan dalam proses pengolahan CPO. Perluasan area perkebunan ini juga dapat meningkatkan potensi karhutla pada musim kemarau.
LPEM UI dan Greenpeace juga menyebutkan bahwa penambahan lahan baru untuk kebutuhan biodiesel berisiko pada penurunan lahan untuk kebutuhan pangan. Ditambah, kualitas lingkungan seperti air, tanah, dan udara akan ikut terdampak.
Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut, LPEM UI dan Greenpeace tiga upaya untuk meminimalisir risiko campuran biodiesel. Pertama, dengan melakukan bahan bakar nabati generasi dua. Kedua, menggunakan used cooking oil sebagai bahan baku komplementer. Serta ketiga, dengan menerapkan intensifikasi pada perkebunan sawit rakyat.