Jejak sejarah mengawali panasnya hubungan dagang Jepang-Korea Selatan. Pada 30 Oktober 2018, pengadilan tinggi Korea Selatan mengabulkan tuntutan empat warganya yang meminta ganti rugi US$ 85 ribu dari Nippon Steel atas kerja paksa selama pendudukan Jepang di Semenanjung Korea.
Putusan tersebut meningkatkan tensi kedua negara. Pada awal Juli dan Agustus, Jepang pun menetapkan pembatasan ekspor tiga bahan kimia dalam pembuatan semikonduktor ke Korea Selatan, lalu menghapus negara itu dari daftar mitra dagang terpercayanya (white list). Dengan begitu, Jepang bisa sewaktu-waktu membatasi ekspor komoditas lainnya ke Korea Selatan.
Menanggapi kebijakan Jepang, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mengatakan ingin menyelesaikan masalah secara diplomatik, meski siap membalas jika kebijakan itu merugikan perusahaan Korea Selatan. Pasalnya, ekspor semikonduktor menurun 28,1 persen pada Juli 2019. Warga Korea Selatan pun beraksi memboikot Jepang, seperti membatalkan perjalanan liburan ke Jepang.
Jepang dan Korea Selatan memiliki hubungan dagang yang menguntungkan. Korea Selatan merupakan negara ketiga tujuan ekspor Jepang, atau 7,1 persen dari total ekspor US$ 738,2 miliar. Sementara itu, Jepang menempati peringkat kelima tujuan ekspor Korea Selatan, atau 5,1 persen dari total ekspor US$ 605,2 miliar. Namun, hubungan dagang yang makin panas bisa menyebabkan perang dagang antarnegara, seperti yang dialami AS-Tiongkok.