Penggunaan used cooking oil (UCO) atau minyak jelantah sebagai alternatif bahan baku dapat mendukung program biodiesel di Indonesia. Studi dari lembaga International Council on Clean Transportation (ICCT) berjudul "Potential Economic, Health, and Greenhouse Gas Benefits of Incorporating Used Cooking Oil Into Indonesia’s Biodiesel" menyebutkan, Indonesia memiliki potensi minyak jelantah sebesar 1,64 miliar liter per tahunnya. Jumlah itu didapatkan dari pengumpulan intensif di restoran, hotel, sekolah, rumah sakit, maupun rumah tangga di perkotaan.
Potensi terbesar pengumpulan minyak jelantah berasal dari daerah perkotaan. Pengumpulan dari restoran, hotel, dan sekolah di perkotaan dapat menyumbang 157 juta liter minyak jelantah atau setara 121 juta liter biodiesel. Apabila pengumpulan diperluas ke sektor rumah tangga maka total pengumpulan mencapai 1.638 juta liter atau setara dengan 1.261 juta liter biodiesel.
Penggunaan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel memiliki banyak manfaat. Jika dikomparasi, setiap tahunnya hasil pengumpulan minyak goreng bekas itu dapat mengurangi pelepasan enam juta ton emisi gas rumah kaca. Penggunaan minyak jelantah untuk biodiesel juga dapat menghemat biaya subsidi biodiesel mencapai Rp 3,6 triliun.
Berdasarkan kalkulasi ICCT, penghematan subsidi biodiesel didapat dari selisih antara biaya produksi biodiesel menggunakan minyak sawit biasa dengan biaya produksi biodiesel menggunakan minyak jelantah. Penghitungan tersebut menggunakan asumsi rata-rata harga indeks pasar (HIP) minyak jelantah dan bahan bakar nabati (BBN) per Januari hingga Juli 2020.
Selain menghemat subsidi, penggunaan minyak jelantah juga dapat mengurangi penggunaan minyak sawit sebesar 1,16 juta ton per tahun. Hal itu kemudian berkontribusi pada penyelamatan 321 ribu hektare hutan dari ekspansi perkebunan sawit.