Presiden Joko widodo meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14/ 2021 yang berisi ancaman bagi penolak vaksinasi Covid-19 pada Rabu 10 Februari lalu. Dalam Perpres tersebut, penolak vaksinasi Covid-19 dapat dijerat sanksi administratif, seperti bantuan sosial dan layanan administrasi yang ditunda hingga dihentikan, serta pemberian denda.
Selain itu, pemerintah mengancam pidana mereka yang dianggap menghambat program vaksinasi. Sejumlah pakar mengkritik ancaman sanksi dalam vaksinasi Covid-19. Mestinya ada cara yang lebih persuasif untuk mengajak masyarakat.
Misalnya, masyarakat penerima vaksin perlu diapresiasi, menginformasikan dengan penekanan manfaat vaksin yang berbasis data dan bukti, serta mengajak tokoh lokal untuk berkampanye. Kepercayaan terhadap pemerintah dapat ditingkatkan dengan transparansi proses pembentukan kebijakan.
“Ini yang lebih ditekankan, upaya membangun kepercayaan dengan strategi komunikasi risiko yang tepat, bukan dengan menakut-nakuti,” ujar epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman.
Survei Centre for Strategic International Studies (CSIS) menunjukkan sebagian masyarakat Jakarta (39,8%) dan Yogyakarta (27,5%) menolak vaksinasi Covid-19. Para responden meragukan kualitas vaksin, khawatir terhadap efek samping, dan menganggap vaksin belum teruji.
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan