Sebuah informasi beredar di media sosial bahwa vaksin Covid-19 memiliki sejumlah efek samping jangka panjang. Hal ini menimbulkan anggapan bahwa penyintas tak lagi perlu untuk ikut vaksinasi.

Namun, berbagai studi menunjukkan bahwa efek samping vaksinasi Covid-19 yang parah jarang terjadi. Bahkan terbukti, manfaat vaksin masih lebih besar daripada risiko efek sampingnya atau jika terinfeksi virus.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat mengatakan, efek samping vaksinasi Covid-19 umumnya hanya berupa nyeri, kemerahan, atau bengkak di area suntikan. Kemudian muncul kelelahan, sakit kepala, nyeri otot, mengigil/demam, dan mual. Selain itu, efek samping vaksinasi ini biasanya hanya berlangsung satu sampai dua hari saja.

Teknologi vaksin Covid-19 pun telah dipelajari selama bertahun-tahun dan digunakan dalam perawatan penyakit lain tanpa masalah. Seperti mRNA dan Adenovirus, telah dimanfaatkan untuk influenza, zika, rabies, kanker, hingga HIV/AIDS. .

Studi yang dipublikasikan Pubmed pada 9 Agustus 2021 lalu mengatakan bahwa 80% penyintas mengalami setidaknya satu efek samping jangka panjang Covid-19 yang dapat berlangsung hingga satu tahun. Terdapat lima gejala umum efek samping yang dialami penyintas tersebut, seperti kelelahan, sakit kepala, gangguan perhatian, rambut rontok, hingga sesak napas.

Oleh karena itu, vaksinasi penting dilakukan untuk mengurangi risiko kesakitan dan kematian akibat virus tersebut. Masyarakat pun diimbau untuk mengikuti program vaksinasi yang tengah berjalan.

Konten cek fakta ini kerja sama Katadata dengan Google News Initiative untuk memerangi hoaks dan misinformasi vaksinasi Covid-19 di seluruh dunia.

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan