Indonesia merupakan salah satu negara penghasil sampah makanan (food loss and waste) terbesar di dunia, selain Arab Saudi dan Amerika Serikat. Menurut kajian Kementerian PPN/Bappenas, sampah makanan yang terbuang di Indonesia pada 2000-2019 mencapai 23-48 juta ton per tahun atau setara 115-184 kilogram per kapita per tahun.

Besarnya makanan yang terbuang menjadi sampah juga berdampak pada kerugian ekonomi yang mencapai Rp 213-551 triliun per tahun atau setara dengan 4-5% PDB Indonesia. Sedangkan dampak dari sisi sosial adalah kehilangan kandungan energi yang setara dengan porsi makan 61 hingga 125 juta orang atau 29-47% populasi Indonesia.

Ironinya, tingkat kelaparan Indonesia dalam Global Hunger Index 2021 berada di peringkat ketiga di Asia Tenggara. Indonesia mendapatkan skor indeks sebesar 18 poin atau termasuk dalam level moderat. Skor tersebut masih berada di atas rata-rata global yang sebesar 17,9 poin.

Berdasarkan sebuah survei, sayuran merupakan jenis makanan yang paling banyak dibuang yakni sebesar 31%. Diikuti nasi (20%), daging (11%), produk susu (10%), dan ikan (10%). Masalahnya, limbah makanan akan semakin menambah akumulasi gas rumah kaca di atmosfer. Hal ini dikarenakan sampah organik atau sampah makanan yang terbuang di tanah menyumbang 50-55% gas metana dan 40-45% gas CO2.

Pembuangan sampah makanan dapat diminimalisir dengan cara memasak atau membeli produk makanan sesuai dengan porsi makan per individu atau keluarga agar tidak ada makanan yang terbuang sia-sia. Mengolah kembali makanan yang masih layak juga dapat mengurangi kemungkinan dihasilkannya sampah makanan.