Pengadilan Negeri Niaga Semarang memvonis pailit PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) pada 21 Oktober. Permohonan pailit terhadap perusahaan tekstil yang berlokasi di Solo dilakukan PT Indo Bharat Rayon. Sritex dinilai tidak mampu melunasi utang-utangnya. 

“Kami menghormati putusan hukum tersebut dan merespons cepat dengan melakukan konsolidasi internal dan konsolidasi dengan para stakeholders terkait,” tulis manajemen Sritex dalam keterangan resminya, pada Jumat, 25 Oktober. 

Manajemen perusahaan menyatakan perusahaan telah mengajukan kasasi hari ini untuk menyelesaikan persoalan tersebut secara baik dan memenuhi kepentingan seluruh pemangku kepentingan.

Presiden Prabowo Subianto meminta empat kementerian untuk menyiapkan skema penyelamatan Sritex. Keempat kementerian tersebut adalah Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Tenaga Kerja, dan Kementerian BUMN. 

“Pemerintah akan segera mengambil langkah-langkah agar operasional perusahaan tetap berjalan dan pekerja bisa diselamatkan dari PHK,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, pada Jumat, 25 Oktober.

Sejarah Panjang Sritex

Sritex didirikan oleh HM Lukminto pada 1966. Awalnya, perusahaan tersebut hanya menjual pakaian di Pasar Klewer. Kemudian, Lukminto mulai merintis membuka pabrik cetak yang menghasilkan kain putih pada 1968. 

Pada perkembangannya, Sritex berhasil menembus pasar Eropa. Sritex juga menjadi satu-satunya pabrik tekstil di Indonesia yang memiliki lisensi untuk membuat seragam militer NATO dan Jerman. 

Pada 2006, HM Lukminto menyerahkan kursi kepemimpinan kepada anaknya Iwan Setiawan. Di bawah Iwan Setiawan, Sritex mengalami perkembangan dengan mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia dan mengakuisisi PT Sinar Pantja Djaja pada 2013.

Setelah HM Lukminto wafat pada 2014, Sritex mendirikan perusahaan investasi dan perdagangan Golden Mountain Textile and Trading Pte. Ltd yang berlokasi di Singapura. Empat tahun setelahnya, Sritex mengakuisisi PT Primayudha dan PT Bitratex Industries.

Tahun 2021 menjadi kali pertama Sritex digugat. mengutip Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan, kala itu CV Prima Karya menggugat Sritex untuk pelunasan utang. Tahun berikutnya, Sritex juga melakukan perjanjian homologasi pembayaran utang dengan PT Indo Bharat Rayon.

Pada 2023, Anak keempat H.M Lukminto, Iwan Kurniawan menjadi Dirut Sritex menggantikan Iwan Setiawan. Tetapi pada September 2024, Indo Bharat Rayon mengajukan pembatalan perjanjian homologasi karena Sritex karena dinilai lalai membayar utang dan menggugat Sritex pailit.

Reporter: Antoineta Amosella