Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong sebagai tersangka dugaan korupsi impor gula tahun 2015-2023. Penahanan Tom Lembong dinilai sejumlah pihak terburu-buru sebab dilakukan sebelum ditemukannya bukti aliran dana yang masuk ke rekening pribadi menteri periode 2015-2016 ini.
Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, menyebut bahwa Kejagung juga melakukan tebang pilih dalam pengusutan kasus korupsi yang melibatkan kliennya. Menurutnya, Kejagung seharusnya juga memeriksa menteri perdagangan lainnya sebab yang dipermasalahkan adalah kasus korupsi impor gula periode 2015-2023. Sedangkan Tom Lembong menjabat sebagai Mendag tidak genap satu tahun.
“Sampai Pak Thomas Lembong menjadi tersangka dan sampai ditahan, belum ada menteri-menteri lain yang ikut diperiksa,” kata Ari Yusuf setelah mendaftarkan permohonan Praperadilan ke PN Jakarta Selatan pada Selasa, 5 November.
Untuk diketahui, Tom Lembong ditetapkan menjadi tersangka bersama dengan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) inisial CS. Dasar hukum yang digunakan Kejagung adalah UU Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) pasal 2 ayat (1) atau pasal 3.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Abdul Qohar menyebut bahwa pada tahun 2015 saat menjabat menjadi Mendag, Tom Lembong memerintahkan PT PPI untuk memenuhi stok gula nasional dan menstabilkan harga gula.
PT PPI kemudian bekerja sama dengan sembilan perusahaan swasta untuk pasok impor gula kristal merah. Padahal menurut Kejagung, rapat koordinasi antarkementerian pada Mei 2015 menyebut Indonesia sedang surplus gula dan tidak membutuhkan impor.
Selain itu, perusahaan-perusahaan swasta ini mengimpor gula kristal merah yang harus diolah terlebih dahulu menjadi gula kristal putih. Padahal, yang seharusnya diimpor untuk penuhi stok gula nasional adalah gula kristal putih.
Hasil olahan seolah-olah dibeli oleh PT PPI, padahal dijual oleh perusahaan-perusahaan swasta ini secara eceran ke masyarakat dengan harga tinggi. Estimasi kerugian negara yang disebut Kejagung akibat kebijakan Tom Lembong ini mencapai Rp400 miliar.
Pihak Tom Lembong mempertanyakan kerugian negara yang dimaksud sebab temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak pernah menunjukkan adanya kerugian negara akibat kebijakan impor gula Tom Lembong.
Kejagung dan kuasa hukum Tom Lembong juga memiliki klaim berbeda terkait kondisi surplus gula pada 2015 lalu. Ari Yusuf menyebut bahwa surplus gula yang disebut Kejagung adalah salah data. “Kita tidak pernah surplus dalam masalah gula. Bisa dicek datanya,” kata Ari Yusuf.