Pemerintah akan menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 sesuai mandat Undang-Undang 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kebijakan ini menuai protes berbagai pihak sebab dilakukan di tengah daya beli masyarakat yang sedang menurun.
Berdasarkan laporan Indonesia Economic Outlook 2025 oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), kenaikan PPN menjadi 12% ini memang dapat mendukung kesehatan fiskal Indonesia.
Namun, kebijakan ini juga memiliki kelemahan yang salah satunya menyebabkan inflasi barang dan jasa yang berdampak paling keras terhadap kelompok rentan dan miskin.
Penghitungan LPEM FEB UI menunjukkan bahwa saat PPN masih pada taraf 10% sebelum pandemi Covid-19, porsi pengeluaran masyarakat miskin dan rentan untuk PPN berturut-turut adalah 3,85% dan 4,10%. Ketika PPN dinaikkan menjadi 11%, porsi pengeluaran mereka untuk PPN naik masing-masing menjadi 4,70% dan 4,97%. Kelompok miskin dan rentan mengalami kenaikan pengeluaran untuk PPN di kisaran 0,85% sampai 0,87%.
Kenaikan ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok masyarakat kaya. Sebelum pandemi, porsi pengeluaran kelompok kaya untuk PPN berkisar 6,25%. Porsi ini meningkat 0,61% menjadi 6,86% saat PPN dinaikkan menjadi 11%. Artinya, kenaikan PPN lebih berdampak pada kelompok miskin dan rentan ketimbang kelompok kaya.
“Skenario ini (kenaikan PPN 12%) dapat memperburuk tingkat kemiskinan dan memperlebar kesenjangan sosial, mendorong lebih banyak orang ke bawah garis kemiskinan, dan semakin membebani kelompok-kelompok rentan,” tulis laporan Indonesia Economic Outlook 2025 yang dirilis di situs LPEM FEB UI, Selasa, 5 November.
Selain itu, Indonesia masih memiliki sektor informal yang mendominasi struktur perekonomian dan tenaga kerja. Masih tingginya jumlah pekerja informal menyebabkan banyak aktivitas ekonomi yang bakal lolos PPN dan menyebabkan rasio PPN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menurun.
Pada 2022, rasio PPN terhadap PDB Indonesia masih rendah di angka 3,4%. Sedangkan rata-rata rasio PPN terhadap PDB negara-negara di Asia Pasifik berada di angka 4,8%.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut bahwa rencana kenaikan PPN ini sudah dipertimbangkan secara matang agar tetap bisa menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).