Atas arahan Presiden Prabowo Subianto, Pemerintah menerbitkan dua Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) pada 19 September 2025. Kebijakan ini menjadi solusi atas krisis harga singkong, sekaligus menjamin penyerapan hasil panen lokal dan stabilitas harga komoditas strategis.

Hal tersebut juga tak lepas dari upaya Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman yang memperjuangkan nasib petani singkong dan tebu. Diketahui, sejak Mei 2025, harga singkong terus mengalami penurunan. 

Situasi tersebut terjadi terutama di Lampung, yang mana merupakan sentra produksi singkong nasional yang menyumbang 70 persen produksi Indonesia. Di kawasan ini, ada 1 juta keluarga petani. 

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyebut impor tapioka merupakan penyebab utama penurunan harga. Industri lebih memilih bahan impor karena potongan harga 50-60 persen dari harga minimum Rp 1.350 per kilogram. Hal ini menyebabkan petani sulit balik modal.

Demikian pula komoditas molases atau tetes tebu–yang menjadi bahan baku etanol–juga mengalami penurunan. Permintaan atas komoditas tersebut anjlok karena pengusaha langsung mengimpor etanol. 

Dalam konferensi Jumat (19/9), Amran, resmi mengumumkan larangan terbatas impor tapioka. Dia menyampaikan bahwa pembatasan impor komoditas pangan merupakan bagian dari strategi besar pemerintah dalam menjaga kedaulatan pangan. 

Sejalan dengan itu, Kementerian Perdagangan merilis dua aturan pembatasan impor komoditas dimaksud, yakni Permendag 31/2025 dan Permendag 32/2025. Kedua aturan ini berlaku 14 hari setelah diundangkan. 

Kebijakan ini diapresiasi petani, salah satunya Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI), Dasrul Aswin. Dia menyatakan dengan pembatasan impor, industri bisa lebih fokus menyerap hasil produksi dalam negeri. Dengan begitu, petani mendapatkan kepastian pasar. 

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.