Kenapa Tidak Boleh Keluar pada Malam 1 Suro? Ini Penjelasannya

Indonesia Tours
Ilustrasi, Tradisi Malam 1 Suro.
Editor: Agung
20/7/2023, 12.55 WIB

Malam 1 Suro memiliki beberapa mitos yang masih dipercaya oleh masyarakat. Berkenaan dengan salah satu mitosnya, menarik membahas kenapa tidak boleh keluar pada malam 1 Suro.

Pantangan ini tak hanya berupa larangan tetapi juga kewajiban begadang selama malam 1 Suro. Bahkan beberapa weton atau hari lahir berdasarkan primbon Jawa diwajibkan berdiam di rumah.

Untuk memahami mitos tersebut, menarik mengulas latar belakangnya. Simak uraian lengkapnya di bawah ini.

Jawaban Mitos Kenapa Tidak Boleh Keluar pada Malam 1 Suro

Tanggal Berapa Malam 1 Suro 2023? (Instagram.com/paniradyakaistimewaan)
 



Malam 1 Suro pada tahun 2023 berlangsung pada Selasa (18/7) malam. Hari itu merupakan pergantian bulan Dzulhijjah dengan 1 Muharram atau dikenal dengan malam 1 Suro.

Muharram merupakan tanggalan Islam atau tahun Hijriyah. Sementara Suro adalah penanggalan Jawa. Di penanggalan Jawa, terdapat bulan Suro, Sapar, Mulud, Bakdo Mulud, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rejeb, Ruwah, Sawal, Dzulqoidah, dan Besar.

Masyarakat Jawa percaya seseorang yang keluar rumah di malam 1 Suro akan memperoleh kesialan dan hal buruk. Alasannya, malam itu dipercaya menjadi gerbang dunia gaib dan manusia atau nyata.

Bahkan ada pula gagasan bahwa orang yang bersekutu dengan iblis akan keluar mencari mangsanya. Oleh sebab itulah, malam 1 Suro dianggap sebagai momentum yang berbahaya, sehingga muncul larangan keluar rumah.

Seseorang yang keluar pada malam itu dipercaya dapat menjadi mangsa. Mangsa tersebut khususnya yakni seseorang dengan darah weton atau darah manis. Weton yang secara khusus dilarang keluar rumah yakni Selasa Pon, Kamis Legi, Rabu Pahing, dan Minggu Legi. Weton Rabu Pahing dipercaya wajib lebih berhati-hati.

Weton merupakan sistem penanggalan Jawa yang menggabungkan hari kelahiran seseorang dengan perhitungan kalender Jawa. Maka dari itu, setiap orang memiliki weton yang berbeda-beda.

Weton ini terkadang dikaitkan dengan sifat dan karakteristik tertentu yang diyakini mempengaruhi nasib dan kepribadian seseorang. Misalnya, Pon dikaitkan dengan kekuatan dan keberanian, sementara pasaran Kliwon diyakini sebagai penentu keberuntungan dan kekayaan.

Ilustrasi, malam 1 Suro (iStockphoto)
 




Selain weton yang dilarang keras keluar rumah, ada juga kepercayaan bahwa pada malam 1 Suro ini terdapat banyak energi negatif yang tersebar di udara. Energinya begitu kuat sehingga bisa mempengaruhi emosi dan pikiran manusia.

Artinya, alasan utama mengapa tidak boleh keluar pada malam 1 Suro adalah untuk menjaga keamanan dan keselamatan diri sendiri. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, pada malam ini terdapat banyak roh jahat yang berkeliaran mencari mangsa.

Dengan tetap berada di dalam rumah, dianggap sebagai cara terbaik untuk melindungi diri dari bahaya yang mungkin terjadi. Selain itu, di malam 1 Suro juga sering diadakan tradisi penghormatan kepada leluhur.

Masyarakat Jawa meyakini bahwa leluhur memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari mereka. Pada malam ini, mereka melakukan ritual dan persembahan kepada leluhur sebagai bentuk rasa syukur dan penghormatan.

Dengan tetap berada di dalam rumah, dianggap sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur yang tidak boleh terganggu. Ada pula tradisi malam 1 Suro di beberapa daerah salah satunya Yogyakarta yang dapat diketahui dalam uraian berikut.

Tradisi Malam 1 Suro di Keraton Yogyakarta

Surakarta (Wikimedia Commons)

Keraton Yogyakarta memiliki tradisi yang berkaitan dengan malam 1 Suro. Tradisi tersebut yakni kirab 1 Suro. Kirab memiliki sejarah yang panjang dan mendalam di Indonesia. Pada masa lalu, kirab sering digunakan sebagai bentuk penghormatan kepada penguasa atau raja.

Raja-raja dan bangsawan akan melakukan kirab sebagai cara untuk menunjukkan kekuatan dan kesejahteraan kerajaan mereka kepada rakyat. Prosesi ini mencakup perjalanan kepala negara dan seluruh pengiringnya melalui jalan-jalan kota dengan iringan musik dan tarian tradisional.

Tradisi kirab di Yogyakarta untuk malam 1 Suro itu muncul atas perjanjian Panembahan Senopati atau Raja Mataram dengan Nyai Roro Kidul. Nyai Roro Kidul bersedia membantu melindungi Kerajaan Mataram dari musuh.

Prajurit Mataram hanyalah pihak yang dapat mengikuti tradisi ini dulunya. Namun kini semua lapisan masyarakat dapat mengikutinya. Syarat yang wajib dipenuhi untuk mengikuti tradisi ini hanyalah tidak boleh bicara selama berjalan mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta. Mengikuti tradisi ini dinilai lebih baik daripada keluar rumah tanpa tujuan.

Selain itu, terdapat pula tradisi lain yang dilakukan masyarakat untuk perayaan malam 1 Suro Salah satu ritual yang paling populer dalam perayaan Malam 1 Suro adalah nyekar.

Nyekar merupakan tradisi mengunjungi makam para leluhur dan orang-orang terdekat yang telah meninggal. Masyarakat Jawa percaya bahwa dengan mengunjungi makam, mereka dapat memberikan penghormatan kepada leluhur dan memohon restu serta berkah dari mereka.

Kegiatan nyekar juga dianggap sebagai bentuk refleksi dan introspeksi diri. Tujuannya yakni untuk mempersiapkan diri menghadapi tahun yang baru.

Itulah penjelasan mengenai kenapa tidak boleh keluar pada malam 1 Suro beserta weton yang dilarang keras. Selain itu dapat dipahami pula adanya tradisi setiap malam 1 Suro di Keraton Yogyakarta.