5 Contoh Teks Anekdot Narasi sebagai Referensi

Unsplash
Ilustrasi, membaca anekdot.
Penulis: Ghina Aulia
Editor: Agung
20/10/2023, 07.30 WIB

Teks anekdot merupakan jenis tulisan yang umumnya berisi dialog, dan juga dibuat dalam bentuk komik singkat dan bergambar. Tujuan membuat teks anekdot adalah untuk menimbulkan tawa dari siapa pun yang membacanya. Maka dari itu, dialog mau pun gambarnya dibuat sedemikian rupa lucu dan tidak mengacu pada kaidah penulisan tertentu.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), teks anekdot adalah sebuah cerita singkat yang menarik karena terdapat unsur lucu dan mengesankan, biasanya mengenai orang penting atau terkenal dan berdasarkan kejadian sebenarnya.

Kemudian Pardiyono melalui bukunya yang berjudul Pasti Bisa! Teaching Genre Based Writing (2007) mendefinisikan teks anekdot sebagai teks atau cerita yang membahas tentang kejadian lucu atau konyol pada masa lalu dengan tujuan untuk mengajak pembaca berbagi emosi.

Teks Anekdot Narasi

Berikut ini kumpulan teks anekdot narasi yang bisa dijadikan bacaan, dilansir dari Guru Pendidikan.

1. Larangan Merokok

Lina merupakan wanita kecil yang berada dalam satu keluarga. Pada suatu hari, Lina memandang bapaknya lagi merokok di depan rumahnya.

Lina yang mengenali kalau merokok itu sangat beresiko untuk kesehatan, maka langsung menegur bapaknya.” Bapak, jangan merokok, rokok itu bahaya buat badan bapak.” Ucap Lina wanita kecil yang masih lugu.

Bapaknya juga merasa malu, lantaran anaknya yang sangat pintar. Bapak Lina juga cuma tersenyum sambil mengusap rambut gadis kecilnya.

“Bapak, cepat matikan rokoknya.” Ucap Lina sekali lagi memerintahkan kebaikan buat Bapaknya.

Demi mencari jawaban yang pas, bapaknya juga berkata “Nak, kamu benar sekali. Ini Bapak lagi memusnahkan rokok dengan membakarnya satu- persatu. Soalnya jika bakar pabriknya sekalian ya ga boleh dong.” Sang anak jitak pala ayahnya.

2. Melawan Pengganggu

Abu Nawas baru pulang dari suatu tempat. Ia kaget mendapati rumahnya telah hancur. Lebih kaget lagi ketika istrinya menjelaskan bahwa yang melakukannya adalah Sultan.

Sultan bermimpi bahwa di bawah rumah Abu Nawas terdapat harta karun. Ia memerintahkan anak buahnya mencari dan menggali sampai dapat. Harta karun tidak ditemukan, tapi rumah yang berantakan dibiarkan dan tidak mendapat ganti kerugian.

Besoknya, Abu Nawas pergi menghadap Sultan dengan membawa pentungan dan sepiring roti yang bertudung.

“Wahai, Sultan. Aku menuntut keadilan,” kata Abu Nawas.

“Ceritakan masalahmu, Abu Nawas,” jawab Sultan.

Abu Nawas menunjukkan sepiring rotinya yang dikerubuti lalat. “Kemarin lalat-lalat pengganggu telah memasuki rumah dan mengambil makananku. Aku ingin keadilan.”

Sultan berpandangan dengan para penasihatnya sambil menahan senyum, merasa geli.

“Keadilan seperti apa yang kau inginkan?”

Abu Nawas menyodorkan sebuah kertas, ”Aku meminta izin tertulis darimu untuk diperbolehkan menghukum mereka dimana pun mereka hinggap.”

“Baiklah,” jawab Sultan. Meski masih merasa geli, Sultan menandatangani dokumen tersebut dan menyerahkannya ke Abu Nawas.

Begitu surat tersebut di tangannya, Abu Nawas segera meletakkan piring tersebut di atas meja dan menghantamnya. Piring pecah, roti berhamburan, dan lalat beterbangan.

Abu Nawas segera mengejar lalat tersebut, dan memukul apapun yang mereka hinggapi. Vas bunga, lampu, kursi, jendela, hingga orang-orang yang berada di dalam istana sekalipun. Keadaan menjadi sangat kacau.

“Apa-apaan ini, Abu Nawas. Kenapa kau lakukan ini?” teriak raja di tengah kericuhan.

Abu Nawas menatap sultan dengan pandangan tak mengerti. “Apa maksudmu, wahai Sultan? Bukankah kau yang telah memberiku izin dan kekuasaan untuk melakukannya?”

Sultan hanya bisa terpana dan merasa malu. Rasa sesal timbul melihat Abu Nawas yang berjalan dengan senyum puas ke luar istana setelah mengobrak-abrik isinya.

3. Obrolan Presiden di Dalam Pesawat

Karena begitu bosannya keliling dunia, Gus Dur coba cari suasana di pesawat RI-01. Kali ini dia mengundang Presiden AS dan Prancis terbang bersama Gus Dur untuk berkeliling dunia.

Seperti biasa, setiap presiden selalu ingin memamerkan apa yang menjadi kebanggaan negerinya. Tidak lama Presiden Amerika, Bill Clinton, mengeluarkan tangannya dan sesaat kemudian dia berkata, "Wah kita sedang berada di atas New York!"

Presiden indonesia (Gus Dur), "Lho kok bisa tahu sih?"

"Ini Patung Liberty kepegang!", jawab Bill Clinton dengan bangganya.

Tidak mau kalah, Presiden Prancis, Jacques Chirac, ikut menjulurkan tangannya keluar pesawat.

"Tahu tidak, kita sedang berada di atas Kota Paris!" katanya dengan sombongnya.

Gus Dur, "Wah... kok bisa tahu juga?"

"lni menara Eiffel kepegang!" sahut presiden Perancis tersebut.

Karena disombongi oleh Clinton dan Chirac, giliran Gus Dur yang menjulurkan tangannya keluar pesawat.

"Wah... kita sedang berada di atas Tanah Abang!!!" teriak Gus Dur.

"Lho kok bisa tahu sih?" tanya Clinton dan Chirac heran karena tahu Gus Dur itu kan enggak bisa melihat.

"Ini jam tangan saya hilang...," jawab Gus Dur kalem.

4. Saling Memanfaatkan

Ketika sedang musim pemilihan kepala desa, Kasiman didatangi tim sukses dari balon (bakal calon) kades nomor 1. Ia menerima amplop berisi uang dari mereka.

“Jangan lupa pilih nomor 1, ya.”

“Siap,” jawab Kasiman.

Tak lama setelahnya, datang tim sukses dari balon kades nomor 2. Ia juga menerima amplop berisi uang dari mereka.

“Ingat lho, pilih nomor 2, OK?”

“Beress,” sahut Kasiman.

Istrinya bertanya, “Mas, kok dua-duanya di-iya-in, nanti gimana? Mas nggak mikirin kalau ada yang kalah bakal kecewa?”

Kasiman menjawab santai, “Halah, Bu. Habis kepilih juga mereka belum tentu bakal ada yang mikirin kita. Kalau mereka memanfaatkan kita, ya kita juga manfaatkan mereka balik, lah.Hehe..”
Sang istri mengangguk-angguk. “Benar juga, Mas.”

5. Kapan Saja

Kakek Sugiyo sedang berpuasa ketika tiba-tiba terserang sakit kepala. Ia memanggil cucunya, Yono, untuk membelikan bodrex.

Begitu menerima bodrex, tanpa basi-basi kakek Sugiyo langsung meminumnya.

“Lho, kek, bukannya sekarang ini kakek lagi puasa?”

“Itulah okenya, Bodrex, Cu. Bisa diminum kapan saja kita mau. Hehee..”

Yono mengangguk-angguk saja.