Cerita rakyat Sulawesi Tengah cukup beragam, salah duanya ada legenda Batu Bagga dan Kisah Tiga Tadulako Asal Bulili. Batu Bagga diartikan sebagai perahu layar sedangkan kisah Tadulako berarti panglima perang.
Cerita rakyat Sulawesi Tengah mempersembahkan warna-warna kehidupan masyarakatnya, menggambarkan nilai-nilai kearifan lokal, keterkaitan dengan alam dan kehidupan sehari-hari yang sarat makna.
Dengan setiap kata dan detail yang disampaikan, cerita ini tidak hanya menjadi hiburan tetapi juga penjaga tradisi serta pembawa pesan moral yang mendalam.
Cerita Rakyat Sulawesi Tengah
Cerita rakyat Sulawesi Tengah menggambarkan kearifan lokal dan keindahan alam yang memukau di daerah ini. Berikut kisahnya:
1. Legenda Batu Bagga
Di Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, terdapat sebuah batu yang telah menjadi legenda di kalangan masyarakat setempat. Konon, batu tersebut diyakini sebagai wujud perahu bagga yang dalam bahasa setempat berarti perahu layar sehingga sering disebut sebagai Batu Bagga.
Dahulu kala, di sebuah kampung di pesisir Sulawesi Tengah, tinggal seorang duda yang bernama Intobu bersama putranya, Impalak. Kehidupan mereka penuh keterbatasan, hanya mengandalkan hasil tangkapan dari mencari ikan di laut.
Impalak, yang merasa bosan hidup dalam kemiskinan, memutuskan untuk merantau dengan harapan bisa mengubah nasib keluarganya. Dengan izin dari ayahnya, Intobu, Impalak berangkat dengan pesan dan nasehat agar tidak melupakan asal-usulnya.
Tahun berganti namun kabar dari Impalak tidak pernah terdengar lagi oleh Intobu. Kekhawatiran dan kegundahan hati sang ayah semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Suatu hari, ketika Intobu sedang mencari ikan di sekitar pelabuhan dengan sampan kecilnya, ia melihat sebuah perahu bagga besar yang hendak berlabuh.
Terkejut, ternyata perahu bagga itu milik Impalak yang kini telah menjadi kaya raya bersama istrinya. Intobu, yang penuh kebahagiaan berseru memanggil-manggil nama Impalak dari sampan kecilnya. Namun, Impalak terlihat enggan mengakui ayahnya karena malu dengan keadaannya yang masih miskin.
Kebahagiaan Intobu tiba-tiba berubah menjadi kepahitan saat ombak besar merobohkan sampannya. Semakin terluka hatinya, Intobu berdoa kepada Tuhan untuk menghukum anaknya yang durhaka, mengutuknya menjadi batu.
Seiring dengan doanya, ombak besar datang dan menggulung perahu bagga, membuatnya terdampar di daratan. Impalak beserta perahunya berubah menjadi batu yang kemudian dikenal sebagai Batu Bagga. Cerita rakyat Sulawesi Tengah Batu Bagga menjadi pelajaran tentang kebijaksanaan, rasa hormat terhadap orang tua dan akibat dari sikap durhaka.
2. Kisah Tiga Tadulako Asal Bulili
Gelar yang melekat pada para pendekar di Sulawesi Tengah yaitu Tadulako yang artinya panglima perang. Kisahnya berfokus pada tiga orang tadulako yang tinggal di Desa Bulili. Ketiganya yaitu Bantili, Molove, dan Makeku, merupakan sosok-sosok yang luar biasa kuatnya,.
Kehebatan mereka telah menjadikan Desa Bulili menjadi tempat yang aman dan tenteram. Nama-nama ketiga tadulako tersebut mencuat sebagai sosok yang menakutkan, menciptakan rasa gentar di kalangan semua orang yang mendengarnya.
Pada suatu hari, Desa Bulili dikunjungi oleh seorang raja dari Sigi. Saat berkeliling, sang raja bertemu dengan seorang gadis cantik asal Bulili dan akhirnya meminangnya. Mereka menikah dan hidup di Bulili. Beberapa bulan berlalu, Raja Sigi yang telah tinggal lama di Bulili menyatakan keinginannya untuk kembali ke Sigi, meskipun istrinya sedang hamil.
Istri Raja Sigi mencoba untuk memohon agar suaminya tidak pergi, menyampaikan kekhawatiran akan kehilangan dirinya dan anak mereka. Namun, Raja Sigi bersikeras untuk kembali ke Sigi dengan alasan banyak urusan yang belum terselesaikan di sana. Meski berat hati, istri Raja Sigi tinggal di Bulili tanpa suaminya.
Tanpa didampingi suaminya, ia melahirkan seorang bayi yang disambut dengan sukacita oleh warga Bulili. Ia ditemani oleh kerabat dan tetangga yang setia menemaninya sepanjang waktu. Meski kehadiran sang suami sangat dirindukan, ia tetap kuat menghadapi tantangan hidup sebagai ibu tunggal.
Melalui utusan dari Desa Bulili, dua orang tadulako hebat, Makeku dan Bantili dikirim untuk meminta bantuan Raja Sigi dan mendapatkan padi dari lumbungnya untuk anak yang baru lahir. Namun, saat mereka tiba di istana Raja Sigi, mereka disambut dengan sikap tidak ramah dan merendahkan.
Raja Sigi menantang mereka untuk mengangkat lumbung padi yang besar sebagai syarat meminta bantuan. Meski dianggap tidak sanggup, Makeku dan Bantili berhasil mengangkat lumbung padi tersebut dengan kesaktiannya. Raja Sigi merasa diremehkan, memerintahkan pengawal untuk menangkap keduanya.
Pengawal Raja Sigi mengejar Makeku dan Bantili namun kekuatan dan kecekatan tadulako tersebut membuat mereka sulit ditangkap. Saat sampai di sungai yang lebar dan dalam, Makeku dan Bantili berhasil menyeberang dengan mudah, meninggalkan pengawal yang tidak bisa mengejar mereka.
Dengan keberhasilan membawa pulang lumbung padi, Makeku dan Bantili kembali ke Bulili dengan selamat. Sementara itu, Raja Sigi harus menanggung kerugian besar karena lumbung padinya telah dibawa pergi. Kisah ini menggambarkan kekuatan, kesaktian dan keberanian dua tadulako yang menjadi pahlawan bagi Desa Bulili.
Demikian cerita rakyat Sulawesi Tengah yang tidak hanya menghibur tetapi juga mengandung pesan moral dan etika yang memberikan inspirasi bagi masyarakat setempat. Nilai-nilai ini masih relevan dalam kehidupan sehari-hari, memperkaya warisan budaya dan tradisi masyarakat Sulawesi Tengah.